3. "Merangkum Ahli Syari'ah dan Ahli Haqiqah":
Neo-Sufisme mencoba untuk merangkum peran seorang ulama sebagai ahli syari'ah (fuqaha') dan sekaligus ahli haqiqah (sufi). Ini berarti menciptakan kolaborasi antara ajaran syari'ah (hukum Islam) dan sufisme, sehingga seorang ulama memiliki pemahaman yang seimbang tentang aspek hukum dan aspek spiritual dalam Islam.
4. "Menciptakan Sosialisme Spiritual":
Neo-Sufisme bertujuan untuk mengubah pandangan tentang sufi yang sebelumnya bersifat apatis terhadap komunitas sosial menjadi gerakan sosial yang bertujuan membangkitkan sikap positif terhadap dunia. Dengan demikian, Neo-Sufisme menciptakan konsep spiritualisme sosial, di mana sufi tetap aktif di tengah-tengah masyarakat dan berperan dalam islah (perbaikan) demi kemajuan dan kesejahteraan masyarakat.
5. "Menyatukan Nilai Dunia dan Ukhrani":
Neo-Sufisme mencoba untuk menyatukan nilai-nilai kehidupan duniawi dengan nilai-nilai kehidupan ukhrawi (akhirat). Hal ini mengubah sikap yang hanya memandang dunia sebagai tempat penghinaan (hina) dan keji (keji) menjadi sikap yang melihat keseimbangan antara kehidupan duniawi dan kehidupan akhirat (ukhrawi).
6. "Menggabungkan Tradisi Tasawuf dengan Islam Ortodoks":
Neo-Sufisme menciptakan kolaborasi antara tradisi tasawuf dengan ajaran Islam ortodoks, dengan fokus pada memahami moral, nilai keimanan yang kuat, dan pemahaman yang seimbang tentang peran sufi dalam masyarakat.
D. Karakteristik NeoSufisme
Karakteristik Neo-Sufisme, berdasarkan data yang diberikan, adalah sebagai berikut:
1. Pemusatan pada Prinsip-prinsip Islam Ortodoks:
Neo-Sufisme menggantikan unsur-unsur mistis-filosofis dengan prinsip-prinsip Islam ortodoks. Hal ini mencakup penekanan pada pemahaman yang benar terhadap akidah Islam.