"Ini bahaya, sangat menyeramkan. Aku nda mau kampung kita yang bersih tiba-tiba jadi penyakitan. Jadi tadi aku sama karang taruna sudah buat pagar perbatasan, kita harus bergotong royong dan kompak menolak kedatangan tetangga kita dari kota."
"Tapi mereka saudara kita Mbah, kalau sampai lebaran mereka tidak bisa bertemu kita bagaimana?"
"Nah ini yang mau ta kemplang, eh Surti memang kamu yakin anakmu sehat?"
"Sehat lah Mbah, dia aman"
"Kalau di jalan dia bertemu yang sakit bagaimana?. Bilan anakmu, nda usah jadi pulang, aku nda akan ijinkan."
"Dengar ya, saat ini kita masih bisa duduk berdempet-dempet di Mesjid ini, kamu tahu di Kota? Jumatan sudah tak boleh, besok puasa saja tidak boleh ada tarawih, kalau masih mengkhawatirkan, Shalat Ied saja tidak ada. Apa kamu mau begitu?"
"Semakin banyak yang bandel kayak sampeyan semakin lama virusnya jalan-jalan"
Seluruh masjid tepuk tangan, aku bangga sama Mbah. Jawara kampun ini tudak asal ngomong.
Pak RT angguk-angguk kepala, Bude Surti menunduk bingung.
"Pokone, di gerbang kampung hanya ada 2 jalan"
"Satu jalan khusus untuk kita penduduk kampung. Ingat kalian pergi seperlunya. Di Gerbang kalian akan ditanya mau kemana, berapa lama, sama siapa?. Nah satu jalan lagi khusus untuk tetangga kita yang bandel yang baru datang dari kota"