Faktor penyebab korupsi adalah ketidakmampuan diri dalam mengendalikan hawa nafsu, keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan pengungkapan. Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi. Sementara itu faktor penyebab korupsi juga didukung oleh buruk dan lemahnya sistem sehingga membuat orang ingin berbuat korupsi, hal tersebut terjadi karena kurangnya etika dan integritas. Dalam banyak hal, penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan melakukan korupsi.
Alatas menyebutkan faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakan korupsi, kelemahan pengajaran pengajaran agama dan etika, kolonialisme, kurangnya pendidikan, kemiskinan, tiadanya tindak hukum yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk prilaku anti korupsi, struktur pemerintahan, perubahan radikal, serta keadaan masyarakat (Syed Husein Alatas, 1983: 16).
MENGAPA KEPEMIMPINAN PADA SERAT WEDHATAMA KGPAA MANGKUNEGARA IV PERLU KITA PELAJARI?
Kepemimpinan dalam budaya Jawa penuh dengan keteladanan dan diwujudkan dalam bentuk ajaran. Salah satu ajaran tentang kepemipinan terdapat dalam Serat Wedhatama. Kepemimpinan dalam Serat Wedhatama mencontoh kepemimpinan Panembahan Senapati yang merupakan Raja Mataram. Penembahan Senopati berperilaku utama, mempunyai tekad yang kuat, selalu berkarya, senantiasa menjaga hati untuk hidup sederhana dan selalu membuat hati orang lain tenteram (Wibawa, 2010).
Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV merupakan salah satu karya sastra Jawa yang mengandung ajaran kepemimpinan. Dengan demikian perlu dilakukan reaktualisasi terhadap ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama. Ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama diharuskan untuk memegang teguh, aturan dan kewajiban hidup warisan leluhur, yaitu wirya-arta-winasis. Wirya adalah keluhuran atau kekuasaan, arta adalahharta, dan winasis merupakan ilmu pengetahuan. Ketiga pedoman hidup ini haruslah dicapai semuanya, apabila satu hal dari tiga hal itu tidak dapat diraih, maka habislah harga diri manusia, lebih berharga dari daun jati kering, akhirnya hanya mendapatkan derita, jadi pengemis dan terluntalunta.
Serat Wedhatama merupakan sebuah karya yang berisi pengetahuan untuk dijadikan bahan pengajaran dalam mencapai keutamaan dan keluhuran hidup dan kehidupan umat manusia. Siswokartono juga mengatakan bahwa Serat Wedhatama merupakan karya mengandung ajaran ngelmu luhung atau ilmu yang tinggi. Meskipun Serat Wedhatama sebagaimana dinyatakan dalam makna pada kata wedhatama, tidak langsung ditujukan sebagai ajaran kepemimpinan, namun dari segi isi, Serat Wedhatama mengandung nilai-nilai kepemiminan yang sangat mendalam (Wibawa, 2010).
Reaktualisasi ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama diperlukan karena ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama masih relevan dengan kondisi sekarang. Konsep wirya, arta dan winasis perlu diajarkan.
BAGAIMANA KEPEMIMPINAN SERAT WEDHATAMA KGPAA MANGKUNEGARA IV BISA DIKAITKAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI?
Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV bisa dijadikan upaya pencegahan korupsi karena isi dari Surat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV ini mengandung suatu nilai dan mutu yang sangat tinggi. Dalam Serat Wedhatama ini tersirat tentang konsep syarat untuk mencapai suatu kepemimpinan yang baik. Selain itu, juga terdapat etika pemimpin yang baik yang terkadung dalam Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV tersebut. Jadi Serat Wedhatama ini banyak sekali mengejarkan nilai-nilai baik yang bisa membantu kita dalam upaya pencegahan korupsi. Kita sebagai pemimpin jika berpacu dan mempelajari isi dari Serat Wedhatama tersebut pasti akan meminimalisir tindakan kejahatan yang akan kita lakukan yang akan merugikan banyak orang. Dengan begitu, kita bisa menjadi seorang pemimpin yang baik. Karena sebenarnya faktor seorang pemimpin melakukan tindakan korupsi karena faktor keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan pengungkapan.
Untuk membahas nilai kepemimpinan dalam Serat Wedhatama, di bawah ini dikutip beberapa bait dari pupuh pertama pangkur pada bait pertama dalam Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV yang berisi :