Mohon tunggu...
Andika Widaswara
Andika Widaswara Mohon Tunggu... -

Menyukai petualangan, travelling, potografi dan menulis. Satu lagi, penikmat kopi

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Secangkir Kopi Tak Berteman

26 Februari 2011   07:18 Diperbarui: 26 Juni 2015   08:15 123
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Cerpen Andika Widaswara

Detak... detik...

Sore. Sebuah cafe. Secangkir kopi. Menunggu. Setengah jam berlalu. Secangkir kopi blm jua berteman. Pun denganku. Kubuka lagi sms yg dia kirim di pagi buta. Bahkan sebelum aku membuka mata. Tak banyak memang. Singkat juga padat.

"Oke, tunggu aku jam 15.30."

Terkadang sesuatu berjalan tak adil. Aku mengirim 22 sms hanya untuk jawaban itu. Pun sekarang ini. Masih harus menunggu. Menghibur diri dengan menyeduh kopi yang tinggal separuh. Menghabiskan berbatang-batang rokok dan membuang asapnya jauh-jauh. Sangat ingin moment ini segera berlalu.

16.05.

Gerimis. Perempuan. Setengah berlari.

"Sory telat, udah lama nunggu?"

Klise. Seolah biasa, tanpa salah. Aku hapal dengan kalimat itu. Mestinya aku marah. Tapi untuk urusan satu ini banyak orang yang rela diperlakukan tak adil. Setengah jam lebih aku memaki-maki dia serta mengumpat-umpat pada diriku sendiri. Hilang. Seperti gerimis yang langsung menghapus jejak kaki. Menggantinya dengan air. Luluh.

Dengan segenap pengantar lengkap ia uraikan keterlambatannya. Persis calon anggota dewan yang berpidato di depan khalayak untuk menjual diri. Senyum yang selalu mengembang. Aku benci. Benci pada diriku yang masih menyajikan senyum. Bahkan senyum terindah yang pernah kumiliki. Menuruti perasaan terkadang justru menghasilkan hal-hal yang bodoh.

Untuk perempuan yang datang terlambat atas janjinya sendiri  inikah aku memuja? Entahlah... banyak yang telah terjadi tanpa bisa diterima logika. Juga sekarang ini. Sosok yang kini ada di depanku. Menemuinya di alam nyata adalah hal langka, selangka hasil yang dikirim TKI kepada keluarganya di desa. Maka pertemuan pun menjadi sangat berarti bagiku. Tapi dia? Apakah juga merasakan hal yang sama? Jika harus jujur, itu bukan pertanyaan yang sulit bagiku. Tapi entahlah, aku mencoba membuat suatu pengingkaran atas jawabanku sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun