Mohon tunggu...
cipto lelono
cipto lelono Mohon Tunggu... Guru - Sudah Pensiun Sebagai Guru

Menulis sebaiknya menjadi hobi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Candi Pendem, Asu dan Lumbung: Bukti Sensitivitas Raja Terhadap Kehidupan Rakyatnya

21 Agustus 2024   10:59 Diperbarui: 21 Agustus 2024   16:20 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Candi Pendem, Asu dan Lumbung yang berada di areal pertanian penduduk.Dokpri

Magelang mempunyai "Trio Candi" Hindu yang berada di lokasi persawahan yaitu candi Asu, candi Lumbung dan candi Pendem. Kondisi demikian selain unik juga eksotis. Ketiga candi tersebut letaknya terpisah, walaupun jaraknya berdekatan. Jarak antar candi hanya dalam hitungan ratusan meter saja. 

Misalnya jarak candi Asu dengan candi Lumbung sekitar 300 m, jarak candi Asu dengan candi Pendem hanya berkisar 150 M. Sedang jarak candi Pendem dan Lumbung berkisar 500 m. Secara administratif ketiga candi tersebut berada di Dusn Candi Pos Desa Sengi Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang. Ketiga candi tersebut oleh BPCB Jawa Tengah dikelompokkan dalam kompleks candi Sengi

Dari ketiga candi tersebut yang saat ini benar-benar berada di tengah persawahan adalah candi Pendem. Posisi candi ini memang berada di tengah sawah penduduk dan letak candi berada di bawah permukaan tanah sawah. Pendek kata candi ini dulunya terpendam tanah. Maka disebut candi Pendem. 

Sementara itu candi Asu dan candi Lumbung juga berada di tengah persawahan penduduk, namun kondisi sekarang lokasinya berada di tepi jalan. Oleh sebab itu untuk menuju lokasi candi Pendem harus menyusuri dengan jalan kaki melewati pematang sawah.

Gambar diolah dari dokumen pribadi dan sumber lain.Dokpri
Gambar diolah dari dokumen pribadi dan sumber lain.Dokpri
Dilansir dari BPCB Jateng ketiga candi terletak di lereng Gunung Merapi sisi barat pada ketinggian kurang lebih 650 m diatas permukaan laut. Di dekat ketiga candi tersebut mengalir sungai Pabelan dan sungai Tringsing yang berhulu di puncak Gunung Merapi. Sungai ini mengalir ke arah barat dan bertemu di dekat candi Lumbung. 

Oleh sebab itu posisi candi Lumbung terletak pada aliran sungai. Sehingga pada saat gunung Merapi Meletus tahun 2010, candi Lumbung terkena dampak aliran lahar dingin. Maka saat itu dipindah ke Desa Tlatar Kecamatan Sawangan. Namun sekarang sedang berlangsung relokasi candi Lumbung menuju posisi yang tidak terlalu jauh dari posisi aslinya.

Gambar candi Lumbung saat di Tlatar dan saat ini.Dokpri
Gambar candi Lumbung saat di Tlatar dan saat ini.Dokpri

Berdasar data tersebut dapat diketahui bahwa batu andesit yang menjadi bahan dasar untuk membangun candi tersebut diambil dari sungai Pabelan dan atau sungai Tringsing. Kondisi demikian hampir ditemukan di semua candi yang ada di wilayah Magelang (secara khusus), bahwa letak candi tidak jauh dari sungai (kecuali candi Selogriyo, candi Gunung Wukir, candi Gunung Sari yang berada di atas bukit).

Bangunan dan Ragam Hias Candi 

Semua candi-candi yang ada (khususnya di Magelang) mempunyai keunikan dan daya tarik masing-masing. Demikian juga pada candi Asu, Pendem dan Lumbung yang dikelompokkan dalam kompleks Candi Sengi. Dari ketiga candi tersebut, bangunan candi Lumbung yang paling lengkap. 

Baik kaki candi, badan sampai atapnya. Bahkan relief-relief yang ada di kaki candi maupun badan candi juga dapat kita ketahui. Sehingga postur candi Lumbung dapat dilihat relatif utuh. Untuk candi Asu bangunanya baru nampak kaki dan badan candi. Pada kaki dan badan candi juga nampak relief-relief yang menghiasi. Atap candinya belum nampak. Kemungkinan batu-batunya sudah sulit ditemukan. Sedangkan untuk candi Pendem baru pada kaki candi. Badan maupun atap candi belum nampak. Perhatikan gambar dan cuplikan relief ketiga candi tersebut:

Gambar diolah dari dokumenn pribadi.Dokpri
Gambar diolah dari dokumenn pribadi.Dokpri
Relief-relief yang menghiasi candi-candi tersebut juga menampakkan keindahan. Pada umumnya bernuansa flora dan fauna. Untuk candi Pendem kita hanya mengetahui relief pada kaki candi saja. Itupun hanya pada bagian depan.  Semua relief terpahat dengan halus dan memancarkan keindahan.

Gambar diolah dari sumber penulis.Dokpri
Gambar diolah dari sumber penulis.Dokpri

Motif hias yang ada dikaki candi Asu adalah sulur-sulur, untaian bunga teratai, flora, dan burung kakatua (nuri) yang sebagian belum selesai dipahat secara detail. Pada bagian tubuh bagian bawah terdapat bingkai-bingkai berhias sulur-suluran tetapi bagian dalamnya berupa bidang kosong. Bidang tersebut diapit hiasan ghana yang belum selesai pengerjaannya. Pada badan candi terdapat relief hiasan flora di empat sisi dinding candi dan terdapat relief Kinara-Kinari (burung) sebagai hiasan plisir yang mengitari dinding candi. (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/kompleks-candi-sengi-candi-asu-candi-pendem-dan-candi-lumbung).

Motif hias candi Pendem yang dapat dijumpai adalah sulur gelung yang tumbuh dari ketiak ghana, sulur gelung tumbuh dari jambangan yang pada ikal sulur terdapat pahatan berupa burung nuri. 

Pada pipi tangga terdapat hiasan sulur gelung yang keluar dari mahluk bercakar, sedangkan ujung pipi tangga sebelah kiri terdapat Makara berbentuk kepala ikan yang di dalamnya terdapat hiasan burung. Hiasan lain adalah bentuk tumpal yang dijumpai pada pelipit atas kaki candi. (https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/kompleks-candi-sengi-candi-asu-candi-pendem-dan-candi-lumbung/)

Adapun candi Lumbung dijumpai ragam hias sulur gelung yang tumbuh dari ketiak ghana, sulur gelung tumbuh dari jambangan yang pada ikal sulur terdapat pahatan berupa burung nuri. Pada pipi tangga terdapat hiasan sulur gelung yang keluar dari makhluk bercakar, sedangkan ujung pipi tangga sebelah kiri terdapat Makara berbentuk kepala ikan yang di dalamnya terdapat hiasan burung. Hiasan lain adalah bentuk tumpal yang dijumpai pada pelipit atas kaki candi. Maka motif hias candi Lumbung juga tidak kalah menarik. Bahkan relief pada candi Lumbung lebih lengkap dibanding relief candi Asu dan Pendem.

Yang Menarik dari Candi Asu, Pendem dan Lumbung

Apa yang unik dan menarik dari ketiga candi tersebut?  Pertama, jenis candi adalah candi tunggal. Ketiga candi tidak ada pengiring/bangunan candi lain yang menyertainya. Kedua adalah tempat dibangunya.  Bahwa candi-candi tersebut dibangun di tengah persawahan penduduk. Maka tidak berlebihan apabila dijelaskan kalau pembangunan candi tersebut berkaitan dengan aktivitas pertanian. Ketiga adalah jarak candi. Seperti diuraikan di atas bahwa jarak antar ketiga candi berdekatan. Jarak ketiga candi hanya dalam hitungan ratusan meter.  

Mengapa ada tiga candi tunggal yang berdekatan jaraknya dan berada di areal sawah? Fakta ini yang menarik untuk diungkap. Jawaban pertanyaan ini bisa saja dikaitkan dengan beberapa hal yang melatarbelakangi:

a) Kesuburan tanah sawah

Desa Sengi memang berada di lereng gunung Merapi. Maka wilayah ini mempunyai tingkat kesuburan tanah yang relative baik. Kondisi demikian yang mendorong mansyarakat bertempat tinggal di wilayah ini. Tujuanya tentu memperoleh kehidupan yang layak melalui kegiatan bertani. Pembangunan ketiga candi tersebut tidak mustahil berkaitan erat dengan aktivitas perekonomian masyarakat (bertani).

b) Kepadatan jumlah penduduk

Akibat kesuburan tanah tersebut, maka Desa Sengi dan sekitarnya menjadi tumpuhan bagi masyarakat untuk bertempat tinggal di wilayah tersebut. Lama kelamaan pupulasi mereka terus bertambah, sehingga wilayah Desa Sengi dan sekitarnya ditandai padatnya jumlah penduduk. Dibangunnya tiga candi bisa saja untuk memberikan solusi yang bersifat keagamaan bagi penduduk Mataram yang berada di wilayah Desa Sengi dan sekitarnya di tengah perkembangan ekonomi masyarakat.

c) Populasi penganut Hindu di wilayah Desa Sengi dan sekitarnya

Semakin banyak jumlah masyarakat yang menempati wilayah tersebut, semakin menambah populasi penganut Hindu di wilayah Desa Sengi dan sekitarnya. Perkembangan agama inilah yang bisa menjadi salah satu alasan dibangun tempat ibadah yang berjumlah tiga.   

Siklus Spiritual Masyarakat Petani Magelang

Candi Pendem, Asu dan Pendem merupakan wadah siklus spiritual masyarakat petani Magelang (khususnya Desa Sengi Kecamatan Dukun). Mengapa demikian? Sebab ketiga candi tersebut dibuat sebagai upaya memenuhi kebutuhan spiritual masyarakat terkait dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan. Siklus tersebut sekaligus menjadi salah satu jawaban tentang pertanyaan mengapa ketiga candi bebentuk tunggal, dibangun di tengah sawah, dan jaraknya berdekatan. Bagaimana siklus spiritual terkait ketiga candi tersebut?

a) Candi Pendem

Nama asli candi Pendem adalah Pertimah yang berarti candi Bumi yaitu candi yang digunakan untuk berdoa agar hasil panen (hasilbumi) dapat melimpah. Jadi para petani sebelum mengerjakan sawah mereka melakukan ritual di candi Pendem. Oleh sebab itu candi Pendem adalah candi yang berfungsi untuk melakukan ritual untuk memanjatkan doa sebelum para petani mengerjakan sawahnya. Tentang nama candi Pendem, berkaitan dengan posisi vandi ini yang sejak ditemukan 1929 terpendam di dalam tanah. Sehingga sampai sekarang posisi candi berada di bawah permukaan tanah sawah penduduk.

b) Candi Asu

Selanjutnya pada saat para petani mengerjakan sawah, memelihara tanaman sampai panen, para petani beristirahat (ngaso) dan melalukan ritual doa. Para petani secara bersama-sama melakukan ritual doa di candi Asu. Maka kata Asu berasal dari kata "asohan" yang berarti ngaso atau istirahat.

Berdasar uraian fungsi candi Asu dapat diketahui bahwa nama candi Asu berasal dari kata Asohan yang lama kelamaan berubah menjadi Asu. Pada versi lain terdapat penjelasan bahwa nama candi Asu karena ditemukan candi Nandi yang sudah rusak yang wajahnya mirip anjing.

c) Candi Lumbung

Setelah mereka panen, para petani melakukan tasyakuran atas hasil panen yang sudah diperoleh. Dalam melakukan ungkapan syukur, para petani melakukan ritual doa di candi Lumbung. Dalam social budaya Jawa, Lumbung adalah tempat menyimpan hasil tanaman (hasil tani). Maka candi Lumbung merupakan siklus akhir para petani melakukan pemenuhan spiritual (doa) yang terkait dengan kegiatan ekonomi yang dilakukan.   Mengingat fungsi candi yang demikian, maka masyarakat secara turun temurun memberikan nama candinya bernama candi Lumbung. (Sumber: bapak Jumat, Juru pelihara candi Pendem, masa bakti 34 tahun, meneruskan jejak kakek dan ayahnya).

Berdasar uraian di atas dapat disimpulkan bahwa bahwa fungsi ketiga candi tersebut adalah sebagai tempat pemujaan dan berdoa khususnya untuk keberhasilan hasil pertanian. Maka sangat logis apabila keberadaan ketiga candi dibangun di tengah lahan  pertanian penduduk.

Dengan kata lain ketiga candi tersebut merupakan siklus aktivitas sipiritual para petani terkait dengan hasil panen yang diharapkan yaitu lancar dan melimpah hasilnya. Siklus spiritual dimulai dari candi Pendem, dilanjutkan ke candi Asu, dan berakhir di candi Lumbung.

Sensitivitas Raja pada Rakyatnya

Seperti diketahui, bahwa candi dibangun berdasar pada alasan sumber ekonomi masyarakat yang dianggap mampu. Sebab pembangunan dan pemeliharaan candi membutuhkan finansial yang relative besar. Selanjutnya bahwa dalam pembangunan candi selalu didasarkan pada perintah raja. Demikian juga candi Pendem, Asu dan Lumbung.

Mataram Hindu yang telah mengukir sejarah besar di pulau Jawa (Jawa Tengah khususnya) sudah meninggalkan  banyak jejak sejarah. Peninggalan tersebut sebagian besar ditunjukkan pada pembangunan candi. Budaya adiluhung selain bangunan candi juga komponen yang menyertai candi, biasanya terwujud pada peninggalan arca, relief, lingga dan yoni dalam berbagai versi dan bentuknya. Maka candi merupakan bukti nyata tentang kemampuan dan pengaruh kekuasaan raja. Pendek kata pembangunan candi merupakan wujud kebesaran raja. Makin banyak, makin besar candi yang dibuat menunjukkan seberapa besar kekuasaan dan pengaruh sang raja.

Namun dibalik pembangunan candi tersebut, terselip juga sikap peduli raja pada rakyatnya. Mengapa demikian? Sebab candi dibangun lebih bermuara pada kepentingan agama sang raja, pejabat kerajaan dan rakyat.

Di tengah perbedaan tentang fungsi candi, namun semua pihak sepakat bahwa candi mempunyai fungsi tempat ibadah/berdoa/mengajukan permohonan tentang sesuatu kebaikan yang diinginkan. Maka pembuatan candi harus mendapat persetujuan raja. Sebab raja adalah representasi dewa. Sebagai tempat ibadah, maka pembangunan candi tidak boleh asal jadi. Sehingga proses pembangunan candi harus melibatkan segenap tenaga profesional. Beberapa profesi yang terlibat antara lain:

1. Shapaka, yaitu  merupakan arsitek pendeta. Ia harus seorang Brahmana yang paham benar akan kitap suci, benar-benar mahir dalam ilmunya dan tingkah lakunya sesuai dengan kasta dan tingkatan hidupnya.

2. Sthapati, yaitu arsitek perencana yang memegang peranan utama dalam pelaksanaan pembangunan

3. Sutragrahin, yaitu pelaksana dan pimpinan umum bidang teknis

4. Taksaka, yaitu merupakan ahli pahat

5. Vardhakin, yaitu merupakan ahli seni hias. (sumber:https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbjateng/profesi-profesi-yang-terlibat-dalam-pembangunan-sebuah-candi)

Berdasar uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa dalam pembangunan sebuah candi telah ada pembagian pekerjaan yang jelas dan spesifik. Setiap profesi bekerja sesuai dengan bidangnya masing-masing. Maka agar terwujud bangunan candi yang indah dibutuhkan kerjasama dan jiwa kegotongroyongan yang diabdikan demi agama dan rajanya.

Oleh sebab itu pembangunan candi Pendem, Asu, dan Lumbung juga melibatkan segenap profesi di atas. Namun, berdasar struktur pemerintahan Mataram Hindu yang mengenal tiga tingkatan (kerajaan, rake/samgat, wanua), maka status candi bisa saja mengikuti struktur tersebut. 

Sehingga akan muncul candi yang bersifat kerajaan, karakean, ataupun wanua. Bentuk candi yang besar dan kompleks adalah ciri candi kerajaan, bentuk candi yang sedang adalah ciri candi karakean, sedang candi yang berbentuk tunggal bisa saja menjadi ciri candi wanua (tingkat desa). 

Maka candi Prambanan, dikelompokkan sebagai candi kerajaan. Sehingga candi tersebut akan menjadi pusat kegiatan agama di tingkat kerajaan. Sedang candi Sambisari, Kedulan, Losari, dll adalah bisa saja dikelompokkan sebagai candi Karakean. Sedangkan candi Asu, Pendem dan Lumbung adalah contoh candi wanua yaitu candi yang berada di wilayah pedesaan untuk kepentingan ibadah masyarakat pedesaan.

Dilansir dari https://id.wikipedia.org/wiki/Candi diperoleh penjelasan tentang hirarki atau ukuran candi yang dikelompokkan menjadi tiga. Pengelompokkan tersebut didasarkan pada ukuran, kerumitan dan kemegahan candi serta tingkat kepentinganya.  Maka pada tingkat skala kepentingan dikelompokkan menjadi tiga antara lain:

1) Candi Kerajaan, yaitu candi yang digunakan oleh seluruh warga kerajaan, tempat digelarnya upacara-upacara keagamaan penting kerajaan. Candi kerajaan biasanya dibangun mewah, besar, dan luas. Contoh: Candi Borobudur, Candi Prambanan, Candi Sewu, dan Candi Panataran.

2) Candi Wanua atau Watak, yaitu candi yang digunakan oleh masyarakat pada daerah atau desa tertentu pada suatu kerajaan. Candi ini biasanya kecil dan hanya bangunan tunggal yang tidak berkelompok. Contoh: candi yang berasal dari masa Majapahit, Candi Sanggrahan di Tulung Agung, Candi Gebang di Yogyakarta, dan Candi Pringapus.

3) Candi Pribadi, yaitu candi yang digunakan untuk mendharmakan seorang tokoh, dapat dikatakan memiliki fungsi mirip makam. Contoh: Candi Kidal (pendharmaan Anusapati, raja Singhasari), candi Jajaghu (Pendharmaan Wisnuwardhana, raja Singhasari), Candi Rimbi (pendharmaan Tribhuwana Wijayatunggadewi, ibu Hayam Wuruk), Candi Tegowangi (pendharmaan Bhre Matahun), dan Candi Surawana (pendharmaan Bhre Wengker).

Namun berdasar fakta yang ada di lapangan ditemukan adanya ukuran dan kerumitan candi maupun kemegahan yang berbeda. Setidaknya dapat dikelompokkan sebagai berikut:

  • Ada jenis bangunan candi Hindu kategori kompleks (terdiri candi induk, perwara, dan bangunan candi yang lain dalam jumlah banyak), bangunanya menjulang tinggi, mewah, besar, megah, dan luas, dihiasi arca dan relief yang lengkap dan halus. Contoh candi Prambanan.
  • Ada jenis bangunan candi Hindu kategori kompleks (terdiri candi induk, dan perwara), bangunan candi tidak terlalu tinggi, sedang, dihiasi arca dan relief yang tidak rumit. Contoh candi Kedulan, Sambisari, Gunung Wukir, Losari.
  • Ada jenis candi bangunan candi Hindu kategori tunggal, jarak berdekatan, jumlah lebih dari satu, bangunan tidak tidak terlalu tinggi, sedang, dihiasi relief yang tidak rumit. Contoh candi Asu, Pendem dan Lumbung.
  • Ada jenis candi bangunan candi Hindu kategori tunggal, tidak terlalu tinggi, sedang, dihiasi arca dan relief yang tidak rumit. Contoh candi Selogriyo, candi Pringapus.

Berdasar fakta tersebut kiranya juga perlu danya kategori hirarki candi pada tiga tingkatan yaitu candi tingkat kerajaan (contoh Prambanan), candi tingkat Watak/Karakean (contoh Losari, Gunung Wukir, dll), dan candi tingkat wanua/karaman (Candi Pendem, Asu, dan Lumbung, dll).

Adapun ciri masing-masing kategori tersebut berdasar pada jenis-jenis candi di atas. Tetapi dapat dijelaskan bahwa candi kerajaan merupakan candi yang paling besar. Candi watak/karakean tidak besar (sedang) namun merupakan candi kompleks, sedang candi wanua/karaman candinya kecil dan tunggal. Argumen ini tentu memerlukan telaah lebih lanjut agar mendapatkan penjelasan yang lebih detail tentang hirarki candi yang ada di masyarakat.

Maka candi Pendem, Asu dan Lumbung adalah candi tingkat wanua. Sehingga masyarakat desa (khususnya petani) yang memanfaatkan untuk kegiatan spiritual terkait dengan keberhasilan hasil pertanianya. Pembangunan ketiga candi tersebut sekaligus menujukkan adanya sensivitas raja terhadap kondisi riil yang dibutuhkan rakyatnya.

Pembangunan ketiga candi tersebut selain tepat sasaran tempatnya juga tepat sasaran pada kehidupan sosialnya. Tepat sasaran tempat didasarkan pada kondisi alam yang berada di lereng gunung Merapi yang memiliki tingkat kesuburan tanah baik. Tepat sasaran social karena tempat yang subur itu sudah dihuni oleh banyak masyarakat yang berprofesi sebagai petani. Sehingga pembangunan candi tersebut dapat melengkapi kebutuhan spiritual penduduk terkait dengan profesinya sebagai petani. Hadirnya ketiga candi tersebut, para petani dapat berdoa lebih nyaman dalam memohon hasil panen yang melimpah. 

Maka ketiga candi candi tersebut bukan saja disebut sebagai kompleks candi Sengi, namun juga bisa dikategorikan (menurut penulis) sebagai "kompleks candi petani Sengi".

Berdasar prasasti Kurambitan I dan II, Sri Maggala II serta Wanua Tengah diperoleh informasi bahwa ketiga candi tersebut dibangun abad IX masa Raja Kayuwangi dari Dinasti Sanjaya. Maka dibangunnya ketiga candi tersebut menjukkan raja Kayuwangi mempunyai sensivitas terhadap kehidupan rakyatnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun