"Iya, Pak. Maafkan aku sudah merepotkan dan membuat Bapak sakit," ucapku sambil terisak.
"Yang penting kamu sudah pulang, Ndok. Permasalahanmu, biarlah kita bicarakan nanti. Kamu pulang, hati Bapak lega rasanya. Bapak cuma takut kalau terjadi apa-apa."
"Tenang, Pak. Aku baik-baik saja. Bapak lihat sendiri kan?"
Selepas Maghrib kami berempat makan malam bersama. Kebetulan suami kakakku sedang mengirim sayur ke Surabaya. Ibu memasak sayur sop kesukaanku sejak kecil. Senang sekali rasanya. Entah karena kedatanganku atau karena obat, Bapak tampak lebih segar.
"Memang selama tiga hari ini kamu nginap di rumah siapa, Ndok? Di mana?" Tanya Bapak di sela-sela makan.
"Aku nginap di rumah teman perempuanku, Pak, di Probolinggo," jawabku sambil menambah sop.
"O, syukurlah, Ndok. Ibu sampai berdoa setiap malam agar kamu tidak kenapa-kenapa," tutur Ibu sambil menuangkan air putih untuk Bapak.
"Terima kasih, Bu."
Selesai makan, Bapak mengajakku ngobrol berdua di kamar. Pasti Beliau akan membicarakan permasalahanku dengan monster itu. Aku duduk sambil memijat kakinya.
"Tiga hari yang lalu orang tua Derry datang ke sini. Mereka menanyakan kenekatanmu minggat dari rumah, juga permintaan ceraimu. Ya, Bapak jawab tidak tahu-menahu. Itu urusan kalian berdua. Mereka marah karena aku dianggap tidak bisa nuturi kamu, Ndok. Ya, aku marah balik." Â
"Maafkan aku, sudah melibatkan Bapak dan Ibu dalam masalah ini."