"Lah itu boleh masuk Mbah?"
"Iya boleh, jalannya aku arahin ke Kuburan. DI situ ada gubuk agak besar, jadi kalau sampeyan ngotot anak sampeyan datang, Cuma boleh diam di gubuk saja, makan seadanya di sekitar kebun, air masak sendiri. Pak RT sudah siapkan untuk pembakarannya."
"Jahat si Mbah"
"Sampeyan yang jahat, anak sampeyan satu datang lalu satu kampung masuk Rumah sakit semua, ga bisa solat dempetan, ga bisa shalat Ied. Siapa yang jahat hah? hah?"
"Mba surtttiiiiiiiii yang jahat..."
Satu masjid teriak semua.
"Aku bakal sembur pakai sirihku, kalau sampeyan ngotot suruh anakmu mudik, nda boleh."
Mba Surti ndumel, bibir manyun, mata larak lirik, sayangnya tidak ada yang mendukungnya.
"Mohon maaf ya, sekadar menambahkan yang Mbah Ning sampaikan, bahwa yang disampaikan Mbah Ning ini benar, kalau kita mau kampung kita sehat, aman ya mau nda mau harus tegas. Penyakit ini bukan main-main. Korbannya sudah sangat banyak. Kita masih ingin duduk berdampingan bu?"
"Masiiiiiiihhhh..."
"Kita masih mau bertemu dalam keadaan sehat walafiat?"