Mereka ingin merasakan kesejahteraan dan kemakmuran di tengah-tengah peradaban pasar yang semakin ketat. Kalau banyak aparat negara, tokoh, ataupun intelektual yang mengambil peran sebagaimana yang dilakoni Sumo Gambar, maka pengkhianatan demi pengkhianatan terhadap janji konstitusional hanya tinggal janji serta memperbanyak kampanye.
Persekongkolan demi persekongkolan dengan kaum kapitalis yang ingin mengeksploitasi habis-habisan sumberdaya alam (SDA) hanya akan melahirkan generasi yang menjadi tumbal karena ketidakmampuan negara menjamin pendidikan dan masa depan mereka.
Untuk kepentingan itulah, Besut meminta Sumo Gambar menghentikan semua watak dan perilaku oportunistiknya. Bukan bermaksud memarahi, Besut memintanya untuk menceritakan pengalaman selama melakukan perjalanan kreatif, dari satu wilayah ke wilayah lain.
“Jajah desa milangkori” merupakan sebuah fase historis yang menandakan, lagi-lagi, perpindahan dari masa lalu ke masa kini terkait pertunjukan Besutan. Pada masa lalu, pertunjukan ini selalu berpindah dari satu desa ke desa lain. Perjalanan itu dihadirkan kembali melalui pertunjukan Ritus Travesti.
Namun, secara spesifik, Besut memaparkan kemungkinan untuk menghadirkan hasil perjalanan itu sebagai momen reflektif yang mengubah tabiat seorang Sumo Gambar. Sebagai subjek yang sudah melakukan perjalanan, Sumo Gambar pun tidak mau bercerita dalam bentuk dongeng.
Alih-alih, ia memilih menerima permintaan itu dengan menarikan enam belas jenis gerak tari remo lelaki yang sangat tipikal. Sembari mengelilingi tokoh utama, Sumo Gambar pun mulai menarikan gerak tari remo khas Besutan. Penonton pun disuguhi gerak tari dinamis dan rancak Sumo Gambar; sebuah sapaan kultural kepada penonton yang mayoritas kurang mengerti tari remo.
Menurut Meimura, enam belas gerak tari yang ditarikan Sumo Gambar memiliki makna simbolik yang berkaitan erat dengan budaya Jawa Arek. Gedruk merupakan simbol fase awal menusia manusia untuk mengenali dan mempelajari bumi sebagai tempat asal-usul manusia dan tempat di mana bakal menjalani kehidupan.
Kipatan Sampur, merupakan simbol dari keharusan manusia untuk membela diri, waspada, berhati-hati. Sampur adalah selendang yang dikenakan penari dengan gerakan yang sesuai kebutuhan.
Gendewo adalah tempat melepaskan anak panah yang merupakan simbol bahwa hidup harus mempunyai kesadaran secepat anak panah yang dilepaskan dari busurnya, sehingga segera dapat terhindar dari kekeliruan dan dapat cepat mencapai tujuan dalam kebaikan.
Ngore Rekmo (rambut) bermakna bahwa hidup harus senantiasa mengurai berbagai peran dan senantiasa menjaga cahaya wajah kita. Nebak Bumi dimaksudkan agar manusia senantiasa menjaga kesadaran bahwa hidup selalu mengingat tempat berpijak.