Mohon tunggu...
Andika Widaswara
Andika Widaswara Mohon Tunggu... -

Menyukai petualangan, travelling, potografi dan menulis. Satu lagi, penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Secangkir Kopi Tak Berteman

26 Februari 2011   07:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:15 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

"Hmmmfff... 2 tahun aku bekerja untuk CIA, Dev. Mungkin kau baru tahu."

"Hahaha... bisa aja."

Aku sempat menangkap senyumnya. Pemandangan langka nan indah. Lebih indah dari landscape yang disajikan alam sore ini.

"Entahlah... Reno telah menyita sebagian besar dari pikiranku. Mengajak lebih dari separuh waktuku untuk terus memikirkannya. Semakin kutekan, rasa itu malah semakin ada. Aku tak pernah seperti ini kepada lelaki."

Berhenti. Tanganya meraih gelas minuman yang ia pesan, memegangnya dengan mesra, membibingnya menyentuh bibir, lalu menenggak isinya. Mungkin ia merasa gerah meski gerimis. Mungkin pula tenggorokanya kering dilalui lalu lintas kata yang tak seperti biasanya. Atau dada yang memanas karena ceritanya, dan ia basuh dengan mengguyurkan minuman dingin itu, sambil berharap aku tak berpikir ke arah sana. Ah, harusnya aku tak berada pada posisi menebak-nebak. Bisa-bisa tukang ramal akan kehilangan mata pencahariannya kalau aku teruskan.

"Aku berada pada titik dimana seorang wanita menyukai lawan jenisnya. Agak terlambat memang. Tapi kini aku tahu rasanya memuja, mengharap, sakit, karena seorang lelaki. Aku baru merasakannya kini."

"Kenapa tak kau ungkapkan?"

"Aku wanita Wid, mana mungkin aku bicara? Ya kalo diterima? Kalo gak? Mau ditaruh dimana mukaku?"

Tak mau aku menimpali. Jika saja ia tahu aku juga merasakan hal yang sama kepadanya. Tak kurang dari apa yang telah diceritakannya, bahkan mungkin lebih. Ia tersiksa dengan keadaanya. Mencintai tanpa bisa mengungkapkan. Mengagumi tanpa bisa mengatakan. Aku? Mencintai orang yang mencintai orang lain. Mengejar orang yang mengejar orang lain. Parahnya orang tersebut malah mencurahkan perasaan kepada pujaanya kepadaku. Berada pada posisi dipercayai karena dicurhati, tapi juga tak bisa mengabaikan perasaan hati.

"Dev, panah tak akan menemui sasaran jika tak pernah dilepas dari busurnya, setajam apapun mata panahnya. Akan lebih baik kau katakan perasaanmu daripada tidak sama sekali. Ingat, jangan ada penyesalan di kemudian hari. Allah sangat membenci penyesalan."

"Wid, apa lelaki tak peka pada perlambang sech? Aku pikir dengan sering koment di statusnya, sms dia, kirim salam itu udah nunjukin kalau aku suka ma Reno."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun