Mohon tunggu...
Daniel H.T.
Daniel H.T. Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Bukan siapa-siapa, yang hanya menyalurkan aspirasinya. Twitter @danielht2009

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Di Balik Misteri Mafia Minyak Goreng yang Dijanjikan Mendag Muhammad Lutfi

25 Maret 2022   22:55 Diperbarui: 25 Maret 2022   23:01 680
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Menteri Perdagangan M Lutfi  (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja/hp

Masalah minyak goreng sawit sebenarnya sudah dimulai sejak November 2021. Ketika itu harganya mulai merangkak naik hampir setiap hari. Pada pertengahan Desember 2021 harganya sudah sekitar Rp. 16.000  - Rp. 17.000 per liter. Saat itu belum banyak orang yang "sadar" kalau masalah sedang mengancam.

Pada awal Januari 2022 harga minyak goreng sawit sudah mencapai Rp. 20.000 per liter. Pada 19 Januari 2022 Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi  untuk pertama kali mulai melakukan intervensi untuk mengendalikan harga. Ironisnya, saat itulah justru masalah seriusnya dimulai.

Sepertinya Muhammad Lutfi tidak punya formula yang tepat untuk itu. Ia menggunakan jurus try and error untuk mengatasi harga minyak goreng sawit yang saat itu sudah tinggi. Yang terjadi malah error terus. Ia pun bingung. Bayangkan hanya dalam tempo dua bulan ia mengganti-ganti peraturan tentang minyak goreng sampai enam kali!

Peraturan pertama yang diberlakukan adalah minyak goreng satu harga. Semua harga minyak goreng, dari curah sampai yang premium berlaku satu harga. Yaitu Rp. 14.000 per liter. Masyarakat pun menyerbu minyak goreng kemasan/premium.

Minyak goreng curah malah kurang peminatnya. Wajar saja. Dengan harga yang sama tentu orang lebih memilih minyak goreng kemasan ketimbang yang berkwalitas jauh di bawahnya. Untuk pedagang makanan biasanya memang lebih memilih minyak goreng kemasan daripada minyak goreng curah karena pertimbangan kwalitas produknya.

Hanya dalam tempo satu hari saja, rak-rak minyak goreng kemasan di toko-toko ritel moderen maupun di pasar-pasar tradisional kosong melompong.  Minyak goreng kemasan mulai langka. Antrian pun dimulai.

Dengan harga jual wajib Rp. 14.000 per liter berdasarkan Peraturan Mendag yang berlaku secara mendadak itu, jelas merugikan distributor, agen, dan pengecer. Karena modal mereka saat itu sudah di atas Rp. 14.000 per liter. Mereka dipaksa menjual dengan harga rugi.

Stok distributor di gudang yang masih belum disalurkan ke toko-toko dan pasar-pasar tradisional diduga sengaja distop penyalurannya. Karena stok tersebut mereka dapat dari produsen dengan harga di atas Rp. 14.000 per liter.

Distributor tak bisa menyetop penyalurannya 100 persen. Karena akan menyebabkan kekosongan barang secara total. Terpaksalah distributor hanya mencicil sedikit-sedikit, hanya beberapa karton, kurang dari separoh omzet normal, ke toko-toko ritel. Yang segera diserbu masyarakat. Dalam tempo singkat habis terjual.

Itulah yang kita lihat atau baca beritanya. Distributor hanya mengirim 5-6 karton minyak goreng ke toko-toko, yang sekejap habis diborong pembeli yang antri.

Produsen pun menahan barangnya yang belum dikirim ke distributor. Karena dengan bahan baku CPO yang sudah tinggi saat itu biaya produksinya pun tidak memungkinkan mereka menjual ke distributor dengan harga di bawah Rp. 14.000 per liter.

Pada saat itulah fenomena minyak goreng langka mulai terjadi. Semua jenis minyak goreng dari curah, kemasan sederhana sampai premium boleh saja ditentukan pemerintah dalam satu harga, Rp. 14.000 per liter. Murah.  Tapi barangnya kosong atau langka.

Atas asumsinya bahwa kelangkaan minyak goreng disebabkan pabrik minyak goreng kekurangan bahan baku crude palm oil (CPO) dan olein, yang lebih banyak diekspor. Pada  27 Januari 2022, Mendag Lutfi membuat peraturan baru, untuk produsen dan eksportir minyak sawit mentah (CPO) dan turunannya.

Peraturan baru itu adalah mengenai domestic market obligation (DMO). Yaitu kewajiban bagi produsen dan eksportir minyak sawit/CPO untuk memasok kebutuhan dalam negeri sebesar 20 persen dari ekspornya. Dengan harga yang ditentukan oleh Mendag atau domestic price obligation (DPO). Yaitu untuk CPO Rp. 9.300 per kilogram, dan olein Rp. 10.300 per kilogram. Harga ini jauh di bawah di bawah harga pasar CPO internasional yang saat itu mencapai US$ 1.500./ton (sekitar Rp. 21.700/kg).

Tanggal 1 Februari 2022, Mendag Lutfi mengubah peraturannya lagi. Kebijakan minyak goreng satu harga dicabut. Diganti dengan peraturan tentang harga eceran tertinggi (HET) minyak goreng. HET untuk minyak goreng curah Rp. 11.500 per liter, kemasan sederhana  Rp. 13.500 per liter, dan kemasan premium Rp. 14 ribu per liter.

Ketentuan tentang DMO, DPO, dan HET minyak goreng itu sama sekali tidak memperbaiki keadaan. Sebaliknya tambah parah. Minyak goreng semakin sulit didapat. Antrian makin panjang di mana-mana.

Di banyak tempat pedagang menjual minyak goreng jauh di atas HET. Karena jelas mereka tidak mau merugi. Modalnya di atas HET, koq pemerintah memaksa mereka jual di bawah modal? Pemerintah janji mau beri kompensasi? Bagaimana mekanismenya, kapan kompensasi itu dibayarkan? Pedagang tidak mau pusing memikirkannya.

Mendag hanya bisa bikin peraturan tanpa bisa mengontrol dan memastikan peraturannya itu dipatuhi. Mana bisa ia mengontrol dan memastikan bahwa semua pengusaha dan pedagang menjual minyak goreng sesuai dengan HET yang ia buat? Wara-wiri Mendag ke pasar-pasar, dan pabrik minyak goreng untuk mengecek harga dan stok merupakan tindakan mubazir.

Bagaimana bisa peraturan-peraturan itu efektif bila dibuat seolah-olah tanpa perhitungan yang matang, terburu-buru, melawan mekanisme pasar, dan berubah-ubah?   

Peraturan-peraturan yang dia buat justru menimbulkan masalah baru. Antrian pun masyarakat yang ingin membeli minyak goreng pun semakin panjang. Hal itu diperparah dengan pemberitaan media dan media sosial. Terutama di televisi dan media sosial, yang menayangkan dan berisi antrian panjang minyak goreng di mana-mana. Mengakibatkan terjadinya panic buying di masyarakat.

Produsen dan eksportir minyak sawit yang tidak memproduksi minyak goreng mengalami kesulitan untuk menjalankan ketentuan DMO. Akibatnya mereka terpaksa berhenti berproduksi dan berhenti ekspor. Merumahkan seluruh karyawannya. Pembeli mereka di luar negeri pun memutus kontrak secara sepihak. Ada enam perusahaan seperti itu yang sempat menjadi korban peraturan Mendag itu.

 

Ketika peraturan tentang DPO diberlakukan dengan harga begitu rendah, lebih dari separoh harga internasional, beberapa produsen dan eksportir CPO pun memilih lebih baik untuk sementara tidak berproduksi, sehingga akibatnya tidak ada alokasi CPO untuk kebutuhan dalam negeri dari mereka.

Akibatnya produsen minyak goreng kekurangan CPO, tidak bisa berproduksi, dan ujung-ujungnya minyak goreng pun semakin langka.

Selain itu penetapan mengenai DMO, DPO, dan HET minyak goreng tersebut justru memunculkan perdagangan black market.

Produsen minyak goreng yang tidak punya atau tidak terintegrasi dengan produsen sawit mengalami kesulitan memperoleh CPO dengan harga DPO. Karena produsen-produsen CPO yang tidak memproduksi minyak goreng juga kesulitan memenuhi DMO 20 persen hingga banyak yang terpaksa mengurangi produksi sawitnya atau untuk sementara berhenti berproduksi.

Produsen minyak goreng yang tidak terintegrasi dengan produsen CPO jika masih mau berproduksi terpaksa membeli CPO dari pasar gelap dengan harga di atas DPO (sekitar Rp. 18.000 per kilogram). Sehingga mereka tak mungkin bisa menjual produk minyak gorengnya ke distributor dengan harga di bawah Rp. 14.000. Dengan demikian dari distributor ke toko ritel dan sampai ke konsumen mustahil bisa dijual sesuai dengan HET Rp. 14.000.

Pilihannya adalah menurunkan kapasitas produksinya jauh dari kapasitas normal. Atau berhenti berproduksi untuk sementara waktu.

Ketika HET Rp. 14.000 diberlakukan secara mendadak, distributor yang mempunyai stok minyak goreng dengan harga modal lama (yang dibeli dari produsen), jauh di atas Rp. 14.000, tentu tidak mau merugi. Maka mereka menahan stoknya. Berhenti menyalurkan ke toko ritel atau pasar tradisional. Kalau disalurkan pun hanya dicicil sedikit-sedikit, hanya beberapa karton. Terkesan asal ada saja,  tidak sampai terjadi kekosongan total.

Demikian pula dengan kondisi di pihak produsen. Produk minyak gorengnya yang sudah terlanjur diproduski dengan biaya tinggi (di atas Rp. 14.000 per liter), berhenti mengirim produknya ke distributornya. Karena mereka tidak mungkin menjual produknya ke distributor dengan harga di bawah biaya produksi dan pengiriman. Sedangkan distributor tentu tidak mau membeli dari produsen dengan harga mahal, lalu dijual ke pengecer dengan harga di bawah Rp. 14.000 per liter.

Tidak ada pengusaha yang mau merugi, apalagi dalam jumlah besar dan dalam tempo yang tidak tahu sampai kapan.

Kondisi inilah yang terungkap ketika Mendag Lutfi dan Satgas Pangan Polri melakukan inpeksi mendadak ke beberapa gudang distributor dan produsen, dan menemukan stok minyak goreng yang melimpah di sana.  Seolah-olah telah terjadi praktik penimbunan dengan sengaja untuk menunggu harga tinggi baru mau dijual.

Stok-stok seperti itulah yang diduga tiba-tiba memenuhi kembali rak-rak toko-toko ritel moderen hanya sehari begitu HET minyak goreng dicabut oleh Menteri Perdagangan. Yang membuat beberapa pihak termasuk, anehnya Mendag Lutfi sendiri, dan juga beberapa anggota DPR heran dan marah. Mereka langsung menuduh pemilik produsen sawit, pedagang dan pengusaha minyak goreng itu rakus dan serakah  karena sengaja melakukan penimbunan. Menunggu HET dicabut baru dilepas supaya mendapat keuntungan berlipat-lipat.

Mendag Muhammd Lutfi mengaku kebingungan dengan fenomena melimpahnya kembali minyak goreng hanya sehari setelah aturan HET dia cabut. "Saya juga bingung barang ini dari mana? Tiba-tiba keluar semua," kata Lutfi saat berdialog dengan ibu-ibu di sebuah ritel modern di Jakarta dikutip dari Tribunnews, 20/3/2022.

Padahal sebenarnya bukan begitu kejadiannya. Produsen dan distributor minyak goreng itu memang terpaksa menahan stoknya di gudang karena stok tersebut modalnya di atas Rp. 14.000/liter.

Begitu HET Rp. 14.000 per liter dicabut mereka pun seketika melepaskan stok tersebut. Sehingga tiba-tiba membanjiri pasar.

Saat HET, DMO dan DPO dicabut dan  produsen minyak goreng mulai berproduksi lagi dengan normal harga minyak goreng yang mengikuti juga harga internasional memang sudah mahal. Bukan sengaja dimahalkan.  

Pemerintah berharap harga minyak goreng kemasan itu akan benar-benar akhirnya mencapai harga keekonomian yang wajar. Yaitu harga yang pantas, tidak merugikan produsen dan pengusaha, sekaligus tidak membebani masyarakat.

***

Peraturan yang terus berubah-ubah dalam waktu singkat seperti itu tentu membuat ketidakpastian dalam berusaha (berdagang). Padahal pengusaha sangat membutuhkan kepastian. Ketidakpastian itu membuat pengusaha bersikap waspada. Salah langkah bukan hanya bisa menderita rugi besar, tetapi bisa juga berurusan dengan polisi. Bisa diperas, dan sebagainya. Hal yang menambah terjadinya kelangkaan minyak goreng.

Pada 10 Maret 2022 Mendag Lutfi membuat peraturan baru lagi. Yaitu menaikkan DMO minyak sawit/CPO dari 20 persen menjadi 30 persen. Peraturan ini hanya berumur enam hari.

Pada 16 Maret 2022, setelah  menghadiri rapat terbatas dan atas perintah Presiden Jokowi, Mendag Lutfi mencabut ketentuan tentang HET, disusul juga dicabut peraturan tentang DMO dan DPO. HET minyak goreng hanya tetap berlaku untuk minyak goreng curah

Diduga frustrasi dengan ketidakmampuannya mengatasi masalah kelangkaan dan mengendalikan harga minyak goreng, apalagi setelah disemprot oleh beberapa anggota Komisi VI DPR. Muhammad Lutfi pun sepertinya mencari kambing hitam. Dia menuduh ada mafia pengusaha minyak goreng yang melakukan penimbunan dan melakukan penyelundupan sebagai penyebab kelangkaan dan mahalnya harga minyak goreng.

Saat rapat kerja dengan Komisi VI DPR-RI pada 17 Maret 2022 lalu, Lutfi mengatakan dia sudah mengantongi nama-nama para terduga mafia minyak goreng. Dia mengatakan nama-nama tersebut akan diumumkan oleh Polri pada Senin, 21 Maret 2022.

"Saya, kita pemerintah, tidak pernah mengalah, apalagi kalah dengan mafia. Saya akan pastikan mereka ditangkap dan calon tersangkanya akan diumumkan hari Senin (21/3)," katanya.

Dia memaparkan bahwa para terduga mafia minyak goreng ini melakukan tiga bentuk kecurangan. Pertama, minyak goreng curah subsidi akan dilarikan ke industri menengah ke atas. Kedua, minyak goreng curah dikemas ulang menjadi minyak goreng premium, dan ketiga, minyak goreng curah subsidi diselundupkan ke luar negeri.

Sampai dengan tulisan ini selesai dibuat (25/3/2022),  para tersangka mafia penimbun dan penyelundup minyak goreng yang dijanjikan Muhammad Lutfi itu tak kunjung diumumkan polisi.

Sebelumnya, pada 18/3/2022, jurnalis sudah mengkonfirmasikan kepada Kasatgas Pangan Polri tentang klaim Menteri Perdagangan tentang mafia minyak goreng itu. Ketika itu Kasatgas Pangan Polri, Irjen Pol Helmy Santika bilang, pihaknya masih mengumpulkan informasi terkait dugaan adanya mafia minyak goreng itu. Setelah itu, nantinya tim dari Satgas Pangan Polri akan melakukan penyelidikan jika diperlukan.

Helmy menjelaskan penyelidikan yang dilakukan nantinya guna mengumpulkan bukti untuk memastikan apakah ada unsur pidana atau tidak.

"Semua informasi akan kami tampung, akan dianalisis apakah dapat ditingkatkan ke penyelidikan.

 "Penyelidikan itu dilakukan untuk mencari dan mengumpulkan bukti guna membuat terang sebuah peristiwa, apakah pidana atau bukan," katanya. 

Jadi, pada saat itu pihak Satgas Pangan Polri masih mengumpulkan informasi terkait dugaan adanya mafia minyak goreng sebagaimana diklaim oleh Muhammad Lutfi itu. Polisi bahkan belum bisa melakukan penyelidikan karena informasinya belum cukup untuk itu. Polisi belum bisa menentukan apakah benar ada mafia minyak goreng. Apakah benar ada tindak pidana sebagaimana disebut Muhammad Lutfi itu.

Bagaimana bisa Menteri Perdagangan itu berani menyatakan bahwa sudah ada tersangka mafia minyak goreng yang akan diumumkan oleh pihak kepolisian dalam hal ini Satgas Pangan Polri?

Sampai dengan hari Senin (21/3) itu lewat, bahkan sampai sekarang (25/3), janji Muhammad Lutfi itu tidak terbukti. Tidak ada polisi merilis para tersangka mafia minyak goreng.

Sebelum membuat pernyataan tersebut di Komisi VI DPR, Muhammad Lutfi juga sudah membuat beberapakali pernyataan tentang ada pedang yang melakukan penimbunan minyak goreng sebagai penyebab kelangkaan.

Pihak Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) sudah pernah membantah tuduhan bahwa anggotanya telah menimbun minyak goreng.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) Roy N. Mandey menegaskan asosiasinya tidak menimbun minyak goreng baik di gudang ataupun gerai.

"Prinsip dasar operasional kami adalah produk yang dikirimkan dari produsen dan distributor ke gudang peritel,  maka akan langsung kami distribusikan ke gerai-gerai dan langsung dijual kepada konsumen," kata Roy melalui siaran pers, 11/2/2022.

Roy menerangkan tidak ada urgensi atau kepentingan mengapa ritel modern harus menahan stok minyak goreng di gudang. Selain gudang peritel sangatlah terbatas, karena berisikan berbagai macam barang, model bisnis ritel modern adalah pengecer yang langsung menjual produk ke end user atau konsumen akhir.

"Bagaimana mungkin dan tidak masuk di akal sehat, ketika saat ini kita sendiri masih belum terpenuhi pasokan berdasar purchasing order kepada distributor minyak goreng kepada gerai gerai kami dan selalu langsung habis dibeli oleh konsumen dalam waktu 2 hingga 3 jam sejak gerai dibuka, dengan demikian dari mana lagi stok nya untuk menjual ke pasar rakyat," tuturnya. 

Terhadap tudingan Muhammad Lutfi  bahwa ada pengusaha minyak goreng yang menjual minyak goreng DMO ke produsen industri makanan, justru dibantah oleh pihak Kementerian Perindustrian.

Melalui Juru Bicaranya Febri Hendri Antoni Arif, Kementerian Perindustrian menjelaskan bahwa minyak goreng sawit  yang dipakai oleh industri makanan tidak memakai minyak goreng dari kebijakan DMO.

"Kami meyakini industri makanan pengguna MGS (minyak goreng sawit) tidak memakai MGS hasil DMO," ujar Febri lewat keterangannya kepada media, 11/3/2022. 

Febri menjelaskan, masalah kekosongan MGS yang terjadi di pasar-pasar merupakan akumulasi dari permasalahan persediaan atau stok MGS sejak bulan Desember 2021, termasuk terjadinya rush buying pada pertengahan Januari 2022.

Hal itu diperkirakan berkontribusi pada kelangkaan MGS di pasar, meskipun pada beberapa minggu terakhir dilakukan tambahan pasokan MGS ke masyarakat hasil perolehan DMO.

Demikian pula dengan tudingan Muhammad Lutfi bahwa ada pengusaha yang melakukan penyelundupan minyak goreng DMO ke luar negeri. Dibantah oleh Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI).

Direktur Eksekutif Gabungan Industri Minyak Nabati Indonesia (GIMNI) Sahat Sinaga mengatakan, selama ia berkecimbung di industri minyak goreng, penyeludupan tidak pernah terjadi.

Dia menjelaskan, sistem pengawasan bea cukai sudah sangat ketat sehingga kebocoran minyak DMO untuk pasar dalam negeri tidak mungkin dapat diekspor secara ilegal.

Sahat juga mengaku, para produsen sekaligus eksportir CPO, sempat kebingungan untuk mencari saluran pemasaran sawit untuk memenuhi kewajiban DMO. Sebab dia bilang, mayoritas industri minyak goreng tidak terhubung dengan produsen CPO di level hulu. 

Jadi sesungguhnya semua tudingan Menteri perdagangan Muhammad Lutfi tersebut sudah dibantah oleh pihak-pihak yang berkompeten.

Bantahan-bantahan tersebut berkorelasi dengan pernyataan dari pihak Satgas Pangan Polri maupun Mabes Polri bahwa sampai saat ini mereka belum menemukan bukti yang cukup bahwa benar ada mafia minyak goreng yang melakukan penimbunan dan penyelundupan.

Kepala Satgas Pangan Polri Irjen Helmy Santika sebelumnya mengungkapkan, kelangkaan minyak goreng di dalam negeri beberapa waktu terakhir lebih disebabkan oleh terhambatnya distribusi karena pelaku usaha mengurangi produksi dan distribusi. 

Dari uraian tersebut di atas, tampaknya klaim Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi di Komisi VI DPR, pada 17 Maret lalu bahwa ia telah melakukan koordinasi dengan pihak kepolisan dan dari situ ia telah telah mengantongi beberapa nama terduga mafia minyak goreng yang segera akan diumumkan kepolisian tidak sesuai dengan fakta.

Diduga saat itu ia sedang semakin bingung dan juga panik harus berbuat apa untuk mengatasi masalah minyak goreng itu. Sampai-sampai sempat dua kali ia mangkir saat dipanggil Komisi VI DPR untuk dimintai keterangannya. Ia sempat diancam akan dipanggil paksa oleh Komisi VI DPR.

Saat menghadiri dengar pendapat dengan Komisi VI. Ia pun dimarah-marah oleh anggota DPR. Yang menuduhnya tidak pro rakyat. Hanya menyengsarakan rakyat, dan seterusnya. Di bawah tekanan seperti itulah yang mungkin saja memaksa Mendag Lutfi "mencari selamat" dengan mengaku bahwa ia bersama polisi sudah mengantongi calon tersangka mafia minyak goreng itu. Supaya anggota DPR stop menyalahkan dia terus.

Wakil Ketua DPR dari Partai Nasdem yang juga berlatar belakang pengusaha besar Rachmat Gobel juga menolak tudingan ada mafia minyak goreng di balik kelangkaan dan mahalnya minyak goreng. Dia bilang, di Indonesia tidak ada mafia minyak goreng. Penyebab kelangkaan minyak goreng adalah kebijakan pemerintah yang salah.

"Mafia minyak goreng tidak ada, yang ada itu kesalahan membuat kebijakan. Namanya pengusaha, ingin cari untung. Melihat ada celah peraturan yang salah, lengah, dia masuk," kata Gobel. Karena itu, dia meminta Kementerian Perdagangan tidak mudah mengecap pihak lain sebagai mafia, dan sebaliknya mengevaluasi peraturan-peraturan yang diterbitkan. 

Rachmat Gobel benar. Siapapun kalau berdagang pasti tidak mau rugi, apalagi rugi dalam jumlah yang besar. Dalam tempo entah sampai kapan.  Kebijakan Menteri Perdagangan yang salah secara berulang-ulang sebagaimana disebut di atas itu sangat berpotensi membuat produsen dan pengusaha minyak goreng mengalami kerugian dalam jumlah yang sangat besar.

Lagipula apakah yang dimaksud dengan "mafia minyak goreng"?

Kalau mafia itu artinya kejahatan tersebut bukan hanya dilakukan oleh satu pihak saja, tetapi melibatkan beberapa pihak secara terorganisir. Dalam hal jika benar ada "mafia minyak goreng", maka itu  melibatkan secara bersama dan terintegrasi, bisa saja dari pihak produsen CPO, produsen minyak goreng sampai dengan pihak distributor. Apakah indikasi seperti itu?  

Kalau polisi menemukan ada orang yang melakukan penimbunan minyak goreng beberapa ratus karton, atau bahkan ribuan karton, itu bukan ulah mafia, tetapi lebih tepat ulah spekulan yang hanya aji mumpung mau mencari keuntungan di dalam kesempitan.

Saat harga minyak goreng terus mengalami kenaikan di November 2021, sebetulnya Kementerian Perdagangan, dalam hal ini Direktur Jenderal Perdagangan Oke Nirwan sendiri pernah menyebutkan beberapa penyebab kenaikan harga minyak goreng, yaitu:

  • Kenaikan harga minyak goreng lebih dikarenakan harga CPO internasional yang naik tajam.
  • Turunnya panen sawit pada semester kedua. Sehingga, suplai CPO menjadi terbatas dan menyebabkan gangguan pada rantai distribusi (supply chain) industri minyak goreng.
  • Terjadi kenaikan permintaan CPO untuk pemenuhan industri biodiesel seiring dengan penerapan kebijakan B30.
  • Gangguan logistik selama pandemi Covid-19, seperti berkurangnya jumlah kontainer dan kapal.

Program B30 yang disebut di atas adalah program pemerintah untuk mewajibkan pencampuran 30 persen diesel dengan 70 persen bahan bakar minyak jenis solar. Pengusaha CPO diwajibkan untuk memenuhi market produksi biodiesel sebesar 30 persen itu. CPO yang seharusnya untuk memproduksi minyak goreng konsumsi sebagian dialihkan untuk pemenuhan program B30 tersebut.

CPO untuk dalam negeri semakin berkurang ketika harga CPO di pasaran internasional semakin lama semakin tinggi. Memicu para produsen CPO lebih banyak ekspor daripada menjualnya di dalam negeri. Mengakibatkan pabrik minyak goreng kekurangan bahan baku. Produksi berkurang. Berlakulah hukum ekonomi. Saat permintaan lebih besar daripada persediaan, maka harga produk pasti naik.

Sayangnya hal itu disikapi oleh menteri Perdagangan Muhammad Lutfi dengan cara yang salah. Salahnya sampai enam kali berturut-turut dalam tempo hanya dua bulan. (dht).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun