Mohon tunggu...
Clara Oktavia Pratiwi
Clara Oktavia Pratiwi Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Nama : Clara Oktavia Pratiwi NIM : 43222010001 Jurusan : S1 Akuntansi Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

TB 2 - Diskursus Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV pada Upaya Pencegahan Korupsi

9 November 2023   23:07 Diperbarui: 9 November 2023   23:21 762
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nama : Clara Oktavia Pratiwi

NIM : 43222010001

Jurusan : S1 Akuntansi 

Dosen : Apollo, Prof. Dr, M.Si.Ak

Tulisan ini adalah membahas secara singkat tentang kepemimpinan Serat Wedhatama Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IV dalam upaya pencegahan korupsi.

Namun, sebelum membahas lebih lanjut akan hal tersebut, saya akan membahas terlebih dahulu tentang definisi dari korupsi itu sendiri dan akan membahas tentang Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV.

Dokpri
Dokpri

DEFINISI KORUPSI

Kata "Korupsi" berasal dari bahasa latin "Coruptio" (Fackema Andrea : 1951) atau "Corruptus" (Webster Student Dictionary : 1960). Selanjutnya dikatakan bahwa "Corruption" berasal dari kata "Corrumpere", suatu bahasa latin yang lebih tua. Dari bahasa latin tersebut kemudian dikenal istilah "Corruption, Corruptie" (Inggris), "Corruption" (Perancis) dan "Corruptie/Korruptie" (Belanda).

Arti kata korupsi secara harfiah adalah kebusukan, keburukan, kebejatan, ketidak jujuran, dapat disuap, tidak bermoral, penyimpangan dari kesucian.

Sebenarnya, Indonesialah yang pertama mencanangkan suatu peraturan khusus mengenai pemberantasan korupsi di Asia. Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat yang dijabat Jenderal A.H. Nasution menciptakan suatu peraturan untuk memberantas korupsi yang gejalanya sudah tampak pada tahun 1958 (Jur Andi Hamzah, 2005: 5).

Selanjutnya untuk beberapa pengertian lain, disebutkan bahwa (Muhammad Ali : 1998):

  • Korup artinya busuk, suka menerima uang suap/sogok, memakai kekua-saan untuk kepentingan sendiri dan sebagainya;
  • Korupsi artinya perbuatan busuk seperti penggelapan uang, penerimaan uang sogok, dan sebagainya, dan
  • Koruptor artinya orang yang melakukan korupsi.

Dengan demikian arti kata korupsi adalah sesuatu yang busuk, jahat dan merusak, berdasarkan kenyataan tersebut perbuatan korupsi menyangkut; sesuatu yang bersifat amoral, sifat dan keadaan yang busuk, menyangkut jabatan instansi atau aparatur peme-rintah, penyelewengan kekuasaan dalam jabatan karena pemberian, mengangkut faktor ekonomi dan politik dan penempatan keluarga atau golongan ke dalam kedinasan di bawah kekuasaan jabatan.

Syed Hussein Alatas memberikan ciri-ciri korupsi bahwa korupsi senantiasa melibatkan lebih dari dari satu orang, hal inilah yang membedakan dengan pencurian atau penggelapan, korupsi umumnya melibatkan kerahasiaan, ketertutupan terutama motif yang melatarbelakangi dilakukannya perbuatan korupsi itu sendiri, korupsi juga melibatkan elemen kewajiban dan keuntungan timbal balik yang mana kewajiban dan keuntungan itu tidaklah selalu berbentuk uang, usaha untuk berlindung dibalik pembenaran hukum, sehingga mereka yang terlibat korupsi adalah mereka yang memiliki kekuasaan atau wewenang dan mempengaruhi keputusan-keputusan itu, setiap tindakan korupsi mengandung penipuan yang biasanya pada badan publik atau masyarakat umum, setiap bentuk korupsi melibatkan fungsi ganda yang kontradiktif dari mereka yang melakukan tindakan itu didasarkan atas niat kesengajaan untuk menempatkan kepentingan umum di bawah kepentingan pribadi (Syed Husein Alatas, 1983 : 11-14).

Berdasarkan Pasal 2 UU No 31 Tahun 1999 jo UU No 20 Tahun 2001 korupsi adalah perbuatan melawan hukum dengan maksud memperkaya diri sendiri atau orang lain yang dapat merugikan perekonomian negara. Korupsi dirumuskan dalam 30 jenis Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan dikelompokkan menjadi 7 jenis besar Tipikor. Tujuh jenis besar tersebut, yaitu kerugian keuangan negara, penggelapan dalam jabatan, perbuatan curang, pemerasan, gratifikasi, benturan kepentingan dalam pengadaan, dan suap menyuap.

Oleh karena itu kita semua harus berupaya selalu mencari jalan agar perbuatan korupsi itu dapat dicegah, dipersempit dan diberantas habis, walaupun hal ini tidak mudah dari berbagai cara dan jalan untuk melakukan pencegahan itu.

Keberhasilan suatu bangsa dalam memperoleh tujuannya tidak hanya ditentukan dari melimpahnya sumber daya alam, tetapi ditentukan juga karena kualitas sember daya manusianya. Bahkan ada yang mengatakan bahwa bangsa yang besar dapat dilihat dari kualitas atau karakter bangsa itu sendiri. Dan bangsa yang dimaksud disini adalah manusia-manusia yang berada di dalam bangsa tersebut. Untuk membentuk kualitas atau karakter sebuah bangsa (manusia) tentunya membutuhkan proses pendidikan yang tidaklah mudah, pendidikan harus mencakup berbagai nilai, diantaranya nilai moral, etika, dan akhlak. Pendidikan tidak hanya mendidik untuk menjadi manusia yang cerdas, tetapi juga membangun kepribadiannya agar berakhlak mulia.

Akhlak yang dimiliki oleh seseorang bukanlah sesuatu yang dibawa sejak lahir, dan bukan pula sesuatu yang sifatnya tetap, akan tetapi sesuatu yang dapat berubah, berkembang dan harus dibentuk melalui proses dan waktu yang cukup lama. Demikian juga halnya dengan akal pikiran.

Indonesia sesungguhnya mempunyai kebudayaan yang tinggi dan adiluhung warisan nenek moyang yang ajaran-ajarannya tidak kalah penting dengan ajaran-ajaran, teori-teori, dan faham dari Barat. Salah satunya adalah Serat Wedhatama.

SERAT WEDHATAMA KGPAA MANGKUNEGARA IV

Serat Wedhatama merupakan salah satu kitab Jawa Kuno (kitab piwulang dan piweling) yang sangat popular dikalangan masyarakat Jawa. Serat Wedatama adalah salah satu cipta budaya yang digubah oleh Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegara IV antara tahun 1782 sampai dengan tahun 1810 tahun Jawa atau tahun Masehi 1853 sampai dengan 1881. Serat Wedatama adalah karya sastra dalam bentuk tembang yang tergolong didaktik moralistik, sebagaimana dinyatakan pada Pupuh Pangkur yang berbunyi: sinawung resmining kidung, yang artinya: dihias dengan indahnya lagu (tembang). Karya sastra didaktik dalam masyarakat Jawa merupakan sastra piwulang yang memberi tuntunan moral budi pekerti yang sebaiknya dilakukan oleh manusia. Secara harfiah, Serat Wedatama terdiri dari tiga suku kata yaitu serat, Weda dan tama. Serat memiliki arti tulisan atau karya yang berbentuk tulisan. Kata Weda berasal dari urat kata kerja Vid yang artinya "mengetahui" dan Veda berarti "pengetahuan". Pada jamannya Wedhatama sangat terkenal, bukan saja di dalam lingkup Istana Mangkunegaran saja tetapi juga Istana Kasunan maupun Yogyakarta. Bahkan Wedhatama dikenal dan dihafal sampai dipelosok-pelosok desa yang berbahasa Jawa. Meskipun hanya satu dan dua bait tetapi mereka itu hafal diluar kepala. Hal ini dikarenakan serat Wedhatama sangat digemari masyarakat. Sekarangpun banyak yang ingin mempelajari, mendalami Serat Wedhatama lebih dalam hingga menemukan intisari ajarannya. Hal tersebut menunjukan betapa tinggi nilai serta mutu yang terkandung didalam serat Wedhatama. Serat Wedatama berjumlah 100 bait terdiri dari lima macam tembang (pupuh), yaitu Pangkur, Sinom, Pucung, Gambuh, dan Kinanthi yang keseluruhannya berjumlah 100 pada atau bait.

KEPEMIMPINAN KGPAA MANGKUNEGARA IV PADA SERAT WEDHATAMA

Menurut Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV, hidup manusia itu ada tiga perkara, yaitu :

  • Wirya atau Keluhuran;
  • Arto atau Kekayaan Kemakmuran; dan
  • Winasis atau Ilmu Pengetahuan.

Apabila tidak ada satupun yang dapat diraih dari ketiga hal tersebut, maka habislah diri manusia itu. Akhirnya, manusia itu mendapat derita, menjadi pengemis, dan terlunta.

Dalam Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV juga terdapat tiga kategori leadership, yaitu :

  • Nistha, yang berarti memikirkan dirinya sendiri dan kelompoknya sendiri.
  • Madya, yang berarti tahu kewajiban dengan baik dan haknya dia ambil.
  • Utama, yang berarti istimewa, tidak ada pamrih apapun, melampaui keutamaannya.

Selain itu syarat leadership pada tindakan "RAOS GESANG" (Ki Ageng Suryamentaram) adalah :

  • Bisa rumangsa, ojo rumangsa bisa. Artinya adalah kita sebagai manusia wajib bisa merasa (berempati), bukan malah merasa bisa (sombong).
  • Angrasa wani. Artinya adalah berani bersikap, berani mengambil risiko, bertindak tegas, dan mampu berinovasi.
  • Angrasa kleru. Artinya adalah ksatria, berani mengakui kesalahan, dan jujur.
  • Bener tur pener. Artinya adalah pener itu berbeda dengan benar.

Dalam Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV juga terdapat lima tatanan moral mental, antara lain :

  • Aja dumeh, yang berarti jangan mentang-mentang dalam artian yang luas mendalam.
  • Aja gumunan, yang berarti jangan mudah kagum pada apapun.
  • Aja kagetan, yang berarti pada semua RT jangan mudah terkejut.
  • Prasojo atau prasaja, yang berarti suatu kesederhaan dan kecukupan.
  • Manjing ajur ajer, yang berarti melebur dengan tulus pada semua lapisan masyarakat.

Kemudian etika tindakan dokrin kepemimpinan KGPAA Mangkunegara IV gaya Serat Wedhatama pada Serat Kinanthi antara lain :

  • Eling lan waspada, artinya adalah pemimpin mampu untuk selalu ingat dan selalu waspada.
  • Awya mematuh nalutuh, artinya adalah pemimpin mampu untuk menghindari tindakan marah.
  • Gonyak-ganyuk ngelinhsemi, artinya adalah pemimpin mampu untuk jangan berbuat tidak sopan saat sedang rapat di depan umum.
  • Bangkit ajur ajer, artinya adalah pemimpin mampu untuk bergaul tulus tanpa membedakan kelas manusia.
  • Atetamba yen wus bucik, artinya adalah jangan berobat setelah terluka, yang berarti aplikasi paraxis tindakan harus tepat. Artinya pemimpin mampu memiliki ketelitian tindakan belum cakep ilmunya, tergesa-gesa ingin dianggap pandai, tercemar nafsunya, selalu merasa kurang, tertutup pamrih, dan sulit manunggal dengan Maha Kuasa.
  • Kareme anguwus-uwus uwose tan ana, mung janjine muring-muring, artinya adalah marah tanpa isi, asal marah, dan marah yang dilampiaskan ke orang lain. Artinya jangan pernah marah tak terkontrol, dan tidak anti kritik.
  • Nggugu karape priyangga, artinya adalah jangan bertindak semaunya sendiri, memikirkan segala sesuatunya dengan matang, mampu menempatkan diri dengan baik, dan mampu mematuhi segala aturan yang berlaku.
  • Mung ngenaki tyasing lyan, artinya adalah pemimpin mampu untuk memakai pengetahuannya benar atau berbeda dengan orang lain, ia bersikap baik hanya sekedar hormat dan menghormati orang lain.
  • Den bisa mbusuki ujaring janmi, artinya adalah ada kalanya perlu untuk kadang-kadang berpura-pura bodoh, lalu menghadapi orang bodoh dengan cara yang baik.

Dokpri
Dokpri

MENGAPA SESEORANG MELAKUKAN TINDAKAN KORUPSI?

Korupsi masih menjadi problem di negara-negara berkembang hingga saat ini. Korupsi memang sudah menjadi budaya di negara-negara berkembang dan sangat sulit diberantas. Untuk melakukan pemberantasan korupsi ternyata juga sangat banyak hambatannya. Sehingga bagaimanapun kerasnya usaha yang dilakukan oleh pemerintah melalui lembaga-lembaga negara ternyata korupsi juga tidak mudah dikurangi apalagi dihilangkan. Bahkan bisa dinyatakan bahwa korupsi tidak akan pernah bisa untuk dihilangkan.

Di tengah kehidupan yang semakin sekular, maka ukurannya adalah seberapa besar seseorang bisa mengakses kekayaan. Semakin kaya, maka semakin berhasil. Maka ketika seseorang menempati suatu ruang untuk bisa mengakses kekayaan, maka seseorang akan melakukannya secara maksimal. Di dunia ini, maka banyak orang yang mudah tergoda dengan kekayaan. Karena persepsi tentang kekayaan sebagai ukuran keberhasilan seseorang, maka seseorang akan mengejar kekayaan itu tanpa memperhitungkan bagaimana kekayaan tersebut diperoleh.

Faktor penyebab korupsi adalah ketidakmampuan diri dalam mengendalikan hawa nafsu, keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan pengungkapan. Keserakahan berpotensi dimiliki setiap orang dan berkaitan dengan individu pelaku korupsi. Sementara itu faktor penyebab korupsi juga didukung oleh buruk dan lemahnya sistem sehingga membuat orang ingin berbuat korupsi, hal tersebut terjadi karena kurangnya etika dan integritas. Dalam banyak hal, penyebab seseorang melakukan korupsi adalah karena ketergodaannya akan dunia materi atau kekayaan yang tidak mampu ditahannya. Ketika dorongan untuk menjadi kaya tidak mampu ditahan sementara akses ke arah kekayaan bisa diperoleh melalui cara berkorupsi, maka jadilah seseorang akan melakukan korupsi. Jadi, jika menggunakan cara pandang penyebab korupsi seperti ini, maka salah satu penyebab korupsi adalah cara pandang terhadap kekayaan. Cara pandang terhadap kekayaan yang salah akan menyebabkan cara yang salah dalam mengakses kekayaan. Korupsi dengan demikian kiranya akan terus berlangsung, selama masih terdapat kesalahan tentang cara memandang kekayaan. Semakin banyak orang salah dalam memandang kekayaan, maka semakin besar pula kemungkinan orang akan melakukan korupsi.

Alatas menyebutkan faktor-faktor penyebab terjadinya korupsi adalah ketiadaan atau kelemahan kepemimpinan dalam posisi posisi kunci yang mampu memberikan ilham dan mempengaruhi tingkah laku yang menjinakan korupsi, kelemahan pengajaran pengajaran agama dan etika, kolonialisme, kurangnya pendidikan, kemiskinan, tiadanya tindak hukum yang keras, kelangkaan lingkungan yang subur untuk prilaku anti korupsi, struktur pemerintahan, perubahan radikal, serta keadaan masyarakat (Syed Husein Alatas, 1983: 16).

MENGAPA KEPEMIMPINAN PADA SERAT WEDHATAMA KGPAA MANGKUNEGARA IV PERLU KITA PELAJARI?

Kepemimpinan dalam budaya Jawa penuh dengan keteladanan dan diwujudkan dalam bentuk ajaran. Salah satu ajaran tentang kepemipinan terdapat dalam Serat Wedhatama. Kepemimpinan dalam Serat Wedhatama mencontoh kepemimpinan Panembahan Senapati yang merupakan Raja Mataram. Penembahan Senopati berperilaku utama, mempunyai tekad yang kuat, selalu berkarya, senantiasa menjaga hati untuk hidup sederhana dan selalu membuat hati orang lain tenteram (Wibawa, 2010).

Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV merupakan salah satu karya sastra Jawa yang mengandung ajaran kepemimpinan. Dengan demikian perlu dilakukan reaktualisasi terhadap ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama. Ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama diharuskan untuk memegang teguh, aturan dan kewajiban hidup warisan leluhur, yaitu wirya-arta-winasis. Wirya adalah keluhuran atau kekuasaan, arta adalahharta, dan winasis merupakan ilmu pengetahuan. Ketiga pedoman hidup ini haruslah dicapai semuanya, apabila satu hal dari tiga hal itu tidak dapat diraih, maka habislah harga diri manusia, lebih berharga dari daun jati kering, akhirnya hanya mendapatkan derita, jadi pengemis dan terluntalunta.

Serat Wedhatama merupakan sebuah karya yang berisi pengetahuan untuk dijadikan bahan pengajaran dalam mencapai keutamaan dan keluhuran hidup dan kehidupan umat manusia. Siswokartono juga mengatakan bahwa Serat Wedhatama merupakan karya mengandung ajaran ngelmu luhung atau ilmu yang tinggi. Meskipun Serat Wedhatama sebagaimana dinyatakan dalam makna pada kata wedhatama, tidak langsung ditujukan sebagai ajaran kepemimpinan, namun dari segi isi, Serat Wedhatama mengandung nilai-nilai kepemiminan yang sangat mendalam (Wibawa, 2010).

Reaktualisasi ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama diperlukan karena ajaran kepemimpinan dalam Serat Wedhatama masih relevan dengan kondisi sekarang. Konsep wirya, arta dan winasis perlu diajarkan.

Dokpri
Dokpri

BAGAIMANA KEPEMIMPINAN SERAT WEDHATAMA KGPAA MANGKUNEGARA IV BISA DIKAITKAN DENGAN UPAYA PENCEGAHAN KORUPSI?

Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV bisa dijadikan upaya pencegahan korupsi karena isi dari Surat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV ini mengandung suatu nilai dan mutu yang sangat tinggi. Dalam Serat Wedhatama ini tersirat tentang konsep syarat untuk mencapai suatu kepemimpinan yang baik. Selain itu, juga terdapat etika pemimpin yang baik yang terkadung dalam Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV tersebut. Jadi Serat Wedhatama ini banyak sekali mengejarkan nilai-nilai baik yang bisa membantu kita dalam upaya pencegahan korupsi. Kita sebagai pemimpin jika berpacu dan mempelajari isi dari Serat Wedhatama tersebut pasti akan meminimalisir tindakan kejahatan yang akan kita lakukan yang akan merugikan banyak orang. Dengan begitu, kita bisa menjadi seorang pemimpin yang baik. Karena sebenarnya faktor seorang pemimpin melakukan tindakan korupsi karena faktor keserakahan, kesempatan, kebutuhan, dan pengungkapan.

Untuk membahas nilai kepemimpinan dalam Serat Wedhatama, di bawah ini dikutip beberapa bait dari pupuh pertama pangkur pada bait pertama dalam Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV yang berisi :

Mingkar-mingkuring angkara

Akarana karenan mardi siwi

Sinawung resmining kidung

Sinuba sinukarta

Mrih kretarta pakartining nglemu luhung

Kang tumprap neng tanah jawa

Agama ageming aji

Dari bait tersebut, tampak jelas sekali bahwa hal yang paling mendasar adalah mengendalikan diri dari hawa nafsu. Nafsu adalah perasaan-perasaan kasar karena menggagalkan kontrol diri manusia dan membelenggunya secara buta pada dunia lahir. Apabila manusia sudah dikuasainya ia tidak lagi menuruti akal budinya, manusia semacam itu dapat mengancam lingkungan dan menimbulkan konflik-konflik dan ketegangan dalam masyarakat dan dengan demikian membahayakan ketentraman. Nafsu manusia dianggap penting, sebab makmur atau hancurnya dunia berdasarkan nafsu manusia. Jika seorang pemimpin berwatak mulia, maka nafsunya tergolong baik (muthmainnah) sehingga memiliki peran memayu hayuning bawana (melestarikan dan memakmurkan bumi). Tapi sebaliknya, bila seseorang pemimpin mempunyai tabiat nafsu ammarah (angkara murka) maka jangan ditanya akibat yang akan diperbuatnya. Nafsu angkara yang mengajak kejahatan diibaratkan seperti api yang hanya bermodalkan sebatang pentol korek api dapat membakar dan melahap apa saja. Wataknya selalu ingin ingin menang sendiri.

Dari bait pupuh pangkur Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV terdapat beberapa ajaran tasawuf yang merupakan upaya untuk memberihkan jiwa untuk menjadi manusia yang luhur, salah satunya adalah tidak mabuk keduniawian (zuhud). Zuhud pada sebagian orang sangat susah dijalankan, karena harus mengontrol hawa nafsu untuk tidak terlalu mabuk duniawi. Zuhud bukan berarti meninggalkan sepenuhnya yang bersifat duniawi, akan tetapi hanyameninggalkan ketergantungan dan berpasrah kepada Tuhan. Orang yang yang membiasakan zuhud biasanya akan berpola hidup yang sederhana, walaupun mampu untuk mencari harta sebanyak mungkin. Selain itu orang yang zuhud, akan senantiasa mengedepankan akhirat, dan tidak terperdaya oleh harta dan kedudukan hanya untuk kepentingan dirinya saja. Zuhud juga dijelaskan dalam Serat Wedhatama yang menjelaskan bahwa orang yang mempunyai kekuasaan atau kedudukan harus senantiasa menguasai ilmunya dan harus menguasai dirinya sendiri dalam arti mengontrol hawa nafsunya. Orang yang memiliki kekuasaan atau kedudukan harus senantiasa sadar bahwa semua harta dan kekuasaan itu hanya titipan Allah sebagaimana yang disebutkan di bawah ini ;

Sepantuk wahyuning Allah, Gya dumilah mangulah ngelmu bangkit mikat reh mangukut, kukutaning jiwangga, yen mengkono kena sinebut wong sepuh, lire sepuh sepi hawa, awas roroning atunggil.

Artinya :

Siapapun yang menerima wahyu Illahi, lalu dapat mencerna dan menguasai ilmu. Mampu menguasai ilmu kasampurnan. Kesempurnaan diri pribadi. Orang yang demikian itu pantas disebut orang tua. Orang yang tidak dikuasai nafsu. Dapat memahami arti kemanunggalan antara titah dan Yang Menitahkan. (Pangkur : 12)

Sejatine kang mangkana, wus kakenan nugrahaning Hyang Widhi, bali alaming ngasuwung, tan karem karameyan, ingkang sipat wisesa wus, mulih mula mulanira, mulane wong anom sami.

Artinya :

Sebenarnya yang demikian itu, sudah mendapat anugerah Tuhan, kembali kealam fana, tidak mabuk keduniawian, yang bersifat kuasa menguasai. Kembali keasal mula. Oleh karena itu hai anak muda sekalian. (Pangkur : 14)

Orang yang zuhud, bukan hanya meninggalkan harta, akan tetapi menghindari sifat keduniawian pada diri sendiri yang dapat membelenggu jiwa yang mengakibatkan munculnya penyakit hati. Seperti yang di ungkapkan di atas, orang yang dapat menguasai ilmu utnuk menguasai dirinya, maka tidakakanmembelenggu jiwanya. Orang yang sudah menguasai kesempurnaan dirinya akan sadar bahwa semua itu hanya titipan Allah semata. Apabila orang sudah muncul kesadaran tersebut, maka akan membuahkan sifat zuhud, yang dapat mengontrol nafsu yang bersifat menguasai. Harta dan kekuasaan hanya digunakan sebagai sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah untuk selalu bersyukur. Ketamakan merupakan sifat yang paling merusak hati seseorang. Karena itu, zuhudakan memutus hubungan hati seseorang dari sifat-sifat tamak. Zuhudakan membersihkan nurani, memenuhi kalbu, mendorong seluruh anggota tubuh untuk menghilangkan penyakit hati yang menjadi penghalang antara hamba dengan Allah. Zuhud juga akan melahirkan rasa dekat dengan Allah, serta memperkuat keinginan untuk terus dapat menggapai pahala, mencapai makrifat, menggapai ridho Allah. Zuhud ini termasuk kedalam tahalli dimana merupakan sifat yang harus dimiliki setiap salik untuk menempuh perjalanan spiritual.

Selain pupuh pangkur, pupuh sinom yang merupakan inti dari nilai-nilai kepemimpinan dalam Serat Wedhatama juga menjelaskan tentang pengendalian hawa nafsu, antara lain :

Bait 1 Pupuh Sinom :

Nulada laku utama, tumrape wong tanah Jawi, wong agung ing Ngeksiganda,

panembahan Senopati, kepati amarsudi, sudane hawa lan nepsu,

pinepsu tapa brata, tanapi ing siyang ratri, amamangun karyenak tyasing sesame.

Terjemahan :

Contohlah perilaku utama, bagi kalangan orang Jawa, orang besar dari Ngeksiganda atau Mataram, Panembahan Senopati, yang tekun mengurangi hawa nafsu, dengan jalan prihatin atau bertapa, serta siang malam selalu berkarya membuat hati tenteram bagi sesama.

Bait 3 Pupuh Sinom :

Saben mendra saking wisma, lelana lalading sepi, ngingsep sepuhing supana,

mrih pana pranaweng kapti, tis tising tyas marsudi, mardawaning budya tulus,

mesu reh kasudarman, neng tepining jalanidhi, sruning brata kataman wahyu dyatmika

Terjemahan :

Dalam setiap pertemuan atau diskusi, membangun sikap tahu diri, setiap ada kesempatan, di saat waktu longgar, mengembara untuk bertapa, menggapai cita-cita hati, hanyut dalam keheningan kalbu, senantiasa menjaga hati untuk prihatin menahan hawa nafsu, dengan tekad kuat, membatasi makan dan tidur.

Dua bait pupuh sinom di atas dapat dimaknai sebagai kepemimpinan Panembahan Senapati raja Mataram yang berperilaku utama, yaitu mengurangi hawa nafsu, dengan jalan prihatin (bertapa), siang malam selalu berkarya membuat hati tenteram bagi sesama. Setiap ada kesempatan mengembara untuk bertapa, menggapai cita-cita hati, dan hanyut dalam keheningan kalbu. Senantiasa menjaga hati untuk prihatin (menahan hawa nafsu), dengan tekat kuat, membatasi makan dan tidur. Setiap pergi meninggalkan rumah, berkelana ke tempat yang sunyi, mencari ilmu agar jelas yang menjadi tujuan hidup sejati. Tekat hati selalu berusaha dengan tekun, memperdayakan akal budi, menghayati cinta kasih kepada sesama. Inti dari ajaran iniadalah agar pemimpin selalu berperilaku utama, seperti hidup sederhana dengan menjalankan laku prihatin, rendah hati (andhap asor) selalu berkarya untuk masyarakat, selalu menimba ilmu, mengembangkan kasih sayang kepada sesama, dan bersikap ksatria (Wibawa, 2010). Panembahan Senopati bertapa untuk mencapai sesuatu yang dituju, yakni untuk mendapat anugerah dan rahmat dari Allah. Untuk mencapainya harus dengan perjuangan bertapa untuk melatih dan mengolah jiwanya agar bisa menguasai hawa nafsunya sendiri. Saat bertapa seseorang akan senantiasa bersungguh-sungguh untuk berusaha melawan hawa nafsu dengan tidak tergoda nafsu setan. Senantiasa hatinya akan prihatin dengan berpegang teguh, dan bisa mengontrol hawa nafsu.

Dari bait pupuh pangkur Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV terdapat beberapa ajaran tasawuf yang merupakan upaya untuk memberihkan jiwa untuk menjadi manusia yang luhur, salah satunya adalah merasa cukup dengan nikmat (qanaah). Qanaah adalah menemukan kecukupan di dalam apa yang ada dan tidak menginginkan apa yang tiada. Orang yang merasa qanaah akan menemukan istirah (rehat) dari kecemasan dan berjaya atas segala sesuatu. Kesedihan dan rasa gelisah menjadi panjang bagi orang yang matanya mengejar apa yang dimiliki orang lain.Sifat qanaah adalah sifat yang harus dimiliki seriap orang. Karena dengan memiliki sifat tersebut seseorang akan lebih merasa dirinya tenang, tidak rakus, dan akan selalu bersyukur kepada Allah. Seseorang yang memiliki sifat qanaah tidak akan menghamburhamburkan harta untuk sesuatu yang tidak begitu penting. Hal yang dapat merusak qanaah adaah cinta dunia. Apabila seseorang kecintaan dunia telah menguasai, maka kecintaan tersebut akanmenggiringnya pada tindakan yang menjurus kepada hal-hal yang subhat hingga haram. Sifat qanaah akan menghancurkan pokok cinta dunia dari hati sehingga orang tersebut akan tercegah dari hal-hal yang haram dan syubhat. Qanaah akan menghancurkan benih katamakan, dan kerakusan. Qanaah akan menjaga kehormatan seseorang, serta menghilangkan dari perbuatan meminta-minta karena akan selalu merasa cukup dengan apa yang didapat, meskipun hanya sedikit. Seperti dijelaskan di dalam Serat Wedhatama bahwa kita sebagai makhluk seharusnya tetap menjalankan kehidupan dengan segala nikmat yang telah diberikan kepada kita. Selain itu, kita harus selalu bersyukur dengan segala nikmat tersebut. Hal itu dijelakan di bawah ini :

Nanging enak ngipaboga, rehne ta tinitah langip, apata suwiteng nata, tani tanapi agrami, mangkono mungguh mami, padunne wong dahad cubluk, durung wruh cara Arab, Jawane bae tan ngenting, parandene paripaksa mulang putra.

Artinya :

Tetapi lebih baik mencari nafkah, karena dititahkan sebagai makhluk lemah. Apa mengabdi raja, bertani atau berdagang, begitu menurut pendapatku ini karena saya orang bodoh, belum memahami cara Arab, sedang pengetahuan Jawa saya saja, tak memadai. Namun, memaksa diri mendidik anak. (Sinom: 11)

Dari bait-bait dua pupuh pangkur dan sinom Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengendalian hawa nafsu dalam diri kita itu sangat penting. Karena, pengendalian hawa nafsu yang baik menjadi salah satu kunci agar tidak melakukan tindakan korupsi. Melawan diri sendiri, hawa nafsu adalah musuh terbesar kita, Korupsi terjadi karena kurangnya kemampuan kita dalam mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri kita. Kecenderungan tindakan korupsi terjadi karena pelaku tidak bisa mengendalikan dirinya, meski hidup dalam berkecukupan. Pelaku tindakan korupsi itu sebenarnya tidak kekurangan, akan tetapi pelaku merasa kurang dengan apa yang sudah dimilikinya. Dengan demikian, kita sebagai manusia haruslah selalu merasa cukup dengan nikmat pemberian Tuhan. Karena, problem korupsi ini disebabkan oleh selalu merasa kurang, kurang, dan kurang, sehingga akan mengambil yang bukan menjadi haknya. Dan ini semua juga dijelaskan dalam salah satu lima tatanan moral mental yang ada pada Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV, yaitu prasojo atau prasaja, yang berarti kesederhaan dan kecukupan. Jadi, dari kedua bait ini dapat ditarik kesimpulan yaitu upaya pencegahan korupsi yang pertama yang ada pada Kepemimpinan Serat Wedhatama KGPAA Mangkunegara IV adalah mampu mengendalikan hawa nafsu.

Selanjutnya, dalam bait ke empat belas sampai tujuh belas pupuh sinom, disebutkan sebagai berikut:

Bait 14 Pupuh Sinom :

Tuwin ketip suragama, pan ingsun nora winaris, angur baya ngantepana,

pranatan wajibing urip, lampahan angluluri, kuna kumunanira,

kongsi tumekeng samangkin, kikisane tan lyan amung ngupa boga.

Terjemahan :

Begitu pula jika aku menjadi pengurus dan juru dakwah agama, karena aku bukanlah keturunannya, lebih baik memegang teguh, aturan dan kewajiban hidup, menjalankan pedoman hidup, warisan leluhur dari zaman dahulu kala hingga kelak kemudian hari, ujungnya tidak lain hanyalah mencari nafkah.

Bait 15 Pupuh Sinom :

Bonggan kang tan merlokena, mungguh ugering ngaurip, uripe lan tri prakara,

wirya arta tri winasis, kalamun kongsi sepi, saka wilangan tetelu, telas tilasing djanma,

adji godhong djati aking, temah papa papariman ngulandara

Terjemahan :

Salah sendiri bagi yang tidak membutuhkan, mengenai paugeran (ketentuan) orang hidup, hidup dan tiga perkara, wirya, arta dan yang ketiga winasis. Kalau sampai kosong, Dari ketiga hal tersebut, habislah harga sebagai manusia, Lebih berharga daun jati kering, Akhirnya menderita (papa), menjadi pengemis (papriman), dan mengembara terlunta-lunta (ngulandara).

Bait 16 Pupuh Sinom :

Kang wus waspada ing patrap, manganyut ayat winasis, wasana wosing jiwangga,

elok tanpa aling-aling, kang ngalingi kalingling, wenganing rasa tumlawung,

keksi saliring jaman, angelangut tanpa tepi, yeku aran tapa tapaking Hyang Suksma

Terjemahan :

Yang sudah paham tata caranya, menghayati ajaran utama, jika berhasil merasuk kedalam jiwa, akan melihat tanpa penghalang, yang menghalangi tersingkir, terbukalah rasa sayup menggema.

Bait 17 Pupuh Sinom :

Mangkono janma utama, tuman tumanem ing sepi, ing saben rikala mangsa,

masah amemasuh budi, laire anetepi, ing reh kasatriyanipun,

susilo anor raga, wignya met tyasing sesami, yeku aran wong barek berag agama

Terjemahan :

Demikianlah manusia utama, Gemar terbenam dalam sepi, di saatsaat tertentu, mempertajam dan membersihkan budi, Bermaksud memenuhi tugasnya sebagai satria, berbuat susila rendah hati, andai menyejukkan hati pada sesama, itulah sebenarnya yang disebut menghayati agama).

Ajaran kepemimpinan dalam bait ini adalah agar para pemimpin tidak terjebak hanya mencari nafkah (kikisane tan lyan amung ngupa boga), lebih baik memegang teguh, aturan dan kewajiban hidup, menjalankan pedoman hidup, warisan leluhur dari zaman dahulu kala hingga kelak kemudian hari. Selanjutnya para pemimpin dianjurkan untuk mengasah akal budi, agar cepat berhasil menjadi seorang pemimpin yang termasyhur, dan sebagai tauladan budi pekertinya. Pedoman hidup ada tigal hal, yaitu wirya-arta-winasis, wirya adalah keluhuran atau kekuasaan, artaharta, dan winasis adalah ilmu pengetahuan. Apabila satu hal dari tiga perkara itu tidak dapat diraih, maka habislah harga diri manusia, lebih berharga dari daun jati kering, akhirnya hanya mendapatkan derita, jadi pengemis dan terlunta-lunta (Wibawa, 2010). Wirya adalah kekuasaan, keluhuran, dan keperwiraan (Mardiwarsito, 1990). Orang yang luhur memang orang yang dihormati orang banyak. Orang dihormati karena keutamaannya, bukan kekuasaannya yang sewenang-wenang. Kuasa bukan berarti bisa melakukan apa saja, kehendaknya dituruti semua orang, dimana saja dan kapan saja ada yang melayani. Kekuasaan harus digunakan sebaik-baiknya. Seseorang yang memegang legitimate power memegang kekuasaan yang sah menurut peraturan perundang-undangan. Itu amanah yang harus dijalankan sebaik-baiknya. Arta memiliki arti sempit yaitu uang. Arta adalah harta (Purwadi, 2005). Apapun bentuknya harta kita, baik berupa benda bergerak maupun tidak bergerak, yang bisa berbunyi maupun yang tidak bisa berbunyi dapat disebut arta atau harta. Dalam memahami Serat Wedhatama jangan sekali-kali mengartikan harta sebagai tujuan. Disini harta adalah alat untuk mencapai tujuan.

Winasis berasal dari kata Wasis yang berarti pandai. Winasis berarti orang pandai. Hal pertama, untuk meraih kedudukan yang baik, seseorang harus bekerja tanpa mengenal pamrih di mana pun ia berada. Hal kedua, bagaimana orang harus meraih kekayaan dengan kerja keras. Hal ketiga yang harus dicapai adalah kepandaian, atau menuntut ilmu yang bermanfaat bagi kehidupan. Selanjutnya, pemimpin dianjurkan agar gemar terbenam dalam kesepian (bertapa), di saat-saat tertentu mempertajam dan membersihkan budi, memenuhi tugasnya sebagai satria, berbuat susila, rendah hati, dan pandai menyejukkan hati pada sesama (Wibawa, 2010).

Dari bait tersebut dapat kita pahami bahwa seseorang dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya haruslah tetap berpegang teguh pada peraturan yang berlaku disekitarnya. Selain itu dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab juga harus menggunakan akal budi yang sehat dan menggunakan ilmu pengetahuan yang kita miliki. Karena sebenarnya faktor lain penyebab korupsi juga disebebkan karena orang-orang tersebut dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya tidak berpegang teguh pada aturan yang berlaku, sehingga orang tersebut bisa seenaknya melakukan segala sesuatunya tanpa memikirkan bahwa yang ia lakukan itu sebenarnya dapat merugikan banyak pihak, tidak hanya dirinya saja. Kurangnya ilmu pengetahuan juga menjadi faktor penyebab orang tersebut melakukan tindakan korupsi. Selain itu, jika kita memiliki kekuasaan yang lebih dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab kita, kita harus menggunakan kekuasaan tersebut dengan sebaik-baiknya. Karena tidak menggunakan kekuasaan dengan sebaik-baiknya juga menjadi faktor penyebab tindakan korupsi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa selain pengendalian hawa nafsu, upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah tindakan korupsi adalah selalu berpegang teguh pada peraturan yang ada dan menggunakan kekuasaan yang kita miliki dengan sebaik-baiknya. Selain itu, kita juga harus memperbanyak ilmu pengetahuan baik itu tentang korupsi dan lain sebagainya.

DAFTAR PUSTAKA

Argiya, V. S. P. M. (2013). Mengupas Tuntas Budaya Korupsi yang Mengakar serta Pembasmian Mafia Koruptor menuju Indonesia Bersih. Recidive, 2(2), 162--170.

Mudemar A. Rasyidi. (2014). Korupsi Adalah Suatu Perbuatan Tindak Pidana Yang Merugikan Negara Dan Rakyat Serta Melanggar Ajaran Agama. Jurnal Mitra Manajeman, 6(2), 38.

Munandar, S. A., & Afifah, A. (2020). Ajaran Tasawuf dalam Serat Wedhatama Karya K.G.P.A.A Mangkunegara IV. KACA (Karunia Cahaya Allah): Jurnal Dialogis Ilmu Ushuluddin, 10(1), 51--75. https://doi.org/10.36781/kaca.v10i1.3064

Prasetyo, D., D.E., R., & Poniman, P. (2019). Serat Wedatama K.G.P.A.A Mangkunegara IV (Kajian Teologi Hindu). Jurnal Penelitian Agama Hindu, 3(1), 101. https://doi.org/10.25078/jpah.v3i1.823

Pujiartati, R., Joebagio, H., & Sariyatun, S. (2019). Pembelajaran Sejarah Berbasis Nilai-nilai Serat Wedhatama untuk Menumbuhkan Etika dan Moral Siswa. Yupa: Historical Studies Journal, 1(1), 48--62. https://doi.org/10.30872/yupa.v1i1.90

Wedhatama, S. (n.d.). Prosiding Seminar Pendidikan Nasional Reaktualisasi Ajaran Kepemimpinan dalam Serat Wedhatama Prosiding Seminar Pendidikan Nasional. 419--430.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun