Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Berpisah di Sebuah Padang

2 November 2021   20:03 Diperbarui: 2 November 2021   20:18 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Okelah, Nan. Perlu kamu tahu, hanya kamu yang kami beri tawaran, karena menurut penilaian kami, kamu bisa diandalkan. Satu hal lagi, kalau kamu mau bergabung, kami bisa mengusahakan beasiswa untuk kuliah master-mu di luar negeri. Kamu tinggal pilih, mau ke Australia, Belanda, atau Amerika. Ya, sudah, kamu pikirkan dulu. Jangan lupa selepas Maghrib kita ketemu di lobi hotel. Malioboro sudah menunggu."

Meskipun senang karena bisa kembali ke Malioboro, tempat favorit di Jogja yang terakhir kali ia kunjungi ketika darma wisata SMP, Nandi hanya melihat-lihat barang dagangan yang ditawarkan para pedagang di emperan toko. Devgan dan para peserta yang lain asyik menawar barang. Apa yang ia pikirkan adalah tawaran Dewi yang begitu menarik. Meskipun ia masih ragu dengan kerja-kerja LSM, utamanya yang hanya menggunakan kasus-kasus pelanggaran HAM dan kekerasan politik untuk mengeruk dana dari donor luar negeri, tawaran untuk bisa kuliah master ke luar negeri benar-benar membuatnya bimbang dengan keyakinannya itu. 

Kalau bisa kuliah ke luar negeri, tentu ia bisa mendapatkan banyak pengetahuan dan pengalaman, seperti yang diceritakan salah satu dosennya, lulusan S2 dan S3 Australia. Tapi, itu berarti ia harus meninggalkan orang tua, kedua adiknya, dan juga Ivan. Tentu, ia akan sangat merindukan mereka semua. Apakah bisa keluarganya berpisah dalam tempo yang lumayan lama, 1-2 tahun? Bagaimana kalau Ivan mendapatkan sahabat perempuan atau kekasih selain dirinya? Apakah ia siap menerima kenyataan itu, meskipun sampai sekarang mereka hanya bersahabat?

Sedang bingung dengan pikirannya, Dewi menggandeng tangannya, mengajaknya memilih beberapa kaos dagadu yang terkenal dengan kata-kata lucunya itu. Ia meminta Nandi untuk memilih dua kaos yang sesuai dengan seleranya. Nandi memilih dua kaos bergambar malioboro yang lucu, satu untuk dirinya dan satu untuk Ivan. Tanpa ia ketahui ternyata Dewi sudah membayar kedua kaos itu. Berkali-kali ia mengucapkan terima kasih. Dewi hanya tersenyum, sambil menggandeng tangannya keluar dari toko.

Berdua mereka menikmati suasana Malioboro yang semakin ramai oleh kedatangan para turis, baik domestik maupun mancanegara. Entahlah, meskipun Malioboro tidak menyajikan atraksi kultural yang luar biasa, selain deretan tokoh dan para pedagang pakaian, kerajinan, dan kuliner khas Yogya, seperti gudek, banyak wisatawan yang merasa belum lengkap ketika belum mengunjungi jalan ini. Nandi sempat mendiskusikannya dengan Dewi tentang hal itu. 

Menurutnya, bisa jadi, dulu raja Yogya meletakkan kekuatan ghaib di jalan ini karena letaknya tidak jauh dari Keraton. Ia berasumsi demikian karena dalam pandangan mistis, antara Merapi, Keraton, dan Laut Selatan terhubung oleh garis imajiner yang penuh dengan kekuatan magis. Mendengar itu, Dewi hanya tertawa karena rasionalitas yang diperoleh Nandi di bangku kuliah masih bercampur dengan keyakinan magis.  

"Menurutmu, apa yang menarik dari seorang lelaki, Nan?" tanya Dewi ketika mereka berdua menikmati wedang ronde, di sebuah lesehan, sembari menunggu peserta lain berbelanja.

"Apa ya, Mbak? Kalau menurutku sih mereka melengkapi hidup kita."

"Bukan kita, perempuan, yang melengkapi hidup mereka?"

"Itu menurut sudut pandang lelaki, Mbak. Kita, perempuan, boleh dong memiliki sudut pandang kita sendiri. Selama ini kita hanya dipandang oleh mereka, boleh dong kita memandang mereka," ujar Nandi sambil membenarkan tali sepatunya.

"Tapi, lelaki, dengan segala kehormatan dan kekuasaannya, selalu menginginkan perempuan sebagai makhluk yang harus nurut," sahut Dewi sembari memegang tangan kiri Nandi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun