Mingkar-mingkuring angkara
Akarana karenan mardi siwi
Sinawung resmining kidung
Sinuba sinukarta
Mrih kretarta pakartining nglemu luhung
Kang tumprap neng tanah jawa
Agama ageming aji
Dari bait tersebut, tampak jelas sekali bahwa hal yang paling mendasar adalah mengendalikan diri dari hawa nafsu. Nafsu adalah perasaan-perasaan kasar karena menggagalkan kontrol diri manusia dan membelenggunya secara buta pada dunia lahir. Apabila manusia sudah dikuasainya ia tidak lagi menuruti akal budinya, manusia semacam itu dapat mengancam lingkungan dan menimbulkan konflik-konflik dan ketegangan dalam masyarakat dan dengan demikian membahayakan ketentraman. Nafsu manusia dianggap penting, sebab makmur atau hancurnya dunia berdasarkan nafsu manusia. Jika seorang pemimpin berwatak mulia, maka nafsunya tergolong baik (muthmainnah) sehingga memiliki peran memayu hayuning bawana (melestarikan dan memakmurkan bumi). Tapi sebaliknya, bila seseorang pemimpin mempunyai tabiat nafsu ammarah (angkara murka) maka jangan ditanya akibat yang akan diperbuatnya. Nafsu angkara yang mengajak kejahatan diibaratkan seperti api yang hanya bermodalkan sebatang pentol korek api dapat membakar dan melahap apa saja. Wataknya selalu ingin ingin menang sendiri.
Dari bait pupuh pangkur Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV terdapat beberapa ajaran tasawuf yang merupakan upaya untuk memberihkan jiwa untuk menjadi manusia yang luhur, salah satunya adalah tidak mabuk keduniawian (zuhud). Zuhud pada sebagian orang sangat susah dijalankan, karena harus mengontrol hawa nafsu untuk tidak terlalu mabuk duniawi. Zuhud bukan berarti meninggalkan sepenuhnya yang bersifat duniawi, akan tetapi hanyameninggalkan ketergantungan dan berpasrah kepada Tuhan. Orang yang yang membiasakan zuhud biasanya akan berpola hidup yang sederhana, walaupun mampu untuk mencari harta sebanyak mungkin. Selain itu orang yang zuhud, akan senantiasa mengedepankan akhirat, dan tidak terperdaya oleh harta dan kedudukan hanya untuk kepentingan dirinya saja. Zuhud juga dijelaskan dalam Serat Wedhatama yang menjelaskan bahwa orang yang mempunyai kekuasaan atau kedudukan harus senantiasa menguasai ilmunya dan harus menguasai dirinya sendiri dalam arti mengontrol hawa nafsunya. Orang yang memiliki kekuasaan atau kedudukan harus senantiasa sadar bahwa semua harta dan kekuasaan itu hanya titipan Allah sebagaimana yang disebutkan di bawah ini ;
Sepantuk wahyuning Allah, Gya dumilah mangulah ngelmu bangkit mikat reh mangukut, kukutaning jiwangga, yen mengkono kena sinebut wong sepuh, lire sepuh sepi hawa, awas roroning atunggil.
Artinya :