Mohon tunggu...
Ikwan Setiawan
Ikwan Setiawan Mohon Tunggu... Dosen - Kelahiran Lamongan, 26 Juni 1978. Saat ini aktif melakukan penelitian dan pendampingan seni budaya selain mengajar di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Dosen dan Peneliti di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Jember

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Berpisah di Sebuah Padang

2 November 2021   20:03 Diperbarui: 2 November 2021   20:18 318
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bukan begitu, maksudku, level pemikiranmu itu menyamai para dosen yang sudah bergelar master ataupun doktor."

"Hemmm, sewaktu mahasiswa, aku juga menjadi aktivis, Mas. Aku juga ikut berdemonstrasi menuntut Soeharto mundur. Tapi, minatku sebenarnya bukan semata-mata pada gerakan jalanan, tetapi buku. Tiga tahun aku mendapatkan beasiswa, bukan bermaksud sombong, 80% uang yang aku terima, aku belanjakan untuk membeli buku di Jember atau di Surabaya dan Yogya, melalui teman-teman sesama aktivis di kedua kota itu."

"Oh, begitu. Makanya, kamu sangat kritis. Emmm, ngomong-ngomong, aku boleh tanya sesuatu yang bersifat pribadi ndak?" Rupanya, naluri kelelakian Devgan tidak bisa dibendung lagi; mengalahkan idealisme yang ia bangun melalui tulisan-tulisan kritisnya. Tapi, dia memang berhak untuk tidak membendung naluri itu. Apalagi, yang ia hadapi adalah seorang Nandi, yang ayu dan cerdas.

"Boleh, asal tidak mengusik pikiranku," jawab Nandi singkat sambil, menutup lubang AC yang mengarah ke tubuhnya karena dingin.

"Apa kamu sudah punya pacar?"

"Belum. Kenapa?"

"Ah, ndak pa-pa. Masak iya cewek secantik kamu belum punya pacar?"

"Begitulah laki-laki, di mana-mana sama. Aku bilang jujur ndak percaya. Nanti kalau aku bohong kecewa. Dunia laki-laki memang dunia ambivalen."

"He...he, kamu tambah pintar aja."

"Iya dong, Mas. Biar ndak percuma Bapak dan Ibuku membiayai kuliahku selama ini. Aku tidak mau bodoh di hadapan laki-laki. Begini, Mas, aku memang belum punya pacar, tapi kalau sahabat dekat, yang sangat dekat, aku punya. Dia adalah teman sekampusku yang menjadi partner diskusi maupun kegelisahanku." Pikiran Nandi kembali melayang ke Ivan, padahal belum tentu lelaki itu membayangkannya. Dia sendiri heran kenapa tidak mencoba merajut kisah dengan lelaki lain, seperti Devgan, yang sudah mapan, tampan, dan memiliki nalar kritis. "Atau, jangan-jangan aku mulai jatuh cinta kepada Ivan? Ah, tidak, tidak. Ini perasaan aneh yang mungkin disebabkan jauhnya jarak di antara kami saat ini?" gumam Nandi dalam batinnya.

"Wah, seandainya aku bisa menjadi sahabat yang seperti itu, pasti sangat bahagia, Nan," ucap Devgan sambil menyentuh pundak kanan Nandi. Segera saja Nandi mengalihkan tangan itu. Langsung saja Devgan meminta maaf.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun