"Ja-jadi benar yang tadi kita temui itu demit, Mbah?" tanya emak dengan nada terkejut.
"Ya, biasa itu. Mereka kadang ingin sekadar menyapa manusia, tapi tidak jarang berbuat usil juga."
"Keren dong, Mbah. Demit modern bisa eksis kapan aja," celetuk Juleha.
Emak langsung melotot ke arah Juleha yang selalu bersikap sesuka hati.
Sambil bercengkerama, Mbah Mintardi terus meramu beberapa rempah ke dalam wadah. Dibungkusnya rempah tersebut lalu diberikan kepada Juleha.
"Simpanlah di bawah kasurmu, Nok. Aku sekadar membuka aura agar jodohmu tidak salah alamat."
Tanpa mau berdebat, Juleha hanya menganggukkan kepala. Padahal, dia sama sekali menentang jalan yang tengah ditempuhnya bersama emak.
"Minumlah teh ini lalu pulanglah lewat jalur ini lurus ke arah matahari terbenam. Jangan pernah menyapa kepada siapa pun yang kalian temui. Paham?"
Senyum penuh seringai terukir di bibir Mbak Mintardi, Juleha bergidik ngeri. Dia menujggu emak yang tengah berpamitan sambil meninggalkan amplop sebagai tanda terima kasih.
"Abaikan tegur sapa dari siapa pun yang kalin temui!"
Sayup-sayup masih terdengar suara Mbak Mintardi berseru ketika Juleha dan emak mulai menyusuri jalan setapak.