"Ya, sudah. Ayo kita tidur, sudah malam."
Malam ini terasa begitu aneh. Aku harus tidur seranjang dengan perempuan yang baru aku kenal. Aku tidur dengan orang yang tidak pernah aku ketahui sejarahnya. Sampai tengah malam, aku belum juga bisa terlelap. Sementara, Vee sudah tertidur pulas. Sesekali aku pandangi wajahnya yang ayu dan anggun, tetapi tegas. Garis wajah yang cukup tegas menandakan kalau ia adalah perempuan yang cukup tegar menghadapi semua kondisi hidup. Kalau tidak, mana mungkin ia memutuskan hidup di dasar jurang ini.
Tiba-tiba tangan Vee memeluk pundakku. Aku tahu ia dalam kondisi tidak sadar ketika melakukannya. Untuk beberapa saat aku begitu menikmati pelukan perempuan ini, meskipun ia tertidur. Wajahnya menyimpulkan senyum kecil yang sangat bahagia. Mungkin ia sedang bermimpi indah. Ah, perempuan ini begitu bahagia dalam tidurnya.Â
Jujur saja naluri kelelakianku tergugah, tapi aku tidak mungkin berbuat jauh. Aku tidak ingin menyakitinya. Lagipula, ia sudah begitu baik merawat dan menolongku selama aku 'tidak bernyawa'. Aku ingin sekali memindahkan tangannya dari pundakku, tapi aku takut kalau ia terbangun dan semua mimpi indahnya berakhir. Itu artinya aku menghentikan kebahagiaan dari seorang manusia.
Akhirnya aku biarkan saja ia tetap memelukku dalam kebahagiaan mimpinya. Aku tertidur dalam pelukan seorang perempuan yang tidak pernah aku kenal dan tidak pernah menceritakan sejarahnya. Seorang perempuan bernama Vee. Seorang perempuan yang mungkin saja akan mengisi hidupku di hari-hari berikutnya karena aku tidak tahu sampai kapan harus bertahan di sini. Dan, aku juga tidak tahu bagaimana cara untuk bisa menuju dunia di atas sana sementara jurang ini sangat curam. Ya, jurang yang mungkin akan menjadi tulisan baru dalam sejarah hidupku.
***
Pagi ini aku bangun dengan kondisi badan yang lebih segar dan sehat. Tubuhku terasa sangat ringan dan rileks. Dari jendela aku lihat terang matahari yang terhalang ranting dan dedaunan mulai membuat warna penuh arti di jurang ini. Semua jadi lebih indah dan bersemangat. Vee menyuguhkan secangkir wedang kencur. Ah, rupa-rupanya ia sudah mandi, wajahnya begitu segar. Balutan pakaian dari kulit pohon ternyata membuatnya semakin tampak kuat dan tegar. Tapi, bagiku tetap saja ia seorang perempuan anggun yang harus aku hormati di balik segala kemisteriusannya.
"Van, aku mau ke kali mencari udang. Mumpung masih pagi. Biasanya mereka banyak muncul ketika pagi dan sore. Lumayanlah untuk lauk sarapan biar tidak hanya perkedel singkong saja," ucapnya.
"Vee, aku ikut cari udang, ya. Waktu kecil aku ini terkenal jago mencari ikan di kali dan di rawa-rawa, lho. Pasti tangkapan kita nanti banyak. Boleh, ya!?"
"Tapi, kamu masih sakit, Van. Nanti tambah sakit. Lebih baik kamu mandi saja, biar segar. Aku tidak ingin kamu sakit lagi."
"Tidak, Vee. Kamu lihat sendiri, aku sudah sehat hari ini. Mungkin gara-gara minum air sumber dan makan bubur singkong semalam. Dan, mungkin karena...em...karena..."