Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik Identitas dan Pedagogi Representasi: Menimbang Pemikiran Giroux

2 Februari 2022   05:00 Diperbarui: 5 Februari 2022   07:52 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstrasi mengutuk rasisme. Dok. www.polsci.ucsb.edu

Dalam pandanga Giroux, selama beberapa dekade, kita menyaksikan bagaimana kekuasaan dominan menerapkan prinsip neoliberalisme yang menekankan kapitalisme pasar bebas tak terkekang. Nilai-nilai pasar bebas tidak hanya meremehkan nilai-nilai demokrasi dan kepentingan publik, tetapi juga mengabadikan individualisme fanatik, pencarian keuntungan yang menyeluruh, dan Darwinisme sosial di mana kemalangan dipandang sebagai kelemahan. 

Para pendukung fanatik pasar bebas secara massif menyerang konsep yang sudah lumayan berkembang seperti kontrak sosial, negara kesejahteraan, setiap gagasan tentang kebaikan bersama, dan ruang publik yang belum ditentukan oleh kepentingan komersial para pemodal. Bagi mereka, pasar menjadi bentuk baku untuk mengorganisir masyarakat dan dinamika peradaban. Setiap individu diposisikan sebagai pelanggan atau klien. Wajar kalau Giroux, masih dalam wawancara, mengatakan:

"Kebebasan bukan lagi tentang kesetaraan, keadilan sosial, atau kesejahteraan umum, tetapi tentang perdagangan barang, modal finansial, dan komoditas. Maka, produksi pengetahuan bagi rezim yang digerakkan pasar merupakan bentuk rasionalitas instrumental yang meng-angka-kan semua bentuk makna, memprivatisasi hubungan sosial, mendehistoriskan ingatan, dan menggantikan pelatihan untuk pendidikan sambil mengurangi kewajiban kewarganegaraan menjadi tindakan konsumsi."

Tidak mengherankan kalau produksi pengetahuan di banyak lembaga pendidikan diarahkan dengan kerangka "hasil yang objektif", diprivatisasi, dan sebagian besar diarahkan untuk menghasilkan matakuliah yang menarik. Akibatnya, setiap gagasan yang layak tentang pendidikan kritis dan pedagogi kritis mengalami tantangan serius dari dalam institusi pendidikan.

Para pendidik didesak, sebagian besar direduksi menjadi mengajar untuk ujian, budaya bisnis mengatur struktur tata kelola sekolah, pengetahuan dipandang sebagai komoditas, dan peserta didik diperlakukan secara reduktif sebagai konsumen dan pekerja. Pengetahuan adalah bentuk hak istimewa dan modal modal baru. Setidaknya, pemahaman tersebut meningkat di sekolah-sekolah yang berada di bawah kendali kebijakan yang ditetapkan oleh individu ultra-kaya, fundamentalis agama, dan elit perusahaan besar.

SERANGAN KAUM KONSERVATIF BARU & POSISI PEMIKIR KIRI 

Titik serangan kaum konservatif baru adalah kepentingan yang diperbarui untuk mengatasi gerakan politik radikal yang mengusung perkembangan terkini dalam wacana budaya dan demokrasi. Secara khusus, kaum Kanan Baru berfokus pada wacana  posmodernis, feminis, poskolonialis, dan wacana minoritas lainnya yang menimbulkan pertanyaan serius mengenai bagaimana bentuk-bentuk otoritas tertentu dilegitimasi melalui sistem kurikulum di semua tingkat pendidikan. 

Kaum radikal menyerukan untuk merebut kembali warisan demokrasi substantif dengan menggunakan kembali bahasa kesetaraan, keadilan dan perbedaan budaya. Seruan inilah yang mendapatkan serangan balik dari para para ideolog konservatif yang berada di ranah publik. 

Demonstrasi mengutuk rasisme. Dok. www.polsci.ucsb.edu
Demonstrasi mengutuk rasisme. Dok. www.polsci.ucsb.edu
Demokrasi tidak bisa disandingkan dengan budaya (mayoritas kulit putih), karena yang pertama dibentuk untuk melayani rakyat kebanyakan, sedangkan yang terakhir diciptakan oleh segelintir orang. Dengan kata lain, demokrasi dalam bidang budaya yang memugkinkan partisipasi dan resistensi kelompok marjinal merupakan ancaman serius terhadap budaya warga Amerika (kulit putih). 

Perluasan demokrasi dan representasi politik menjadi ancaman serius terhadap konfigurasi kekuasaan dan kendali dominan. Pemikiran dan praktik perbedaan budaya serta implikasi kepada kemajemukan bahasa, pengalaman, dan sejarahnya bisa menjadi ancaman serius bagi nilai-nilai Yahudi-Kristen. 

Perluasan batas-batas representasi politik dan penentuan nasib sendiri tidak menjadi masalah asalkan kaum kulit putih Amerika untuk 'mengambil-kembali' negara mereka. Tuduhan hancurnya kehidupan publik Amerika diarahkan kepada gelombang imigrasi dari negara Dunia Ketiga, baik legal maupun ilegal.

Serupa, kelompok Kulit Putih sayap-kanan Amerika pada era 1990-an hingga saat ini beranggapan bahwa perbedaan bukan sebagai penanda atau superioritas rasial tetapi sebagai penanda untuk pertahanan budaya, homogenitas dan ketidaksamaan sosial dan struktural. Argumen nasionalisme dan patriotisme lebih diutamakan alih-alih supremasi rasial. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun