"Kamu sudah bangun rupanya. Syukurlah, aku sempat ketakutan karena lima hari kamu tidak sadarkan diri. Aku pikir kamu sudah meninggal. Tapi, hati kecilku berkata bahwa kamu masih hidup. Karena tidak tahu harus berbuat apa, aku hanya bisa berdoa kepada Sang Penghidup semoga kamu diberi kesembuhan dan diberi kesempatan untuk hidup lagi. Dan, ternyata Dia mendengar dan mengabulkan doaku."
Aku berusaha bangun dari tidur. Perempuan itu merengkuh pundakku dan membantuku untuk duduk bersandar pada dinding bambu.
"Tenggorokanku.....sangat panas," ucapku terbata-bata. Perempuan itu menuangkan air dari kendi ke dalam wadah seperti gelas yang terbuat dari bambu.
"Ini minumlah. Air ini berasal dari sumber di sebelah gubukku. Mungkin air ini bisa membuatmu merasa lebih segar. Aku sudah membuktikan khasiatnya, setiap hari badanku terasa segar."
Dengan perlahan sekali ia menyodorkan gelas bambu itu ke arah mulutku. Ia memegangi kepalaku dengan sabar. Sembari merasakan segarnya air, aku masih terus memandangi wajah perempuan itu. Tapi mengapa ia berada di tempat yang sangat sunyi seperti ini?
"Kalau kamu masih lelah, lebih baik tidur lagi. Biar besok tubuhmu lebih segar."
"Ehm, aku sudah merasa baikan. Ehm, ngomong-ngomong aku sekarang berada di mana? Bagaimana aku bisa di sini? Dan, siapa sebenarnya kamu ini?"
Sejenak ia terdiam sambil menundukkan wajahnya. Suara jengkerik dan gemericik air kali semakin menambah kesunyian malam ini.
"Kamu, kamu melamun?"
"Ah, tidak. Aku hanya sedikit berpikir."
"Kamu belum menjawab pertanyaanku tadi."