"O, iya, dia memang akan selalu saya libatkan dalam proses-proses selanjutnya. Jangan khawatir, Mas. Dia yang terbaik untuk urusan seperti itu," celetuk Nandi dengan nada hiperbolis.
Siang menjelang Dzuhur, sesi presentasi break sejenak untuk memberi kesempatan peserta sholat bagi yang beragama Islam dan makan siang. Ketika ia hendak keluar kamar, ternyata Dewi sudah berdiri di depan pintu. Dewi mengatakan kalau Nandi akan mendapatkan fasilitas laptop untuk mendukung kerja-kerja di lapangan serta bantuan dana karena ia dinilai memiliki paparan dan rencana yang terukur untuk menyelesaikan permasalahan. Serasa tak percaya mendengar informasi itu, Nandi langsung memeluk Dewi dan mengucapkan beribu terima kasih.
Selesai makan siang, Nandi meminta izin ke Dewi untuk keluar hotel sebentar, mencari wartel terdekat. Devgan menawarkan diri untuk menemaninya, tetapi ia tolak. Ia harus menyeberangi jalan raya untuk mendapatkan wartel yang dituju. Nandi begitu bergembira karena lelaki yang hendak ia telepon berada di kos. Setelah menanyakan kabar, ia segera menyampaikan kabar gembira itu.
"Van, ada kabar gembira. Aku akan diberi laptop oleh LSM yang mengundangku. Dan, selama di lapangan untuk proses penyelesaian urusan kuburan di hutan larangan, aku akan diberi dana. Wah, aku benar-benar ndak nyangka."
"Wow, it's really great, Dee. Selamat ya. Aku ikut senang."
"Kok memberi selamat ke aku, mestinya kamu juga mendapatkan ucapan selamat itu."
"Sudahlah, kan kamu yang presentasi dan kamulah yang mengawali kerja itu. Tenang saja, aku siap membantu. Yang penting Tuan Putri tetap semangat mengikuti acara itu sampai selesai. Ngomong-ngomong sudah berapa cowok yang mendekatimu?"
"Ihh, kok ngomong gitu? Memang aku cewek apaan?"
"Ndak, cuma bercanda."
"Ada sih yang berusaha mendekatiku, orangnya cakep, pintar, tapi aku ndak suka perilakunya, kurang sopan."
"Jangan gitu, ntar nyesel."