Sepertinya, aku masih terlalu bodoh menyimpulkan mati sebagai akhir dari segala sia-sia seperti Fukuyama yang tolol mengklaim bahwa kapitalisme adalah akhir dari segala sejarah.
Bunuh diri dan mati berakhir di kepala yang dinamis seperti metropolitan. Mereka berdua tidur di losmen tua bernama Hippocampus di bagian otak yang dihuni ribuan ingatan. Sedang, di dalam kamar, aku mengakhiri perkelahian diri dengan menggambar silet di atas urat nadi, takut dan menangis. Lupakan pesta, cinta dan dosa jalan Magelang-jogja yang dirindu nafsu.
Kehidupan pasca jam lima sore memanglah jujur. Banyak soal tak yang tak pernah bisa dijawab siang. Semakin gelap hari, semakin pula soal-soal sentimental membredeli bagian diri paling emosional. Semakin malam mengantar kantuk, semakin pula soal-soal temperamental mengetuk ruang paling subtil dalam diri.
Dahulu, aku sering abai pada problem diri. Namun, tangguh dan melawan banyak hal untuk segala yang komunal. Kini, aku dipelacuri malam yang sama sekali tak meneduhkan. Bermain-main dengan kesia-siaan, menyanyikan lagu putus asa yang entah kapan waktu tenggatnya, takut dan mencemaskan semua hal.
Sejujurnya, aku benar telah kehilangan hasrat untuk hidup. Meski, mati hanya bisa ku siapkan caranya dalam kepala. Sebab, tak berani aku mencoba meski hanya sekali saja.
Aku rasa, dalam lajur waktu yang linier, aku hanya menjalani hidup tanpa mampu lagi memberi makna tentang hidup sampai semua terasa basi. Sebab aku benar-benar melihat masa depan telah mati, harapan-harapan yang nestapa telah jadi artefak di museum terdahulu yang saban hari dikunjungi ingatan.
Bukankah kiamat hidup adalah kehidupan yang tanpa harapan?
Selain itu, bukankah tidak ada salahnya menjadi egois dan pesimis pasca kegagalan dan kekalahan berulang menikam dan membekaskan luka yang tak pernah bisa dilupa.
Setelah berulangkali gagal, siapa yang paling benar. Apakah Loki yang bersikukuh mengembalikan TVA dan teman-temannya atau Sylvie yang tak lagi ingin terlibat dengan perjuangan untuk TVA dan hanya ingin hidup. Pada film Loki Season 2 episode 5.
Yang jelas, mereka berdua sama-sama egois. Dan mengingat Sylvie sama mengingat lirik lagu yang sempat kubuat dengan Wicak.
"Mengapa hidup selalu kalah
mengapa hidup diluar kuasa
oh tidak ada yang benar-benar bahagia
sayang hidup hanya untuk sia-sia
hanya sia-sia, tak punya apa-apa"
-Sylvie Selalu Sia-Sia