Dunia politik internasional adalah arena yang kompleks, dipenuhi dengan berbagai aktor, kepentingan, dan dinamika yang kompleks. Untuk menavigasi kompleksitas ini, para ahli hubungan internasional telah mengembangkan berbagai teori yang berusaha menjelaskan perilaku negara dan interaksi antar mereka.Â
Di antara teori-teori tersebut, realisme, neorealisme, liberalisme, dan neoliberalisme menonjol sebagai empat aliran utama yang telah membentuk pemahaman kita tentang hubungan internasional. Artikel ini akan menguraikan keempat aliran tersebut, mengidentifikasi persamaan dan perbedaannya, serta memberikan contoh konkret untuk memperjelas pemahaman.
Realisme: Dunia yang Berpusat pada Kekuasaan
Realisme, sebagai salah satu aliran pemikiran tertua dan paling berpengaruh dalam hubungan internasional, menawarkan perspektif yang realistis dan seringkali pesimis tentang dunia politik internasional. Teori ini berfokus pada sifat manusia sebagai dasar utama perilaku negara, memandang dunia internasional sebagai arena persaingan yang didominasi oleh kekuatan.Â
Realis percaya bahwa manusia pada dasarnya egois dan berambisi untuk meraih kekuasaan, dan dalam konteks internasional, negara-negara selalu berusaha memaksimalkan kekuatan dan keamanan nasional mereka. Kaum realis berjalan dengan asumsi dasar bahwa politik dunia berkembang dalam anarki internasional yaitu sistem tanpa adanya kekuasaan yang berlebihan tidak, ada pemerintahan dunia. Negara merupakan aktor utama dalam politik dunia.Â
Tokoh tokoh realis
1. Niccol Machiavelli
Dalam "The Prince," Machiavelli mengemukakan bahwa penguasa harus pragmatis dan bersedia menggunakan segala cara, termasuk kekerasan, untuk mempertahankan kekuasaan, terlepas dari nilai-nilai moral. Â Bagi Machiavelli, tujuan akhir, yaitu mempertahankan kekuasaan, lebih penting daripada moralitas. Â Pandangan ini, yang dikenal sebagai "realpolitik," menekankan pentingnya kekuatan dan kepentingan nasional dalam hubungan internasional.
2. Thomas Hobbes
Hobbes, dalam "Leviathan," menggambarkan kondisi manusia dalam "keadaan alamiah" yang anarkis, di mana tidak ada aturan dan setiap orang bebas untuk melakukan apa pun yang mereka inginkan. Â Kondisi ini, menurut Hobbes, akan penuh kekacauan dan kekerasan karena manusia didorong oleh egoisme dan keinginan untuk meraih kekuasaan. Â
Untuk menghindari kekacauan, manusia perlu menyerahkan sebagian kebebasan mereka kepada penguasa yang kuat, yang disebut "Leviathan." Â Leviathan memiliki kekuasaan absolut untuk menegakkan hukum dan menjaga ketertiban. Â Pandangan Hobbes ini memiliki implikasi yang luas bagi hubungan internasional, karena menunjukkan bahwa negara-negara hidup dalam "keadaan alamiah" di mana tidak ada otoritas pusat yang dapat menegakkan hukum.
3. Hans Morgenthau
 Morgenthau, dalam "Politics Among Nations" menekankan pentingnya kekuatan nasional dan kepentingan nasional dalam hubungan internasional.  Dia berpendapat bahwa negara-negara selalu berusaha untuk memaksimalkan kekuatan mereka dan mengamankan kepentingan nasional mereka.  Morgenthau juga menekankan bahwa moralitas dan etika tidak dapat diterapkan secara universal dalam hubungan internasional, karena negara-negara selalu bertindak demi kepentingan mereka sendiri.
4. Kenneth Waltz
 Waltz, dalam "Theory of International Politics" menekankan peran struktur sistem internasional yang anarkis dalam membentuk perilaku negara.  Dia berpendapat bahwa anarki, yaitu ketiadaan otoritas pusat di tingkat internasional, merupakan faktor utama yang menentukan perilaku negara.  Struktur sistem internasional, khususnya distribusi kekuatan,  menentukan bagaimana negara-negara berinteraksi satu sama lain. Â
Waltz berpendapat bahwa negara-negara, meskipun memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda, Â akan selalu berusaha untuk bertahan hidup dalam sistem internasional yang anarkis. Kekuatan relatif, dalam konteks ini, menjadi faktor penting dalam menentukan perilaku negara.
Prinsip-prinsip utama realisme, yang membentuk dasar pemikiran
1. Anarki
Ketiadaan otoritas pusat di tingkat internasional merupakan prinsip fundamental realisme. Negara-negara hidup dalam "keadaan alamiah" di mana tidak ada yang dapat memaksa mereka untuk mematuhi aturan.Â
Tidak ada polisi dunia atau pengadilan internasional yang dapat menjamin kepatuhan terhadap hukum atau menyelesaikan konflik antar negara. Hal ini menciptakan lingkungan yang tidak stabil dan penuh ketidakpastian, di mana negara-negara harus mengandalkan diri mereka sendiri untuk menjaga keamanan dan kelangsungan hidup mereka.
2. Kekuasaan
Kekuasaan menjadi faktor utama dalam hubungan internasional menurut realisme. Negara-negara selalu berusaha untuk meningkatkan kekuatan mereka (militer) untuk menjamin keamanan nasional mereka dan mendapatkan pengaruh dalam sistem internasional. Kekuatan menjadi alat utama untuk mencapai tujuan nasional dan menjamin kelangsungan hidup negara dalam lingkungan yang tidak stabil.
3. Egoisme
Realisme menekankan egoisme sebagai motif utama perilaku negara. Negara-negara selalu bertindak demi kepentingan nasional mereka sendiri, yang didefinisikan sebagai keamanan dan kelangsungan hidup negara. Moralitas dan etika, menurut realis, tidak relevan dalam hubungan internasional, karena negara-negara selalu bertindak berdasarkan kepentingan mereka sendiri.
4. Realpolitik
Prinsip realpolitik menekankan bahwa kebijakan luar negeri harus didasarkan pada realitas kekuatan dan kepentingan nasional, bukan pada moralitas atau ideologi. Â Realis berpendapat bahwa negara-negara harus pragmatis dan bersedia menggunakan segala cara, termasuk kekerasan, untuk mencapai tujuan nasional mereka.
Neorealisme: Struktur Sistem Internasional
Neorealisme, yang juga dikenal sebagai realisme struktural, muncul sebagai pengembangan dari realisme klasik pada pertengahan abad ke-20. Â Aliran ini bergeser dari fokus pada sifat manusia yang egois, seperti dalam realisme klasik, menuju penekanan pada peran struktur sistem internasional dalam membentuk perilaku negara. Â Neorealis percaya bahwa struktur sistem internasional, khususnya distribusi kekuatan, merupakan faktor utama yang menentukan bagaimana negara-negara bertindak, bukan sifat manusia yang egois.
Tokoh-tokoh pemikir neorealisme:
1. Kenneth Waltz
Waltz, seorang ahli hubungan internasional Amerika, merupakan tokoh kunci dalam pengembangan neorealisme. Dalam karyanya "Theory of International Politics" (1979), Waltz menekankan peran struktur sistem internasional dalam membentuk perilaku negara. Dia berpendapat bahwa anarki, yaitu ketiadaan otoritas pusat di tingkat internasional, merupakan faktor utama yang menentukan perilaku negara.Â
Struktur sistem internasional, khususnya distribusi kekuatan, menentukan bagaimana negara-negara berinteraksi satu sama lain. Waltz berpendapat bahwa negara-negara, meskipun memiliki tujuan dan kepentingan yang berbeda, akan selalu berusaha untuk bertahan hidup dalam sistem internasional yang anarkis.
2. John Mearsheimer
Mearsheimer, seorang ahli hubungan internasional Amerika, merupakan salah satu tokoh neorealisme yang paling berpengaruh. Dalam karyanya "The Tragedy of Great Power Politics" (2001), Mearsheimer berpendapat bahwa negara-negara besar selalu berusaha untuk memaksimalkan kekuatan mereka dan mencapai hegemoni regional. Dia berpendapat bahwa anarki dan distribusi kekuatan merupakan faktor utama yang mendorong negara-negara besar untuk berperilaku agresif dan berusaha untuk mendominasi wilayah mereka.
3. Robert Gilpin
Gilpin, seorang ahli hubungan internasional Amerika, merupakan tokoh penting dalam pengembangan teori neorealisme. Dalam karyanya "War and Change in World Politics" (1981), Gilpin berpendapat bahwa perubahan dalam struktur sistem internasional, khususnya distribusi kekuatan, merupakan faktor utama yang mendorong konflik dan perang. Dia berpendapat bahwa negara-negara yang merasa terancam oleh perubahan dalam struktur sistem internasional akan berusaha untuk mempertahankan posisi mereka atau mengubah struktur sistem internasional untuk menguntungkan mereka.
4. Stephen Walt
Walt, seorang ahli hubungan internasional Amerika, merupakan tokoh neorealisme yang dikenal karena karyanya tentang "balancing" (penyeimbangan kekuatan). Dalam karyanya "The Origins of Alliances" (1987), Walt berpendapat bahwa negara-negara akan membentuk aliansi untuk menyeimbangkan kekuatan negara-negara yang lebih kuat. Dia berpendapat bahwa negara-negara yang merasa terancam oleh negara-negara yang lebih kuat akan berusaha untuk membentuk aliansi dengan negara-negara lain untuk mengurangi ancaman tersebut.
Prinsip utama yang membentuk dasar pemikiran neorealisme
Pada dasarnya, prinsip-prinsip dalam neorealisme masih selaras dengan prinsip-prinsip realisme klasik, namun neorealisme memberikan penekanan yang lebih kuat pada peran struktur sistem internasional dalam membentuk perilaku negara. Â
Neorealis berpendapat bahwa struktur sistem internasional, khususnya distribusi kekuatan, merupakan faktor utama yang menentukan perilaku negara, bukan sifat manusia yang egois seperti yang diyakini oleh realis klasik. Â
Mereka percaya bahwa negara-negara akan bertindak sesuai dengan posisi mereka dalam sistem internasional, dan bahwa struktur sistem internasional lebih penting daripada sifat manusia dalam menentukan perilaku negara.
Perbedaan dan persamaan Realisme dan Neorealisme
PerbedaanÂ
1. Realisme klasik berfokus pada sifat manusia yang egois sebagai pendorong utama perilaku negara, sedangkan neorealisme menekankan peran struktur sistem internasional, khususnya distribusi kekuatan, dalam menentukan tindakan negara. Â
2. Realisme klasik kurang memperhatikan struktur sistem internasional, sementara neorealisme menganggapnya sebagai faktor utama dalam interaksi antar negara. Â
3. Realisme klasik menekankan kekuatan absolut, sedangkan neorealisme menekankan pentingnya kekuatan relatif dalam sistem internasional.
PersamaanÂ
1. Realisme maupun neorealisme mengakui bahwa sistem internasional bersifat anarkis, yaitu ketiadaan otoritas pusat yang dapat menegakkan hukum.Â
2. Kedua aliran ini menekankan pentingnya kekuatan dalam hubungan internasional. Negara-negara selalu berusaha untuk meningkatkan kekuatan mereka ( militer )Â
3. Realisme dan neorealisme percaya bahwa negara-negara selalu bertindak demi kepentingan nasional mereka sendiri.Â
4. Kedua aliran menekankan pentingnya "realpolitik," yaitu kebijakan luar negeri yang didasarkan pada realitas kekuatan dan kepentingan nasional mereka sendiri.
Liberalisme: Kerja Sama dan Institusi Internasional
Liberalisme, sebagai salah satu aliran pemikiran utama dalam hubungan internasional, menawarkan pandangan yang optimis tentang dunia politik. Berbeda dengan realisme yang menekankan konflik dan persaingan, liberalisme percaya bahwa kerja sama dan institusi internasional dapat menciptakan tatanan dunia yang lebih damai dan adil.Â
Liberalis percaya bahwa manusia pada dasarnya rasional dan mampu bekerja sama untuk mencapai tujuan bersama, dan bahwa negara-negara dapat bersatu untuk mengatasi tantangan global seperti kemiskinan, perubahan iklim, dan proliferasi senjata.
Tokoh tokoh pemikir liberalismeÂ
1. Immanuel Kant
Dalam karyanya "Perdamaian Abadi" (1795), berpendapat bahwa federasi negara-negara demokratis dapat menciptakan perdamaian dunia. Dia percaya bahwa negara-negara demokratis akan lebih cenderung untuk menyelesaikan konflik secara damai dan bekerja sama.
2. Woodrow Wilson
Presiden Amerika Serikat ini merupakan pendiri kuat Liga Bangsa-Bangsa, organisasi internasional yang dibentuk untuk mempromosikan perdamaian dan keamanan internasional. Wilson percaya bahwa kerja sama internasional melalui organisasi internasional merupakan kunci untuk mencegah perang dan menciptakan tatanan dunia yang lebih adil.
3. John Maynard Keynes
Perdagangan bebas dan kerja sama ekonomi internasional merupakan kunci untuk menciptakan kemakmuran dan stabilitas global. Keynes percaya bahwa negara-negara dapat bekerja sama untuk mengatasi tantangan ekonomi global.
4. Robert Keohane
 "After Hegemony" (1984) bahwa institusi internasional memainkan peran penting dalam mempromosikan kerja sama internasional dan menciptakan tatanan dunia yang lebih stabil. Dia percaya bahwa institusi internasional dapat membantu negara-negara untuk menyelesaikan konflik, membangun kepercayaan, dan menciptakan norma-norma internasional.
5. Joseph Nye
Ahli hubungan internasional ini berpendapat bahwa soft power, yaitu pengaruh yang didasarkan pada budaya, nilai-nilai, dan ideologi, merupakan faktor penting dalam hubungan internasional. Nye percaya bahwa negara-negara dapat menggunakan soft power untuk mempromosikan kerja sama dan mencapai tujuan nasional mereka.
Liberalisme didasari oleh beberapa prinsip utama
1. Individualisme
Liberalisme menempatkan individu sebagai unit dasar analisis, menekankan hak-hak dasar individu dan peran mereka dalam menciptakan masyarakat yang lebih baik.
2. Kerjasama
Liberalis percaya bahwa kerja sama internasional melalui diplomasi, negosiasi, dan institusi internasional adalah kunci untuk menciptakan tatanan dunia yang lebih damai dan adil.
3. Institusi Internasional
Liberalisme menekankan peran penting institusi internasional seperti PBB, WTO, dan UE dalam mempromosikan kerja sama, menyelesaikan konflik, dan membangun kepercayaan.
4. Interdependensi
 Liberalisme berpendapat bahwa interdependensi ekonomi dan sosial mendorong kerja sama antara negara-negara karena mereka saling membutuhkan untuk mencapai tujuan mereka.
5. Demokrasi
Liberalisme percaya bahwa demokrasi, dengan budaya toleransi, diplomasi, dan penghormatan terhadap hukum internasional, mendorong perdamaian dan kerja sama internasional.
Neoliberalisme: Peran Institusi Internasional
Neoliberalisme, sebagai cabang pemikiran dalam hubungan internasional, menawarkan pandangan yang lebih realistis tentang kerja sama dan tatanan dunia dibandingkan dengan liberalisme klasik. Meskipun mengakui sifat anarkis dari sistem internasional, neoliberalisme tetap percaya bahwa kerja sama dan institusi internasional penting untuk mencapai stabilitas dan kesejahteraan global. Neoliberalisme menekankan peran institusi internasional dalam mengurangi ketidakpastian, membangun kepercayaan, dan menciptakan tatanan dunia yang lebih adil.
Tokoh pemikir neoliberalisme
1. Robert Keohane
Dalam karyanya "After Hegemony" (1984), berpendapat bahwa institusi internasional memainkan peran penting dalam mempromosikan kerja sama internasional dan menciptakan tatanan dunia yang lebih stabil. Dia percaya bahwa institusi internasional dapat membantu negara-negara untuk menyelesaikan konflik, membangun kepercayaan, dan menciptakan norma-norma internasional.
2. Â Joseph Nye
Soft power yaitu pengaruh yang didasarkan pada budaya, nilai-nilai, dan ideologi, merupakan faktor penting dalam hubungan internasional. Nye percaya bahwa negara-negara dapat menggunakan soft power untuk mempromosikan kerja sama dan mencapai tujuan nasional mereka.
3. Â Kenneth Waltz
Karyanya "Theory of International Politics" (1979), memberikan kontribusi penting dalam memahami sistem internasional yang anarkis dan peran kekuatan dalam hubungan antar negara. Karyanya membantu membentuk dasar pemikiran neoliberalisme, yang mengakui anarki sebagai realitas sistem internasional namun tetap menekankan pentingnya kerja sama.
4. Robert Axelrod
Karyanya "The Evolution of Cooperation" (1984), menunjukkan bagaimana kerja sama dapat muncul dalam sistem yang anarkis melalui iterasi dan interaksi berulang antara aktor-aktor rasional. Teori permainan memberikan dasar ilmiah untuk memahami bagaimana kerja sama dapat muncul dalam sistem internasional yang anarkis.
5. John Mearsheimer
Negara-negara selalu berusaha untuk memaksimalkan kekuatan mereka dan bahwa kerja sama hanya terjadi dalam kondisi yang sangat terbatas.
Prinsip utama neoliberalismeÂ
Meskipun neoliberalisme  berakar pada liberalisme, memiliki beberapa aspek yang membedakannya dari aliran pemikiran sebelumnya.  Berbeda dengan liberalisme klasik yang cenderung mengabaikan atau meremehkan sifat anarkis dari sistem internasional, neoliberalisme secara eksplisit mengakui realitas anarki tersebut. Â
Neoliberalisme juga lebih realistis dalam memandang sifat negara-negara yang egois, sementara liberalisme klasik cenderung lebih optimis tentang sifat manusia dan kemampuan mereka untuk bekerja sama. Â Neoliberalisme juga menekankan pentingnya institusi internasional dalam mengurangi ketidakpastian, membangun kepercayaan, dan menciptakan tatanan dunia yang lebih stabil, sementara liberalisme klasik kurang spesifik tentang bagaimana institusi tersebut bekerja. Â
Meskipun demikian, kedua aliran pemikiran ini tetap berbagi beberapa prinsip dasar, seperti pentingnya kerjasama, interdependensi, dan demokrasi. Â Neoliberalisme dapat dianggap sebagai evolusi dari liberalisme klasik, yang mengakui realitas anarki dalam sistem internasional dan menekankan peran penting institusi internasional dalam memfasilitasi kerja sama.Â
Perbedaan dan persamaan liberalisme dan neoliberalismeÂ
Perbedaan
1. Liberalisme klasik cenderung mengabaikan atau meremehkan realitas anarki dalam sistem internasional, liberalisme klasik cenderung lebih optimis tentang sifat manusia dan kemampuan mereka untuk bekerja sama, sementara neoliberalisme secara eksplisit mengakui sifat anarkis tersebut. Neoliberalisme juga lebih realistis dalam memandang sifat negara-negara yang egois.
2. Liberalisme klasik menekankan pentingnya kerja sama internasional dan institusi internasional, tetapi kurang spesifik tentang bagaimana institusi tersebut bekerja. Neoliberalisme lebih menekankan peran institusi internasional dalam menciptakan tatanan dunia yang lebih stabil dan adil, dengan fokus pada peran mereka dalam mengurangi ketidakpastian, membangun kepercayaan, dan menciptakan norma-norma internasional.
PersamaanÂ
1. Liberalisme klasik maupun neoliberalisme mengakui pentingnya kerja sama internasional untuk mencapai tujuan bersama dan menciptakan tatanan dunia yang lebih damai dan adil.
2. Liberalisme klasik maupun neoliberalisme menekankan pentingnya interdependensi ekonomi dan sosial antara negara-negara sebagai faktor yang mendorong kerja sama.
3. Liberalisme klasik dan neoliberalisme cenderung mendukung demokrasi sebagai bentuk pemerintahan terbaik yang dapat mempromosikan perdamaian dan kerja sama internasional.
Meskipun memiliki perbedaan yang signifikan, keempat aliran pemikiran ini memiliki beberapa kesamaan. Mereka semua mengakui pentingnya negara sebagai aktor utama dalam hubungan internasional dan mengakui sifat anarkis dari sistem internasional. Namun, mereka memiliki pandangan yang berbeda tentang anarki dan peran kekuatan dalam hubungan antar negara.
Perbedaan utama terletak pada pandangan mereka tentang sifat manusia, peran institusi internasional, dan kemungkinan kerja sama internasional. Â Realisme dan neorealisme cenderung lebih pesimis tentang kerja sama internasional dan menekankan pentingnya kekuatan, sementara liberalisme dan neoliberalisme lebih optimis tentang kerja sama dan menekankan peran institusi internasional dalam menciptakan tatanan dunia yang lebih damai dan adil.
Realisme, neorealisme, liberalisme, dan neoliberalisme menawarkan perspektif yang berbeda tentang hubungan internasional. Â Tidak ada satu pun aliran yang dapat memberikan penjelasan lengkap tentang kompleksitas hubungan antar negara. Â Memahami berbagai perspektif ini penting untuk mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang hubungan internasional dan untuk mengembangkan solusi yang efektif untuk tantangan global. Â
Meskipun terdapat perbedaan, keempat aliran ini menunjukkan bahwa hubungan internasional adalah bidang studi yang dinamis dan terus berkembang, dengan para pemikir terus berdebat tentang sifat dan masa depan tatanan dunia.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H