Aku melepaskan Jesi. Tatapan Elang seperti perintah tegas yang harus segera dilaksanakan. Jesi mengelus-elus tangannya yang sama sekali tidak sakit. Aku sama sekali tidak mengerahkan tenaga dalam waktu mencengkeramnya. Lagi pula mana bisa tenagaku dibandingkan dengannya. Aku jadi ingat rasa sakit akibat cekalan Jesi kemarin.
"Kamu bawa buku yang mau kupinjam?" Jesi dengan cepat mengalihkan perhatian. Dia bahkan menuntun Elang menjauhiku.
"Dasar manusia rubah," umpatku pelan.
"Dasar tak tahu malu," umpat Rindu yang sudah berada di sampingku.
"Dasar Elang! Cakep banget sih." Kami berdua sontak menoleh pada Hera yang memandang Elang dengan kekaguman berlebih.Â
"Umpatan macam apa itu?" Rindu berkacak pinggang.
"Ih, Elang emang cakep kan? Ngegemesin." Hera membela diri.
"Iya juga sih. Elang memang dari dulu sudah cakep." Aku memukul pundak Rindu dengan pelan.
"Puji terus saja," ujarku sewot.
"Cemburu ya, Lok?" Rindu hendak  mencolek dagu tapi berhasil menghindar.
"Udah ah, masuk kelas saja yuk." Aku mengajak mereka untuk menunggu dosen berikutnya sambil ngerumpi di kelas.