"Saya memilih, Kevin yang pergi terlebih dahulu... kemudian Prita, selanjutnya Kanaya dan Anggi" saya memberi keputusan.
"tidak... tidak mungkin" Anggi mengambil alih pembicaraan "menurut perhitungan saya, mobil akan sampai disini dalam waktu dua jam, kalau saya yang terakhir diangkut motor jelek itu sama saja saya menunggu mobil yang akan datang... saya tidak mau"
"lagi pula, apa anak kecil ini bisa hidup sendiri selama tiga puluh menit kedepan?" kata Anggi lagi.
Anggi tidak salah, artinya saya harus memperhitungkan keadaan dengan lebih cermat. Tapi Kevin bisa saja menjadi panic sewaktu -- waktu dan berakibat fatal. Begitu pula Her, yang baru saja menyisip ke pikiran saya setelah melihat wajahnya mulai pucat.
"Biarkan bapak itu duluan, tampaknya dia lebih membutuhkan suasana yang tenang" kata Lukman pada akhirnya "Kevin, selama masih ada saya dan ibunya, semua masih terkendali"
Anggi dan Kanaya terpaksa setuju, khawatir kalau -- kalau justru Her yang badannya sebenarnya lebih besar dairapada kami semua itu justru mengalami serangan jantung dadakan setelah saya ceritakan keadaannya.
Kanaya mulai sibuk menyalakan senter lewat telepon genggamnya. Anggi mondar -- mandir mengatasi kepanikannya. Sedangkan Prita mencari alternative lain untuk menyelamatkan Kevin lewat ponselnya yang terhubung ke Internet. Fred... belum juga kembali.
Pukul 18.00, hari menjadi gelap. Kami memutuskan menunggu bantuan didalam bus, menghindari serangan binatang buas yang kapan saja bisa terjadi. Dan saya, harus mulai mencari Fred.
"Bagaimana dengan Fred" kata Lukman
"Tidak bisa dihubungi" jawab saya
"Hpnya jatuh waktu didalam hutan tadi" Kanaya menjawab seenaknya.