Kepalaku terasa berat sekali, karena ini untuk pertama kalinya kepalaku tidak bersandar di bantal.
Selama ini, di ruangku sejak di ICCU dan ruang perawatan, kepalaku selalu berada diatas bantal. Walaupun tempat tidurku di tegakkan, supaya aku bisa duduk untuk erapi, mekan dan belajar menulis, tetapi kepalaku tetap berada di atas bantal.
Kata dokter, otak ku itu belum mampu untuk berdiri sendiri. Harus ditopang oleh bantal. Supaya otakku lebih kuat, tidak bisa lepas dari penyangganya.
Tetapi ketika Dokter Gandhi mengijinkan aku duduk di atas kursi roda biasa, entah apa pentimbangan dokter. Mungkin, dia sudah ingin memberikan latidah untuk otakku, lebih kuat, toh dalam waktu sesegera mungkin aku diusahakan untuk terbang pulang.
Mungkin dari pertimbangan itu, membuat Dokter Gandhi bisa tahu bagaimana keadanku dan otakku yang terserang stroke 10 hari lalu, saat itu.
Sehingga, jika aku memakai kursi roda biasa tanpa peyangga bantal dan aku dirasa belum mampu untuk bisa tegak, kemungkinan besar kepulangagnku untuk terbang ke Jakarta, bisa ditunda sampai ku benar2 mamp dan kuat.
Mungkin demikian, dasar Dokter Gandhi mengijinkan aku di dorong adikku untuk makan bersama di kantin rumah sakit.
***
Aku berada di atas kursi roda ala rumah sakit. Perlahan, adikku mendorong aku keluar dari kamarku. Mungkin, adikku sudah diberitah Dokter Gandhi tentang keadaanku bahwa kepalaku harus tegak dan tidak bisa terlalu cepat bergerak.
 Aku sendiri merasakan goyangan keras dikepalaku, ketika aku dibantu suster2 itu bangun dan didudukan di atas kursi roda. Aku diam sesaat, menyesuaikan kepalaku. Adikku menunggu dengan sabar. Aku merasakan goyangan keras di kepalaku .....
Goyangan itu hampir seperti denyutan otakku. Aku merasa tubuhku doyong ke kanan dan ke kiri. Bahkan, setelah sebuah bantal besar sudah mengganjal tubuh kananku pun, aku tetap merasa doyong ke kanan dan juga ke kiri, karena goyangan keras kepalaku.