The Commercial Court has a crucial function in resolving bankruptcy and PKPU disputes to protect the interests of creditors and debtors and ensure the continuity of company operations. Problems in handling bankruptcy and PKPU cases often include slow trial processes, unclear legal interpretation, and inconsistencies in the application of decisions.Â
This research aims to evaluate the extent to which the role of the Commercial Court has been optimized in supporting the principles of justice, efficiency and transparency in resolving bankruptcy and PKPU disputes. Although the Commercial Court has made efforts to improve the effectiveness of its performance, there are still significant challenges such as differences in legal interpretation and a lack of competent human resources.
 From a company law perspective, optimizing the role of the Commercial Court is very important to maintain business stability and prevent wider negative impacts on the economy. This research emphasizes the need for reforms in strengthening regulations, training judges, and updating legal procedures to ensure a faster, more consistent and fair case resolution process.Â
Policy recommendations include increasing collaboration between judicial authorities and relevant government agencies as well as strengthening oversight mechanisms to ensure compliance with established standards. Thus, optimizing the role of the Commercial Court is expected to support the development of a better company legal system, create a conducive business climate, and minimize the risk of company liquidation which is detrimental to various related parties.
Keywords: Commercial Court, Bankcrupty Cases, Company Law, Postponement of Debt Payment Obligations (PKPU), Effectiveness and Optimizing.
Pengertian
Pembentukan Pengadilan Niaga tidak terlepas dari Memorandum Tambahan Kesepakatan Ketiga Indonesia dengan IMF (International Monetery Fund), yang disepakati pada tanggal 8 April 1998, khususnya kesepakatan yang tertuang dalam Lampiran VII, yaitu tentang Indonesia: Bankruptcy and Judi cial Reforms dalam ketentuan ini Indonesia sepakat untuk memperbaharui UU Kepailitan, dimana salah satu yang akan diperbaharui adalah dibentuknya Peradilan Komersial Khusus (Special Commercial Court).Â
Eksistensi Pengadilan Niaga, sebagai Pengadilan yang dibentuk berdasarkan Pasal 280 ayat (1) Perpu Republik Indonesia No. 1 tahun 1998 memiliki kewenangan khusus berupa yurisdiksi substansif eksklusif terhadap penyelesaian perkara kepailitan.Â
Yurisdiksi substansif eksklusif tersebut mengesampingkan kewenangan absolut dari Arbitrase sebagai pelaksanaan prinsip pacta sunt servanda yang digariskan dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang telah memberikan pengakuan extra judicial atas klausula Arbitrase untuk menyelesaikan sengketa para pihak sebagaimana telah diperjanjikan.Â
Jadi, walaupun dalam perjanjian telah disepakati cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase, di sini Pengadilan Niaga tetap memiliki kewenangan memeriksa dan memutus.Â
Pengadilan Niaga adalah pengadilan khusus yang berada di bawah Lingkungan Peradilan Umum. Pengadilan khusus adalah pengadilan yang mempunyai kewenangan untuk memeriksa, mengadili dan memutus perkara tertentu yang hanya dibentuk dalam salah satu lingkungan badan peradilan yang berada di bawah Mahkamah Agung yang diatur dalam undang-undang.Â