Apa itu dunia? Apa itu manusia?
“Dunia adalah tempat hidupmu. Manusia adalah keturunanmu.”
Sesuatu itu berjalan ke arah tengah yang entah. Ia mengikutinya, dan seakan yakin bahwa sesuatu telah terlewat dalam detik jeda yang singkat. Ia berpikir. Ia (coba) mengingat. Tapi darinya telah dihapuskan ingatan, meski masih bisa ia menyusun sebuah pertanyaan: di mana surga?
Sesuatu itu mendengar menyelingar. Ia berhenti, bukan mati. Menoleh sedikit menatap lelaki itu ia berkata, “Surga belumlah ada, sebab dosa belum tercipta.”
Sebuah jawaban, yang menuntut dirinya dipertanyakan.
Benda-benda di layar melindap samar. Dua sosok itu berjalan menuju tengah yang entah. Burung-burung terbang hanya untuk hilang. Sebuah pohon. Sebuah sungai. Sebuah usai.
Lalu semua biru menyatu. Menjadi satu warna saja. Satu bentuk saja: layar itu.
3.
SEBUAH layar berwarna hitam yang tak menghadirkan apa-apa selain kelam. Sebuah cahaya, memaksanya tampak. Dalam hitungan yang lamban, hitam itu menyerah perlahan. Biru mulai menguasainya. Benda-benda tertangkap retina. Di tengah entah, sesosok lelaki sedang berdiri membelakangi. Di kiri bawah, sebuah danau.
Bunyi angin terdengar lain. Tak ada burung. Tak ada daun. Di tempat itu musim tak pernah gugur. Tapi sebongkah hati, telah hancur.
Lelaki itu menengadah merasakan hujan. Seperti terdengar ia merejan—atau mengejang. Sebuah ranting patah ke tanah. Sesuatu serupa cahaya lindap dan jadi ada.