Mohon tunggu...
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan
Daffa Fadiil Shafwan Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Seorang terpelajar harus juga belajar berlaku adil sudah sejak dalam pikiran, apalagi dalam perbuatan. Itulah memang arti terpelajar itu.

Kepriyayian bukan duniaku. Peduli apa iblis diangkat jadi mantri cacar atau diberhentikan tanpa hormat karena kecurangan? Duniaku bukan jabatan, pangkat, gaji dan kecurangan. Duniaku bumi manusia dengan persoalannya.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jejak Sejarah Konstitusi Indonesia: UUD 1945 Versi 18 Agustus sampai Dekrit Presiden 5 Juli 1959

17 November 2024   16:30 Diperbarui: 17 November 2024   16:30 63
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Anri (Arsip Nasional Republik Indonesia) Digital

Oleh karena perubahan yang begitu besar tersebut, tepat pada 14 November 1945, kabinet presidensial Presiden Sukarno pun meletakkan jabatannya. Kemudian, disusun kabinet yang bertanggung jawab kepada KNIP. Dengan demikian, bergulirlah tahapan kabinet parlementer, dengan Perdana Menteri Sutan Sjahrir dan kemudian digantikan oleh Perdana Menteri Amir Sjarifuddin. Setelah Amir Sjarifuddin, Perdana Menteri dijabat langsung oleh Wakil Presiden, Moh. Hatta. Pada masa Hatta ini, kabinet mengalami vacuum of power, sebab Presiden Sukarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditangkap dan diasingkan oleh Belanda. Namun, pada saat itu dibentuk Pemerintah Darurat dengan Mr. Sjafruddin Prawiranegara sebagai Presiden RI sementara.

Perubahan besar itu memang kontroversial. Ada yang menganggap bahwa Wakil Presiden Hatta bersama Sjahrir sedang mengudeta Presiden. Namun demikian, kondisi revolusi yang penuh dengan kedaruratan, UUD 1945 yang masih jauh belum sempurna, dan berbagai faktor lainnya yang mendorong perubahan ini terjadi. Maklumat ini kemudian dianggap sebagai Konvensi Ketatanegaraan pertama, sebab tidak tercantum dalam pasal per pasal mengenai perubahan ini.

Konsesi-konsesi Diplomasi dan Terbitlah Konstitusi RIS (Republik Indonesia Serikat)

Revolusi ternyata belumlah selesai. Dengan berubahnya situasi akibat Belanda datang kembali, Indonesia harus diserang dalam Agresi Militer I dan Agresi Militer II. Ketegangan pertama kali ditandai oleh perpindahan ibu kota Republik ke Yogyakarta.

Belanda yang telah bersedia berunding dengan desakan Amerika Serikat, ternyata masih menyerang Indonesia. Namun, terdapat pencapaian dalam segi pengakuan diplomatik berkat perubahan sistem pemerintahan yang dibahas sebelumnya. Indonesia diakui Belanda dalam Perundingan Linggarjati dan Renville, meski hanya sebesar “daun di pepohonan”. Belanda mengakui Jawa, Sumatra, dan Madura sebagai bagian dari Republik Indonesia pada Linggarjati Agreement. Kemudian mengecil pada Renville Agreement, yaitu Jawa Tengah, Yogyakarta (ibu kota pada masa Revolusi), dan Sumatra sebagai bagian Republik.

Dalam kondisi demikian, wilayah di luar administrasi yang diakui dijalankan oleh Pemerintah Nederlands Indie dengan berdasarkan hukum Grondwet voor het Koninkrijk der Nederlanden yang memberikan status otonom kepada Hindia Belanda, Suriname, dan Curacao, tetapi tetap bertanggung jawab langsung kepada Kerajaan Belanda, terutama kepada Ratu Belanda.

Meski Republik Indonesia diakui secara de facto dalam Perundingan Linggarjati, terdapat konsesi-konsesi yang harus diterima Republik. Konsesi iini antara lain menyepakati pembentukan Negara Indonesia Serikat. Undang-undang Dasar Negara Indonesia Serikat akan ditentukan dalam persidangan yang di dalamnya terdapat delegasi Republik dan negara-negara bagian. Bersamaan dengan itu, Belanda juga sudah mengakomodasi politik federalisme ini, yaitu melalui Konferensi Malino, dan pembentukan berbagai negara bagian atas inisiasi Van Mook.

Dalam hal penyesuaian sifat pemerintahan Hindia Belanda dengan kedudukannya yang baru, Negara Indonesia Serikat dan pemerintah Belanda akan mengadakan aturan-aturan, sementara menunggu terbentuknya Negara Indonesia Serikat dan Uni Indonesia-Belanda, sembari mengusahakan penyesesuaian kedudukan Kerajaan Belanda dalam hukum negara nantinya.

Tak lama kemudian, Belanda menyerang Indonesia dengan Agresi Militer I-nya. Jenderal Spoor memerintahkan untuk menghabisi kekuatan Republik. Kemudian, akibatnya permasalahan Indonesia menjadi sorotan internasional. Dewan Keamanan PBB menghimbau kedua belah pihak untuk cease fire dan membentuk Komisi Tiga Negara (KTN) sebagai badan PBB untuk permasalahan Hindia Belanda.

KTN berunding pada 8 Desember 1947 di atas kapal milik Amerika Serikat, USS Renville di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Perundingan dilanjutkan di Kaliurang, Yogyakarta, pada 13 Januari 1948 dan diakhiri di atas USS Renville pada 17 Januari 1948, sehingga dikenal hingga sekarang sebagai Perundingan Renville.

Pasca-Renville Agreement, Belanda tetap gontok-gontokan kepada Republik. Belanda terus-menerus menggerus kedaulatan Republik dengan membentuk negara-negara bagian (negara boneka) sebanyak-banyaknya. Pada 18 Desember 1948, pemerintah Belanda menyatakan pihaknya tidak lagi terikat dengan Renville dan melancarkan Agresi Militer II, dengan sasaran utamanya adalah ibu kota Republik. Sukarno dan Hatta ditawan dan menyerahkannya kepada Sjafruddin Prawiranegara di Bukittinggi. Sementara itu, perjuangan fisik melalui Tentara Nasional Indonesia (TNI) tetap berlanjut dengan perintah gerilya semesta yang dipimpin oleh Panglima Besar Jenderal Sudirman.

Pertempuran itu mendapatkan sorotan kembali, dengan resolusi Dewan Keamanan PBB pada 28 Januari 1949. DK PBB meminta agar pemerintah Republik segera dikembalikan ke Yogyakarta dan kedua belah pihak untuk cease fire dan melakukan perundingan. Belanda menyetujui pada 7 Mei 1949, di mana terjadi pertempuan antara Mr. Moh. Roem (delegasi Republik) dengan Dr. Van Roijen (delegasi Belanda), di bawah pengawasan United Nations Commision for Indonesia (UNCI). Dalam Roem-Roijen Agreement, disepakati akan diadakan Konferensi Mejad Bundar (KMB), setelah pemerintah Republik dikembalikan ke Yogyakarta.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun