Fahmi hampir beranjak saat bahunya di tepuk oleh Wendi. "Kamu dicari Rico tuh. Buruan."
"Sorry ya, Lok. Aku nggak jadi traktir kamu. Lain kali pasti aku beliin. Tugas memanggil nih." Wajah Fahmi tampak menyesal karena tidak bisa menemaniku.
"Aku nggak papa kok. Tenang saja," usirku secara halus.
Huft leganya bisa bebas dari Fahmi. Perasaan legaku tidak bertahan lama karena Elang menempati bangku yang tadi diduduki Fahmi. Jangan-jangan dia mau marah karena Jesi.
"Lang, jangan salah sangka ya. Tadi tu si Jesi yang mulai duluan. Lagian aku cuma memegang tangannya kok, pasti dia nggak sesakit itu." Aku coba membela diri sebelum menerima tuduhan yang enggak-enggak karena hasutan Jesi.
"Aku tahu. Kamu pasti punya alasan untuk melakukan hal itu. Jesi tadi cerita tapi aku yakin kalau dia mengarang saja."
Aku menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan Jesi, Rindu, dan juga Hera. Mencari Jesi karena ingin memastikan hasil eksperimen. Mencari kedua sahabatku karena aku tidak ingin berdua saja dengan Elang. Situasi ini sungguh tidak nyaman. Elang terus menerus menatapku.
Elang menangkup wajahku dengan kedua tangan lalu menghadapkan ke depan agar menatapnya. Wajahku jadi memerah karena merasakan betapa hangat tangan Elang.
"Kamu cari siapa?" tanya Elang sambil menggerakkan jempol mengelus pipiku. Aku serasa meleleh karena sentuhan Elang.
"Itu, aku nyari anu," kataku gugup.Â
"Nggak ada mahasiswa bernama Anu di sini," kata Elang dengan muka serius.