Mohon tunggu...
Christie Damayanti
Christie Damayanti Mohon Tunggu... Arsitek - Just a survivor

Just a stroke survivor : stroke dan cancer survivor, architect, 'urban and city planner', author, traveller, motivator, philatelist, also as Jesus's belonging. http://christiesuharto.com http://www.youtube.com/christievalentino http://charity.christiesuharto.com

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

[Bab 3] Terapi Awal, Keluarga dan Musik

29 Mei 2021   15:35 Diperbarui: 29 Mei 2021   15:48 521
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Terapi awalku disana adalah, terapi musik. Dengan seorang nenek main harpa, membuat aku damai ......

Hari ketiga aku di ICCU di Rumah Sakit Katolik -- St Francis Hospital, San Francisco USA

Terapi Awal : Keluarga dan Musik

Silahkan ke youtbe Chanel ku, supaya bisa membayangkan, sepeti apa aku saat itu .....

Aku Pasca Stroke, terserang stroke di San Francisco 8 Januari 2010

Aku Pasca Stroke, dan bicaraku seperti alien

Hari itu, adalah hari ketiga, dimana aku hanya bisa berbaring saja di atas tempat tidur ruang ICCU di St Francis Hospital di San Francisco.

Aku hanya bisa berbaring saja, tanpa bisa bergerak, tanpa bisa berbicara.

Dan, dari mesin2 itu (akhirnya aku menyimpulkan) aku selalu mendengarkan suara2 mistrius dan mengeikan untukku, seakan hidupku tergantung dari mesin itu

Suara2ku hanya bergaug, seperti suara alien, kata anak2ku.

Hanya bisa mengangkat tangan kiriku, dan hanya bisa berusaha untuk nenggerakkan tubuh kananku untuk sekedar bergerak karena punggungku sangat pegal, tetapi sia2 saja .....

Aku membuka mataku dan menyadari bahwa tubuhku semakin segar.

Dingin tetap mengungkungku. Aku selalu bergidig karena dingin yang menggigit dan aku tidak bisa membetulkan selimutku, karena tubuh kananku tidak bisa diajak berkompromi .....

Dari jendela, terlihat masih gelap. Lampu2 masih menyala. Di ujung sama, lampu2 yang membentuk tarikan seperti seutas tali,yang membentang menjaga jembatan Golden Gate.

Lampu2 kuning itu jelas memancarkan semangant dalam hatiku.

Suatu saat, aku akan kesana untuk membawa kedua anakku. Karena sekarang aku hanya bisa berbaring saja, dan idak bisa membawa anak2ku kesana ....

Saat itu, padahal beda 1 hari saja sebelum stroke menyerangku, aku sudah membawa anak2ku ke Golden Gate dan berfoto di titik2 cantik yang aku tah, untuk mengabadikan betapa megahnya jembatan terkenal di seluruh dunia itu.

Dokumetasi pribadi
Dokumetasi pribadi
                                                                                                                                   

Pagi itu, setelah suster menegakkan tempat tidurku dan memberikan bantak bear di tubuh kananku, aku selalu bisa melihat dari jendela ruang ICCU tepat aku dirawt secara intensive, sebuah kota San Francisco yang megah ......

Sebenarnya, kemarin rencana kami mau kesana, jika aku tidak terserang stroke.

Aku tahu spot2 mana untuk bisa berfoto2 cantik dengan Golden Gate, dan aku membayangkan, kedua anak2ku akan berlarian berteriak2, dan aku bisa menjepret kenangagn itu dengan latar belakang jembatan yang di cet merah itu.

Aku mengibaskan pikiranku yang semakin melantur, yang akhirnya aku meneteskan air tama, dan hatiku jatuh terpuruk~

"Tidak! Aku tidak mau terpuruk lagi! Jika aku terus seperti ini, bagaimana aku bisa cepat sembuh?"

"Aku ingin cepat sembuh! Bukan sekedar sembuh saja, tetapi aku ingin cepat sembuh, secepat2nya! Supaya aku bisa cepat pulng ke Jakarta, bekerja lagi dan tidak hanya bisa berbaring saja disini!"

Mataku beralih dari jendela itu.

Di dindng di depanku, ada jam digital.

Ah ... masih jam 4 pagi. Pantesan, masih gelap. Aku berusaha tidur lagi. Supaya minimal aku mengurangi hari2 yang mengerikan, berbaring saja sendirian disini ......

Tetapi, aku tidakbisa tidur. Tidak lama kemudian, seorng suster datang. Sperti biasa, dia menyapaku ketika dilihatnya aku sudah terbangun.

"Good morning, mam". 

Kata2 standard dari suster, dan dia tersenym lebar. Dan dia tidak mengajakku bicara lagi. Mungkin dia tahu atau dokter memberitahu bahwa aku belum bisa bicara, serta aku jangan diganggu.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
                                                                                                                                

Disana, sebagian besar suster di ICCU adalah suster laki2, yang disebut bruder, walau agak tidak biasa menyebut dengan nama "bruder". Dan, dial ah salah satu suster yang selalu membatuku selama aku di ICCU ruamh sakit ini .....

Suster itu, memasukkan thermometer ke ketiakku. Mencatat semua angka2 di mesin itu, mengganti beberapa cairan infuse yang masuk ke dalam tubuhku, serta membetulkan posisi jarum2 yang menusuk ke tangan kanan dan kiriku.

Memriksa kantong kateter di bawah tempat tidurku, dan ketika terlihat sudah penuh, dia mengganti kantongnya.

Lalu, dia mengangkat tubuh kananku, membetulkan seliputku, dan aku meras sedikit nyaman dalam pebaringanku .....

Aku melihat semuanya, mataku cepat menangkap semuanya, dan menggiringnya untuk aku seakin mengerti jadwal hidupku selama aku berbaring disana. 2 atau 3 kali suster yang berbeda, akan memeriksa tubuhku dan menganti apa yang harus diganti.

Otakku penuh, aku ingin banyak bertanya, tetai aku tidak bisa!

Aku belum bisa bertanya, ah ... aku belum bisa berkata2! Aku benar2 harus sabar, mengumpulkan energy positifku. Mengatur emosiku supaya aku tidak berteriak!

Ya! Aku ingin berteriak keras2!

Aku ingin mengeluarkan semua isi hatiku!

"Bagaimana aku bisa bergerak! Bagaimana dan kapan aku bisa pulang!" 

"Bagaimana aku bisa membawa nak2ku untuk ke Golden Gate! Ah ..... jembatan itu sudah Tinggal sejengkal untuk anak2ku kesana, tetapi aku tidak bisa!" 

"Huhuhuhu ...... aku tidak bisa kesanaaaaaaaa ......"

Suster itu cukup lama dikamarku. Dia menuangkan air panas dan memberikan the celup di meja disisi tempat tidurku. Dia mengaduk dengan sedikit gula, dan membangunkan tubuhku dengan memencet tombol dan tempat tidurku bergerak tegak.

Dan, suster itu membetulkan tubuhku, menambahkan bantal di sisi kanaku, serta terus tersenyum. Dia mengangkat cangkir yang berisi te manis panas, dan menyuapiku dengan hsesendok kecil teh panas tersebut.

Ah, segar sekali. Ruang dingin itu akhirnya tersapu dengan air panas yang semakin hangat, mengalir ke kerongkonganku. Ternyata, cara menelanku pun semakin baik. Puji Tuhan .....

Habis secangkir, aku mau bilang terim kasih, tetapi yang aku dengar, kata2ku meang seperti alien, tanpa arti dan suara yang menggumam.

Ya, seperti kata anak2ku, dan suster itu pun tersenyum lebar seraya membalas,

"No problem, mam ....."

Suster itu pun keluar setelah membetulkan posisi tidurku lagi.

Aku memang belum kuat uduk berlama2, walau sudah diganjal bantal dan ranjang yang ditegakkan. Kepalaku masih berdenyut dan trus berputar jika posisi duduk demikian. Jadi, aku memang harus berbaring banyak, dahulu.

Matahari mulai muncul, dari jendela terlihat sudah mulai terang, sekitar jam 6.00 pagi. Aku berusaha untuk tidur lagi. Sebenarnya, tujuan tidur lagi adalah, untuk memotong waktu dalam hidupku, yang sedang hanya bisa berbaring saja.

Tetapi, tetap saja tidak bisa tidur lagi. Sehingga, otakku terus berputar2, dan banyak sekali yang terpikirkan, walau aku belum mau berpikir.

Yang aku merasa takjub adalah, mengapa aku masih mampu menyerap kata2 orang2 di sekelilingku, walau dalam bahasa Inggris?

Mengapa aku mampu menangkap apa yang ada di sekitarku, walau aku tidak bisa untuk menjawab?

Dan, mengapa aku bisa berpikir full dengan baik, walau ada ruang2 ibgatan, yang aku tidak ingat? Aku bisa mengingat bahwa aku aalah seorang arsitek. Aku bisa ingat bahwa aak2ku butuh bantuanku, karena itu aku harus segera sembuh.

Dan ......

Oiyaaaaaaa ......

Aku punya 2 orang sahabat yang ada di Jakarta dan aku ingin banyak curhat ke mereka! Tetapi, aduh ...... siapa ya, namanya?

Aku berpikir keras, mengingat2 nama 2 orang sahabatku. Uh ..... susah sekali!

Tetapi aku ingat. Dan, aku ingin mengobrol dengan nereka! Ok, nanti aku mita bapakku untuk menelpon mereka.

***

Selama 3 hari itu, aku tidak dimandikan, tetapi hanya di lap saja. Bau wangi sabun itu yang membuat aku semangat, setelahnya. Aku terus berpikir. Mungkin, ada yang aku ingat lagi untuk memotivasiku, supaya aku bisa segera sembuh.

Makan pagi, bubur lagi. Walau tubuhku, sudah dipenuhi dengan gizi dan makanan yang tepat untuk pemulihanku, tetapi aku pun tetap diberi makan pagi, siang dan malam.

Bukan sekedar makan saja, tetapi makanan itu sepertinya untuk men-terapi ku untuk belajar menelan.

Aku hanya tersenym saja, jika suster atau petugas2 datang dan masuk ke ruanganku, tanpa bersuara.

Aku cuma terus mengumpulkan energy positif ku, untuk belajar berkata2. Aku tidak pernah menangis dengan keadaanku, etapi aku cukup terpuruk krena keadaanku.

Tetapi, aku tidak pernah menunjukkan kepada keluargaku bahwa aku terpurk, karena aku tidak mau mereka semakin sedih.

Karena, aku yakin seyakin2nya bahwa mereka sangat sedih dan terpuruk dengan keadaanku. Dan, sepertinya mereka pun tidak pernah menunjukkan kepadaku bahwa mereka terpuruk!

Coba saja, bayangkan ....

Mana ada orang tua yang bisa menerima anaknya terserang stroke berat, heavy stroke istilahnya, dan kemungkinan besar anak itu hanya bisa berbaring saja di sisa hidupnya. 

Dan anak itu mempunyai 2 orang anak yang masih kecil? 

Dan, anak itu masih berumur kurang dari 40 tahun, stroke muda?

Aku yakin, orang tuaku tidak atau belum bisa menerimanya. Tetapi, mereka dengan sangat mengerti betapa aku membutuhkan mereka, tanpa mau menunjukkan betapa kesedihan nreka yang sangat dalam .....

Bagaimana dengan anak2ku sendiri?

Mungkin, mereka tdak terlalu menegerti dengan masa depanku, karena mreka masih SD. 

Yang mereka tahu dan (mungkin) mengerti adalah, bahwa mamanya sedang sakit serta mamanya tidak bisa berbicara.

Wajah keduanya jika mereka menjengukku adalah, awalnya sedih karena mamanya tidak bisa memeluk mereka seperti biasa, tetapi ketika aku bersuara seerti alien menurut mereka, mereka tertawa .....

Aku tidak tahu, bagaimana hatinya, tetapi yang aku tahu, mereka mau menerima bahwa mamanya sekarang tidak bisa memeluk mereka.

Ah ..... mengingat itu aku pun mulai terpuruk lagi, walau cuma sekejap.

Aku benar2 tidak mau terpuruk berlama2! Aku mau segera sembuh! SEGERA SEMBUH!!!

Pintu terbuka, kupikir ada suster yang datang lagi. Tetapi, bukan!

Tiba2 sebuah harpa besar digotong dan di letakkan tepat di drpanku, dan aku terbengong2,

"Untuk apa harpa ini?"

Tidak berapa lama kemudian, seorang perempuan tua datang dan langsung duduk di depan harpa itu. Dan mulai memainkannya, setelah dia menunduk kearah ku sambul tersenyum lebar.

Dia seorang perempuan tua dan memakai kacamata. Rambutnya sdah mulai memutih dan tubuhnya agak gemuk, mengingatkan aku seperti eyangku, semasa masih hidup .....

Permainannya, bagus sekali. Sebuah lagu klasik, entah judul lagunya apa. Tetapi, sangat syahdu. Mulai dari mellow sampai ceria.Mungkin 10 menit harpa itu dimainkan, dan aku sampai terbuai .....

Sungguh aku merasa, teapi music bagi pasien pasca-stroke, memang mempunyai effek yang sangat besar. Musik itu membuaiku, dan aku mampu melupakan masa2 sulitku, dan bisa mengajak otakku tenag dan damai.

Teapi music bagi pasien pasca-stroke seperti aku saat itu, benar2 bisa memberi aku ketenangan, walau hanya sesaat saja .....

 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
                                                                                                                                

Aku dan pemain harpa, seorang ibu tua yang memainkan harpa yang sangat indah! Membuaiku seakan aku berada di taman firdaus .....

Lihat, kantong katetrku di bagian bawah tempat tidurku, yang selalu di cek dan diganti 2 atau 3 kali dalam 1 hari. Dinding di depan tempat tidurku, ada jam digital besar serta panel akrilik untuk memantau dokumen2 otakku ....

Permainan harpa selesai, si perempuan tua itu membungkuk lagi kearahku sambil tersenyum lebar, dan aku pun tersenyum. Tanpa berkata2, perempuan itu berdiri dan sekali lagi membungkuk ke arahku, dan langsung berjalan keluar .....

Tidak berapa lama kemudian, harpa besar itu oun diangkut keluar.

Mulanya, aku tidak mengerti, mengapa tiba2 ada seseorang datang bermain harpa di ruanganku. Apakah dia bermain harpa di ruang2 lainnya juga? Atau hanya untuk aku saja? Aku tidak tahu.

Akhirnya setelah beberpa hari, aku tahu mengapa ada seseorang yang bermain harpa.

Konsepnya adalah, bahwa seoran pasca-stroke dharapkan bisa menerima keberadaan dirinya lewat music. Dan music pun mempunyai kekuatan untuk menghibur hsti yang sedih dan terouruk.

Dan, memang permainan harpa itu pun, membuat hatiku tenang, semakin tenang. Apalagi, konsep permainan music untuk pasca-stroke, benar2 baru untukku, yang meungkin bisa aku bawa pulang ke Indonesia .....

Kemudian,

Aku sibuk bergumul dengan pikiran2ku. Banyak yang aku pikirkan, terutama bagaimana aku bisa segera sembuh. Sampai ternyata aku bergumul berjam2 dan tiba2 ......

"Mamaaaaaaaaaaaa ......"

Dua orang anakku berteriak setelah membuka pintu ruanganku.

Mataku langsung terbuka lebar dan senyum lebarku menyambut mereka.

"Hai, sayaaaaannngggg ..... mama kangeeeennnnnn", sambutku, dengan suara menggumam dan kata2ku yang tidak jelas maknanya.

Aku heran sekali, ketika otakku meminta mulutku untuk berbicara sesuai yang aku mau, tetapi ternyata yang keluar adalah suara bergumam dan kata2 yang tidak jelas! Heran sekali ....

Anak2ku tertawa.

"Maaaaaaaa, koq suara mama ga sembuh2, sih?", tanya Dennis.

"Iya, mama. Koq suara mama tetap seperti alien, sih?", timpal Michelle.

Aku tersenyum lebar dan berusaha tertawa. Karena, tetawa pun susah ekali! Seakan energiku tersedot besar untuk aku bisa mengeluarkan suara tawaku!

Mereka berceloteh banyak. Bercerita tentang semalam ngapain saja, setelah mereka pamit dan meninggalkan ku sendirian disini. Mereka terlihat gembira, yang membuat aku semakin yakin, bahwa aku tidak mau membuat mereka kecewa.

Aku tertawa tanpa suara mendengar mereka vercerita. Orang tuaku sibuk membereskan barang2 yang mreka bawa untuk seharian di rumah sakit.

Sedangkan adik2ku dengan keluarganya pun bersiap untuk membereskan barang2 nya juga untuk di rumah sakit.

Ak selalu bahagia ditengah2 mereka. Dan, anak2ku terlihat tidak bosan walau hanya bermain di rumah sakit saja.

Aku disuapi makanbubur pagi, sambil mengobrol.

"Yanti, jika tidak keberatan, apakah kamu mengijinkan anak2 dengan keluarga Didit untuk travelling sesuai dengan rencana, ke Las Vegas? Supaya anak2 tidak bosan dan tidak stress", kata bapak ku.

"Dan, dari Las Vegas, mereka akan langsung ke Los Angeles, menginap eberapa hari dan plang keIndonesia, sesuai dengan rencana semula. Nanti, bapak dan ibu menyusul ke Lis Angeles dengan pewasat. Karena anak2mu harus ke sekolah, sudah 2 minggu bolos untuk liburan ini", lanjutnya".

"Bapak juga harus ulang mengurus pekerjaan bapak, dan mengurus kepulanganmu, walau belum tahu, kapan kamu bisa pulang ke Indonesia. Ibumu ikut bapak, nanti kamu akan ditemani oleh Didit", 

"Nanti di Los Angles, bapak dn ibu dengan anak2mu terbang ke Jakarta, sedangkan Inka (istri Didit) dan Rama (anaknya) langsung terbang ke Bali, dan Didit sendiri akan kembali ke San Francisco naik pesawat, untuk menemani kmi sampai kamu pulang ke Jakarta", panjang lebar bapakku menerangkan rencananya untukku.

Didit memang tidak bekerja di kantor. Dia adalah seorang entrepreneur di bidang kuliner dan wisata, sehingga dia bebas menggunakan waktunya untuk berkegiatan.

Dia merelakan dirinya untuk menemaniku di rumah sakit di San Francisco, sampai aku pulang ke Jakarta, walau entah kapan bisa terlaksana .....

Aku mengangguk setuju. Dan tersenyum lebar.

Rencananya, besok pagi mereka berjalan ke Las Vegas, dengan mobil yang dipinjam dari Darryl Yamamoto, mitra kerjaku untuk membangun Cetral Park.

Dan, anak2ku berloncatan dengan gembira ketika bapakku bercerita mereka akan ke Las Vegas, tempat eksotis cantik. Banyak atraksi2 menarik dan anak2ku benar2 melotot mendengar cerita bapakku.

Aku tersenyum agak sedih, bukan karena iri dengan mereka yang mau berlibur ke Las Vegas, tetapi aku sedih karena aku tidak bisa ikut mereka.

Padahal, memang Las Vegas memang sangat eksotis. Anak2 pasti suka disana, dan aku tidak bisa mendampingi mereka .....

Tetapi, anak2ku dan keluarga adikku yang di Bali yang akan pergi. Sedangkan adikku yang di Dallas tetap di San Francisco karena dia meang sedang bertugas disana dan keluarganya sendiri sudah kembali ke Dallas.

Kedua orang tuaku, puntidak ikut untuk menemaniku disini. Dan, aku enang dan puas dengan keadaan ini.

Aku menikmati momen2 terakhir, sebelum anak2ku dengan keluarga adikku sebelum besok pagi mereka berangkat ke Las Vegas.

Seharian, kami bercanda, da aku sibuk mengusir dan menepis pikiran2 buruk yang selalu mampir dikepalaku. Apa yang aku pikirkan, karena memang aku sudah trauma dengan banyak hal, dan karena keadaanku yang sangat terbatas.

Sampai disiang hari, Dokter Gandhi masuk keruanganku, dan berdiskui dengan orang tuaku.

Hari itu, aku akan dipindahkan ke ruang perawatan biasa.

Bapakku berkata,

"Bagaimana dengan biayanya, Dokter? Kami susah untuk membayar karena terbatasnya kartu kredit kami. Walau kami sudah mengurus asuransi perjalanan kami".

Dokter Gandhi hanya berkata, bahwa bapak dan ibuku harus haya focus dengan kesembuhan aku sendiri. Tentang pembayaran, rumah sakit itu akan mendebet dari asuransi AIG, tempat kami membeli asuransi perjalanan kami.

"Kali tidak perlu mengeluarkan uang sendiri, Dokter?", tanya bapakku lagi.

Dokter Gandhi mengatakan, tidak perlu karena asuransi perjalanan itu yang akan membiayaiku selama di rumah sakit itu.

Aku tidak mengerti selanjutnya, tetapi yang jelas sepertinya kedua orang tuaku menjadi sangat lega karena keterbatasan kami.

Kami memang bukan orang kaya, kami bisa travelling karena tabungan dan kami tidak menghamburkan banyak uang. Jika aku di rumah sakit, tentu mahal sekali! Apalagi di ICCU dan entah berapa lama Tinggal di ruang perawatan biasa.

Belum lagi, biaya hidup adikku selama menemaniku, tentu saja perlu dipikirkan, wakaupun hanya dengan menginap di hotel dekat rumah sakit atau di mess rumah sakit. Tentu biayanya tidak murah.

Aku tidak mengerti bagaimana kedua orang tuaku mampu memikirkan semuaya, karena beliau berdua sudah cukup berumur, diatas 70 tahun.

Yang aku tahu, Tuhan selalu menemani mereka dengan segala macam permasalahan mereka, juga DIA selalu menemaniku dengan segala macam pergumulan di otakku .....

 

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Sebelum aku dipindahan ke ruang rawat biasa, suster yang selalu membantuku dan seorang petugas medis datang ke ruangku, untuk sedikit menterapi tubuhku. Aku ditidurkan, di tbuhku di geser dan di gerak2an.

Mungkin, supaya ketika aku dipindahan ke ruang rawat biasa dengan tempat tidur yang berbeda, tubuhku tidak akan sakit. Dan memang benar, aku merasakan tubuhku lebih enak dan segar .....

Sore itu, aku dipindahkan ke ruang perawatan biasa, yang berbeda lantai dari ruangn ICCU awalnya. Ruang itu lebih kecil, tetapi lebih nyaman, menurutku.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi
Ini ruang rawat biasa di St.Francis Hospital di San Francisco, dimana aku dirawat intensiv sekitar 10 hari, sebelum aku diterbangkan pulng ke Jakarta .....

Lebih hommy dan posisi tempat tidurku bersebelahan dengan jendela, berbeda dengan ruang ICCU yang besar, dan dingin.

Kamar perawatan itu, mempunyai toilet khusus untukku sebagai pasca stroke, yang bisa aku pakai dengan baik, ada TV serta tanpa mesin2 yang mengelilingiku.

Dalam pelepasa dari ruang ICCU, mesin2 itu harus dilepaskan dari tubuhku. Selang2 yang saling silang di tubuhku, satu persatu dilepas, dari jarum yang menusukku.

Hanya 1 jarum saja yang tetap menempel di tubuhku untuk bisa memasukkan cairan2 khusus untuk pemulihan tubuhku.

Kateter tetap ada, karena mereka tahu bahwa jika aku sering ke toilet, aku harus benar2 dipapah oleh suster, dimana rumah sakit itu tidak banyak memiliki tenagaa medis untuk pasien2nya. Diharapkan, pasien2 itu bisa mandiri.

Dan, seperti yan aku tahu, di semua instansi negara2 yang mempunyai tenaga manusia yang mahal, tentunya akan sedikit tenaga untuk bekerja. Termasuk rumah sakit yang aku dirawat waktu itu.

Sehingga, aku sangat mengerti jika kateter ku tetap masih ada ditempatnya, dan aku pun tidak keberatan jika itu terjadi.

Barang2 dalam koperku dibawa ke ruangku, karena besok pagi anak2ku dan keluarga adikku akan pergi ke Las Vegas dan langsug ke Los Angeles sampai pulang ke Jakarta, juga barang2 kedua orang tuaku, dibawa ke rumah sakit.

Malam itu, mereka bermalam terakhir. Besaok pagi sesuai dengan rencana, mereka akan pergi, dan kedua orang tuaku memilih tinggal di hotel yang lebih kecil, lebih dekat dengan rumah sakit. Lebih dekat dan lebih murah.

Sedangkan adikku yang di Dallas, dia meang sedang bertugas di San Francisco dan mempunyai fasilitas tersendiri.

Anak2ku sangat senang swaktu melihat mesin2 yang mengelilingku, terlepas dari tubuhku, dan ketika selang2 dan jarum2itu terlepas dari tubuhku, seketika itu juga, mereka memelukku, dan berteriak2 senang.

"Mamaaaaaaa ..... mamaaaaaaa ..... mamaaaaaaaa ...... aku senang deh, mama sudah sembuh.", kata Dennis

"Iyaaa, aku juga sengan mama sudah sembuhhhhh .....", susul Michelle.

Hahaha ......

Michelle selalu megikuti apa yang Dennis katakan, dan juga mengikuti apa yang Dennis lakukan. Lucu sekali, dan itu membuat aku semakin bahagia.

Mereka seakan tidak mempunyai beban dengan keadaanku, walau aku tidak tahu, ada yang ada di dalam hati mereka .....

Meerka berusaha memelukku, tetapi mereka memang masih kecil. Masih SD, dan aku pun tidak bisa menggapai mereka, karena tubuhku selalu doyong ke kanan.

Mereka ingin memelukku lewat sisi kiri tempat tidurku, karena tubuh kananku benar2 belum mampu aku gerakkan.

Tetapi untuk menggapai mereka pun, aku susah, karena mereka masih kecil2. Dan, akhirnya, aku hanya memegang wajah mereka satu persatu, memegang pipi mereka yang kemerahan karena dingin.

Mata mereka bersinar2, karena meeka tahu aku "udah sembuh", sesuai yang mereka harapkan. Mulut mereka pun terus tersenyum lebar.

Ahhhhh ...... aku ingat sekali.

Bayangan2 wajah mereka masih ada di depan mataku. Anak2ku yang berbahagia krena mamanya dianggap sudah sembuh, karena mesin2 yang memantau hidupku sudah lepas dari jarum2 yang menusukku!

Anakku melompat2 mengiringi tempat tidurku yang didorong keluar dari ruang ICCU,dan keluargaku pun mengringi dengan tenang.

Aku merasakan, ini seperti liburan. Tidak terasa seperti aku sakit di rumah sakit, walau kenyataanya aku adalah pasca-stroke, yang baru 3 haris terserang stroke berat.

Kami masuk ke ruang rawatku yang baru, yang entah sampai kapan aku disana.

"Selamat datang, ruang ku yang baru", hatiku berkata.

"Sebenarnya, aku bahagia dengan keadaanku yang semakin baik, tetapi aku juga sedih karena aku tidak tahu sampai kapan ku Tinggal disini", pikirku selanjutnya.

"Dan, aku pun bersedih, karena besok anak2ku akan pergi ke Las Vegas beberapa hari, lalu ke Los Angeles setelah itu langsung ke Jakarta. Kapan aku bisa bertemu lagi dengan mereka?"

Saat itu juga, aku terpuruk!

Bayang2 mengerikan ada di otakku, seakan2 aku tidak akan beremu dengan mereka lagi. Kupikir, aku merasa sangat wajar jika aku berpkir buruk2. Aku sampai membayangkan, pesawat mereka jatuh ......

"Tidaaaaaaakkkkkkk ...... tidaaaaakkkkkk ...... tidaaaaakkkkkk ......!!!!!"

Aku menepiskan jauh2, etapi aku tidak bisa! Aku takuuutttt, aku taku sekali tidak bisa bertemu lagi dengan anak2ku, huhuhuhu .......

Air mataku merembes, ditengah2 keluargaku yang mengantar dibelakang tempat tidurku menuju ke ruang perawatan .....

Aku menangis ......

Sampai aku susah menenangkaan diriku, aku sesunggukkan, dan membuat suster menghentikan mendorong tempat tidurku. Anak2ku bingung dan oran tuaku memelukku. Bapak memelukku dan mengusap2 punggungku sambil aku berbaring.

Aku tidak bisa menjelaskan, meangapa tiba2 aku menagis, tetapi aku yakin, orang tuaku mengerti, mengapa aku menangis.

Yang bingung adalah anak2ku, sehingga akhirnya mereka juga menangis .....

Kami menagis bersama, dan aku benar2 tidak mampu menjelaskan. Sampai khirnya, aku mengusap air mataku, dan tersenyum. Bapak melepaskan pelukannya dan mengusap pipiku. Ada air mengembang di sudut mata bapak .....

Anak2ku pun ikut2an berhenti menangis.

Suster tersenyum. Bapak menejelaskan dalam bahas Inggris, tetapi aku tidak mengerti kata2 yang keluar dari mulut bapak. Ah ..... entahlah .....

***

Ruang baruku, memang lebih kecil, tetapi hommy.

Sore hari itu, mereka berpamitan kepadaku untuk pulang ke hotel, karena pagi2 subuh besoknya, mereka akan pergi ke Las Vegas, kecuali kedua orang tuaku dan adikku yang sedang bertugas di San Francisco.

Aku memandang mereka dengan sedih ....

Mataku terus berair, walau aku berusaha untuk tidak menangis. Aku memeluk kedua anak2ku dengan tangan kiriku, walau hanya sekedar memegang. Pelukan ku secara hanya 1 tangan kiriku saja.

Dan, aku berusaha untuk terus tersenyum .....

Begitu juga ketika adikku dengan keluarga nya berpamitan. Aku terus berusaha unuk terus tersenyum.

Ketika aku dipeluk kedua oang tuaku, air mataku merembes, walau dengan cepat, aku menepis dan menggelengkan kepalaku tanda tidak mau menangis.

Dan ketika mereka keluar dan menutup pintu ruang baruku, tangisku pun meledak ......

Bersambung ......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun