"Gimana kalau kita bikin eksperimen buat membuktikan kata-kata Jesi?" Hera menjentikkan jari dengan gembira.
"Betul tuh. Kata-kata Jesi jangan di masukkan dalam hati. Bisa saja dia berbohong." Rindu mengambil selembar kertas.
"Eksperimen 1?" Hera membaca dengan ragu-ragu.
"Yup, eksperimen. Kita harus membuat sebuah percobaan untuk membuktikan kata-kata Jesi."Â
Rindu kembali menulis. "Jadi gini, Elang bila ditambah dengan Elok maka akan terjadi aglutinasi atau tidak?"
"Emangnya aku ini golongan darah? Kok pakai aglutinasi segala?" Aku mulai merajuk.
"Ish, kamu tuh. Elang bila semakin lama semakin dekat dengan Elok maka akan terjadi perubahan warna?" Hera menulis sambil berbicara.
"Kalian pikir aku dan Elang itu reagen?" Aku makin cemberut.
"Becanda kok, Lok. Abisnya dari tadi wajahmu nggak enak dilihat." Rindu mencolek daguku.
"Serius nih!" Aku mengambil alih kertas dari Hera tapi kertas itu direbut kembali.
"Aku aja yang nulis. Jadi kalau Elang tiba-tiba dalam mode es mencair itu berarti ada Jesi di dekatnya. Kalau nggak ada Jesi itu berarti Jesi cuma mengada-ada."
"Kemarinnya pas kita makan soto, itu ada Jesi lho." Rindu coba mengingat kejadian yang sudah lewat.
"Gimana kalau besok kita mulai eksperimennya? Aku pastikan ada di dekat Elok, jadi kalau ada gejala yang aneh pasti langsung dicatat dan dilaporkan pada pertemuan berikutnya." Hera memandang kami meminta jawaban.
"Santai saja, Her. Wajahmu menakutkan," ujarku.
"Serius ini. Masa kamu dalam masalah, kita-kita ngajak becanda." Rindu menganggukkan kepala pada Hera.
"Betul." Hera juga mengangguk.
Aku menghembuskan napas, menerima ide konyol ini. Salahku juga sih, gara-gara curhatku mereka jadi kuatir.
"Jangan berpikir kalau ide ini konyol karena kita serius menjalani eksperimen ini." Lagi-lagi Rindu mengetahui isi kepalaku dengan sangat jelas.
"Semangat! Jangan kalah sama Jesi." Rindu menepuk pundakku.
Aku menarik Rindu dan Hera lalu memeluk erat. "Terima kasih."
"Itulah gunanya teman," kata Rindu sambil tersenyum, membuatku terharu.
...
"Duh, mana sih." Aku sudah duduk gelisah di kantin gara-gara menunggu Hera dan Rindu yang tidak kunjung datang.
"Nungguin Elang?" Pertanyaan dari Jesi mengejutkan. Cewek ini seperti jelangkung saja. Datang tak dijemput, pulang tak diantar.
"Iya nih, sayangku itu kok lama banget datangnya." Aku mengubah gaya bicaraku jadi mendesah manja-manja seperti gaya Jesi.
"Hahaha, kamu bohong kan? Aku tadi lihat Elang naik ke laboratorium  urinalisa. Aku saja dari sana." Jesi pura-pura tertawa sambil menutup mulut dengan tangan, berlagak anggun.
"Kamu tuh yang bohong. Elang baru saja datang. Tuh." Aku menunjuk ke parkiran motor. Elang tampak menghentikan motor untuk parkir.
Jesi menghentakkan kaki merasa kesal. "Ingat taruhan kita? Aku nggak akan kalah."
Aku memegang tangan Jesi yang hendak meninggalkanku. "Aku nggak bilang kalau mau diajak taruhan."
Jesi melemparkan senyum sinis. "Terserahlah, yang jelas aku tidak akan melepaskan Elang untuk cewek sepertimu."
"Apa maksudmu?" Aku meninggikan suara karena tersinggung.
"Elok! Apa-apaan ini?" Suara Elang terdengar marah.
"Sakit. Tolong bilang ke Mbak Elok supaya nglepasin tanganku," rengek Jesi sambil menggoyang-goyang tangan Elang. Drama banget.
Aku melepaskan Jesi. Tatapan Elang seperti perintah tegas yang harus segera dilaksanakan. Jesi mengelus-elus tangannya yang sama sekali tidak sakit. Aku sama sekali tidak mengerahkan tenaga dalam waktu mencengkeramnya. Lagi pula mana bisa tenagaku dibandingkan dengannya. Aku jadi ingat rasa sakit akibat cekalan Jesi kemarin.
"Kamu bawa buku yang mau kupinjam?" Jesi dengan cepat mengalihkan perhatian. Dia bahkan menuntun Elang menjauhiku.
"Dasar manusia rubah," umpatku pelan.
"Dasar tak tahu malu," umpat Rindu yang sudah berada di sampingku.
"Dasar Elang! Cakep banget sih." Kami berdua sontak menoleh pada Hera yang memandang Elang dengan kekaguman berlebih.Â
"Umpatan macam apa itu?" Rindu berkacak pinggang.
"Ih, Elang emang cakep kan? Ngegemesin." Hera membela diri.
"Iya juga sih. Elang memang dari dulu sudah cakep." Aku memukul pundak Rindu dengan pelan.
"Puji terus saja," ujarku sewot.
"Cemburu ya, Lok?" Rindu hendak  mencolek dagu tapi berhasil menghindar.
"Udah ah, masuk kelas saja yuk." Aku mengajak mereka untuk menunggu dosen berikutnya sambil ngerumpi di kelas.
"Elok." Fahmi berdiri menghalangi langkahku.
"Nah, kebetulan ada Fahmi. Kami nitip Elok sebentar ya. Aku dan Rindu mau ke perpus dulu." Hera menepuk pundakku untuk berpamitan
"Emangnya aku barang sampai harus dititipkan?" teriakku pada Hera yang menjauh dengan cepat.
"Pokoknya kamu tunggu kami di situ. Pak Juan masih lama masuknya," jawab Rindu tanpa menoleh.
"Tenang saja, Lok. Aku bakal nemenin kamu sampai mereka datang."
Aku kembali duduk dengan lesu. Masa iya harus ngobrol dengan Fahmi. Kalau dia geer dan mengira aku suka sama dia kan gawat.
"Kamu mau makan lagi? Aku pesenin deh? Cemilan? Minum?" Fahmi bertopang dagu menatapku, aku jadi risi.
"Yakin nggak mau? Jamnya pak Juan masih dua jam lagi lho."
Aku melihat jam tangan. Memang benar yang dikatakan oleh Fahmi. Kenapa juga Rindu dan Hera ke perpus tanpa mengajakku.Â
"Yakin kamu mau pesenin? Aku mau es jeruk satu, tempe mendoan empat, dan pisang goreng enam." Aku sengaja pesan banyak biar Fahmi illfil ma cewek rakus kaya aku.
"Wah makanmu banyak bener. Tenang saja, aku beliin semua."Â
Fahmi hampir beranjak saat bahunya di tepuk oleh Wendi. "Kamu dicari Rico tuh. Buruan."
"Sorry ya, Lok. Aku nggak jadi traktir kamu. Lain kali pasti aku beliin. Tugas memanggil nih." Wajah Fahmi tampak menyesal karena tidak bisa menemaniku.
"Aku nggak papa kok. Tenang saja," usirku secara halus.
Huft leganya bisa bebas dari Fahmi. Perasaan legaku tidak bertahan lama karena Elang menempati bangku yang tadi diduduki Fahmi. Jangan-jangan dia mau marah karena Jesi.
"Lang, jangan salah sangka ya. Tadi tu si Jesi yang mulai duluan. Lagian aku cuma memegang tangannya kok, pasti dia nggak sesakit itu." Aku coba membela diri sebelum menerima tuduhan yang enggak-enggak karena hasutan Jesi.
"Aku tahu. Kamu pasti punya alasan untuk melakukan hal itu. Jesi tadi cerita tapi aku yakin kalau dia mengarang saja."
Aku menoleh ke kanan dan ke kiri untuk mencari keberadaan Jesi, Rindu, dan juga Hera. Mencari Jesi karena ingin memastikan hasil eksperimen. Mencari kedua sahabatku karena aku tidak ingin berdua saja dengan Elang. Situasi ini sungguh tidak nyaman. Elang terus menerus menatapku.
Elang menangkup wajahku dengan kedua tangan lalu menghadapkan ke depan agar menatapnya. Wajahku jadi memerah karena merasakan betapa hangat tangan Elang.
"Kamu cari siapa?" tanya Elang sambil menggerakkan jempol mengelus pipiku. Aku serasa meleleh karena sentuhan Elang.
"Itu, aku nyari anu," kataku gugup.Â
"Nggak ada mahasiswa bernama Anu di sini," kata Elang dengan muka serius.
Ya Tuhan, aku sudah nggak kuat lagi. Tubuhku lemas. Aku sudah tidak perduli lagi dengan Jesi atau sahabatku. Fokusku sekarang hanya pada wajah Elang. Pada matanya yang tajam.
"Aku tidak suka kalau ada yang memalingkan wajah saat aku sedang berbicara," protesnya yang membuat pipiku menggelembung. Nggak salah tuh, bukannya dia yang suka melakukan itu padaku. Dia bahkan pura-pura tidak mendengar saat aku butuh bicara dengannya.
Elang menekan pipiku hingga kembali seperti semula. "Astaga Elok. Jangan membuatku semakin gemas."
Mataku melotot karena perkataan Elang. Dia gemas padaku? Gemas pengen diapain nih? Aku jadi makin salah tingkah.
Nb:Â
Aglutinasi :
1. Bio = penggumpalan butir-butir darah merah, bakteri, tepung sari, dan(atau) spermatozoa yang disebabkan oleh penambahan aglutinin dari bahan yang bersangkutan.
2. Kim = penyatuan sel atau bakteri akibat interaksi bakteri dan serum kekebalan yang bersangkutan.
3. Ling = a. Pengimbuhan pada akar kata yang mengakibatkan perubahan makna atau pemakaian.
         b. Peleburan bunyi bahasa yang berdampingan.
Reagen : bahan yang dipakai dalam reaksi kimia, biasa dipakai untuk mengetes darah.
Keterangan di dapat dari kbbi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H