Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Politik Identitas dan Pedagogi Representasi: Menimbang Pemikiran Giroux

2 Februari 2022   05:00 Diperbarui: 5 Februari 2022   07:52 811
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Demonstrasi mengutuk rasisme. Dok. www.polsci.ucsb.edu

Sebagai pakar cultural studies yang juga serius menggeluti isu-isu pedagogis, ia berusaha mengungkap dan mengkritisi pertarungan kultural di tengah-tengah multikulturalisme yang dianggap sebagai capaian penting manusia modern Barat dalam menyikapi perbedaan rasial, etnis, dan agama di metropolitan. Perkembangan teori dan gerakan kritis telah melahirkan banyak tafsir ulang terhadap kemenangan modernisme. 

Dalam kesempatan yang sama, politik identitas tumbuh subur di metropolitan; sesuatu yang dulunya menjadi kekuatan kultural masyarakat terjajah. Atas kompleksitas itulah, Giroux memandang perlu adanya "pedagogi kritis" terkait representasi sebagai arena produksi makna, wacana, dan pengetahuan kultural yang terus berkembang dalam masyarakat kontemporer.

Pedagogi kritis merupakan perjuangan dan gerakan dalam kependidikan yang berlangsung dalam banyak formasi dan tempat yang menekankan kepada pertanyaan tentang siapa yang memiliki kendali atas kondisi untuk produksi pengetahuan, nilai, dan keterampilan, dan menjelaskan bagaimana pengetahuan, identitas, dan otoritas dibangun dalam rangkaian hubungan sosial tertentu. 

Pedagogi kritis harus dipandang sebagai proyek politik ataupun moral, serta teknik. Pedagogi kritis selalu bersifat politis, karena berkaitan dengan penguasaan posisi agensi. Dalam sebuah wawancara (http://www.globaleducationmagazine.com/critical-interview-henry-giroux/), Giroux menjabarkan, 

"... sebagai proyek politik, pedagogi kritis membuka secara gamblang hubungan antara pengetahuan, otoritas, dan kekuasaan. Konsep tersebut menarik perhatian pada pertanyaan tentang siapa yang memiliki kendali atas kondisi untuk produksi pengetahuan, nilai, dan keterampilan, dan menjelaskan bagaimana pengetahuan, identitas, dan otoritas dibangun dalam rangkaian hubungan sosial tertentu. 

Dalam pemahaman demikian, pedagogi diposisikan sebagai upaya yang disengaja pihak pendidik untuk memengaruhi bagaimana dan pengetahuan dan subjektivitas apa yang dihasilkan dalam rangkaian hubungan sosial tertentu. Secara etis pedagogi kritis memandang pentingnya memahami apa yang sebenarnya terjadi di ruang kelas dan model pendidikan lainnya dengan mengajukan pertanyaan tentang pengetahuan apa yang paling berharga, arah mana yang diinginkan, dan apa artinya mengetahui sesuatu. 

Para pendidik juga sebisa mungkin mengajak para pembelajar untuk secara serius memahami apa artinya hubungan antara bagaimana kita belajar dan bagaimana kita bertindak sebagai agen individu dan sosial. Para mahasiswa, misalnya, bukan hanya diajak berpikir tetapi untuk melakoni tanggung jawab individu dan sosial. 

Mereka juga diajak memahami apa artinya bertanggung jawab atas tindakan seseorang sebagai bagian dari upaya yang lebih luas untuk menjadi warga negara yang terlibat dalam upaya memperluas dan memperdalam kemungkinan kehidupan publik yang demokratis. 

Apa yang harus dipahami adalah bahwa pedagogi kritis bukanlah tentang metode apriori yang dapat diterapkan begitu saja terlepas dari konteksnya. Pedagogi kritis merupakan hasil dari perjuangan tertentu dan selalu terkait dengan kekhususan konteks tertentu, pembelajar, komunitas, sumber daya yang tersedia, sejarah yang dibawa mereka ke dalam kelas, dan beragam pengalaman dan identitas yang mereka lakoni.

Dalam kondisi kebangsaan kita yang juga tengah dilanda politisasi identitas, tulisan Giroux ini menarik untuk disimak. Selepas Reformasi hal mengerikan yang terjadi adalah kecenderungan mengerasnya identitas berbasis agama dan etnis yang dimanfaatkan secara politis oleh para elit guna memuwujudkan tujuan ekonomi politik mereka; politisasi identitas. 

Kehidupan politik di tingkat lokal maupun pusat dipenuhi dengan warna identitas yang dimobilisasi untuk kepentingan elit yang seringkali mengatasnamakan kelompok. Dalam tataran akut, politik identitas yang dipolitisasi di beberapa wilayah telah menjadi tragedi berdarah yang mengoyak kemapanan nasionalisme Indonesia. 

Bahkan, di wilayah metropolitan yang seringkali ditempatkan sebagai ruang geo-kultural kosmopolitan dan multicultural terdapat kecenderungan politisasi identitas yang menjadikan agama sebagai alat untuk mewujudkan kepentingan politik secara membabi-buta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun