Pedagogi Representational
Sementara, terkait pedagogi representasional, Giroux berargumen bahwa pendekatan ini melampaui analisis terhadap prinsip-prinsip strukturasi yang menginformasikan bentuk dan isi representasi politik. Alih-alih, pedagogi representasional berfokus pada bagaimana kita belajar untuk mengidentifikasi, menantang, dan menulis-ulang representasi tertentu terkait kelompok subordinat.Â
Lebih khusus lagi, pendekatan ini menawarkan kepada kita kesempatan untuk terlibat secara pedagogis dengan menggunakan piranti yang di dalamnya praktik representasional dapat digambarkan, diangkat dan dikerjakan-kembali secara subjektif sehingga menghasilkan, memperkuat atau menolak bentuk representasi budaya dan definisi diri tertentu.
Dengan pemahaman tersebut, pedagogi representasional adalah kebutuhan para pekerja budaya untuk menonjolkan momen pedagogi dan politik yang saling menguatkan sebagai hal utama bagi praktik untuk merepresentasikan tindakan resistensi dan transformasi.Â
Meskipun demikian masih muncul permasalahan yang layak diperhatian seperti bagaimana mungkin menghadirkan relasi yang berkeadilan berbasis kriteria etis di tengah-tengah posmodernitas yang penuh simulasi dan gambar. Menjawab kekhawatiran tersebut, Giroux mengusulkan agar pedagogi representasional mengambil isu-isu berikut.
Pertama, pendekatan pedagogis memberi kesempatan kepada mahasiswa dari kelompok subordinat untuk tidak hanya menemukan sejarah tersembunyi mereka tapi juga untuk memulihkannya. Pilihan ini bisa dimaknai sebagai "menggunakan cerita sejarah yang dikhianati (dikonstruksi oleh kelompok dominan) untuk menyebarkan imajinasi kritis, sehingga mereka mampu membedakan kenyataan sebagai fakta dan eksistensi sebagai suatu kemungkinan."Â
Sebagai bagian dari pedagogi representasi budaya dan pembentukan identitas, ini menunjukkan bahwa pekerja budaya menawarkan kepada mahasiswa alat untuk menantang gagasan tentang subjektivitas yang didasarkan pada pandangan sejarah sebagai sesuatu tidak berubah, monolitik atau statis. Identitas, dengan demikian, seperti dikatakan Hall merupakan subjek "bagi permainan sejarah, budaya, dan kekuasaan." Akibatnya, identitas mengalami transformasi konstan.
Hubungan sejarah dan identitas bersifat kompleks dan tidak bisa direduksi hanya pada sejarah tersembunyi yang ditemukan yang kemudian dimanfaatkan untuk citra positif. Sebaliknya, pendidik perlu memahami dan mengembangkan pedagogi terkait bagaimana identitas-identitas diproduksi secara berbeda, termasuk bagaimana mereka mengambil narasi dari masa lalu melalui cerita dan pengalaman masa kini.Â
Menyadari terma tersebut, pedagogi representasional tampak tidak setia terhadap proses penarasian sejarah otentik (yang seringkali bermasalah karena banyak ditulis oleh kelompok dominan), tetapi dinamika pemulihan kultural, yang melibatkan penulisan-kembali hubungan antara identitas dan perbedaan melalui penceritaan kembali masa lalu historis.Â
Pedagogi representasional berakar dalam penciptaan aspek politis yang bersifat pedagogik dengan menunjukkan bagaimana politik kritis bisa dikembangkan di antara perjuangan atas akses kepada rezim representasi dan menggunakan mereka untuk menghadirkan-ulang identitas-identitas berbeda sebagai bagian dari rekonstruksi kehidupan publik demokratis. Inilah yang oleh Hall dikatakan sebagai perjuangan posisionalitas dan perjuangan untuk politik perbedaan.
Kedua, pendidik kritis perlu memahami lebih jelas lagi bagaimana mengkonstruksi pedagogi representasional yang memperhatikan bagaimana inkorporasi sehari-hari dimobilisasi dalam teks budaya massa untuk menghasilkan hubungan antara "yang marjinal" dengan pusat kekuasaan. Realitas ini, secara parsial perlu disikapi dengan memberikan mahasiswa alat analisis untuk menantang representasi yang memroduksi rasisme, seksisme dan kolonialisme melalui warisan wacana dan praktik etnosentris.Â