Dewi semakin penasaran dengan sosok Ivan. Bahkan, seorang Nandi yang tengah sakit, masih sempat-sempatnya mendoakannya. Persahabatan macam apa yang mengikat mereka berdua? Atau, jangan-jangan adiknya sudah mulai jatuh cinta kepada lelaki itu? Tetapi, menurutnya, lelaki itu telah melakukan kesalahan fatal dengan tidak memberi kabar sama sekali.
Pukul 08.00, tim dokter memeriksa kesehatan Bapak dan Nandi secara bergantian. Dokter Kepala mengatakan kalau Bapak tidak mengalami luka serius, cuma kepalanya harus dijahit karena ada yang robek. Demikian juga dengan Nandi, luka di bahu kanannya harus dijahit juga. Adapun hidung yang mengalami pendarahan kemarin, menurutnya, tidak masalah. Tapi, mereka berdua butuh dua atau tiga hari lagi di rumah sakit. Setelah itu, mereka baru diperbolehkan pulang. Ibu, Gandi, dan Dewi senang mendengar kabar itu.
Siang hari, Bandi ditemani kedua orang tuanya menjenguk Nandi dan Bapak. Mereka hanya ditemani Ibu, karena Dewi mengajak Gandi pergi ke tokoh untuk membeli snack. Pertama-tama, Bandi dan orang tuanya menjenguk Bapak yang sudah mulai belajar jalan perlahan. Lalu, tidak lama kemudian ke kamar Nandi. Bandi tampak sedih melihat perempuan yang ia cintai itu harus mengalami kecelakaan. Beberapa saat, Bandi berbasa-basi menanyakan perihal kecelakaan yang menimpahnya.
"Kalau, kamu ingat nomor mobilnya, aku bisa melacaknya, Dik. Aku bisa minta bantuan teman-teman polisi."
"Gandi punya, Mas. Dia menanyai beberapa petani yang menolongku dan Bapak. Sebelumnya, makasih, ya."
Ibu dan kedua orang tua Bandi keluar kamar untuk menuju kamar Bapak. Atau, mungkin, mereka sudah paham, bahwa Bandi dan Nandi butuh waktu untuk saling bicara.
"O, iya, kalau sudah waktunya pulang, kamu telepon saja, biar aku antar. Jangan malu-malu, ya."
"Iya, Mas. Sekali lagi makasih."
Setelah mendapatkan nomor mobil pelaku dari Gandi, Bandi dan kedua orang tuanya pamit pulang. Nandi melepasnya dengan sebuah senyuman. Ternyata lelaki itu masih baik, meskipun dulu waktu mengutarakan cinta ia tidak menerimanya. Tengah asyik memikirkan hal itu, Gandi menuntun Bapak masuk ke kamarnya. Nandi terharu melihat Bapak sudah bisa berjalan, meskipun harus dipapah. Bapak sangat senang melihat putrinya tidak mengalami luka serius.
Tiga hari di rumah sakit, akhirnya, Nandi dan Bapak diperbolehkan pulang. Ibu, Gandi, dan Dewi sangat senang mengetahui hal itu. Sesuai janjinya, Bandi mengantar kepulangan mereka. Gandi menemaninya duduk di depan. Nandi duduk di bangku belakang ditemani Dewi, sementara Bapak di tengah ditemani Ibu.
Selama perjalanan pulang, Bandi mengatakan kalau ia sudah meminta bantuan polisi untuk melacak nomor itu. Ternyata nomor itu tidak terdaftar, mungkin sudah mati atau nomor palsu. Mendengar itu Dewi geram, Nandi berusaha menenangkannya. Mungkin, akan ada jalan lain untuk menemukan siapa pemilik mobil itu. Karena hidup memang penuh kejutan.