Jika perisai duri itu ternyata lebih cepat meracuni leherku dan membuatnya putus membusuk, Â akan ku sumpah serapah kamu dengan segenap daya upaya lidahku, Â telingamu akan ku buat bosan dengan doa dan keyakinan.
Bahkan bila maut terpaksa merenggutku sebagai yang pertama, Â semangatku tentang kejujuran dan kesabaran akan penerimaan yang ku pastikan selalu jadi momok bagimu.
Dan belum akan berakhir, Â saat maut jadi giliranmu pun aku akan hadir di sana hari itu, Â saat tabur bunga pemakamanmu.
Apa kamu percaya kepadaku sungguh?
Karena aku tak mendengar suara dari hatimu. Â
Usai malam dan mimpi ini berlalu tidak ada lagi  tempat bagi parasmu,  bahkan dalam rajutan angan langkah ini.
Apa kamu menginginiku sangat? Â
Mengapa kamu mengingkari dua kodrat dalam peristiwa ini? Â
Jangan resah lalu tak tentu arah. Â
Perintahkan!, Â terbukalah semua pintu dan jendela bahagia yang tertutup.
Apakah kamu berprasangka pada takdir? Â