“ Oh, mereka sudah meninggal, Mas? Maaf, aku tak tahu. Kapan waktu aku ingin berziarah ke sana..”
“ Kau sendiri? Bapak dan Ibu masih sehat, kah?”
“ Masih ada ibu, Mas. Dia tinggal bersamaku”.
“ Ibu masih ingin menjodohkanmu?”
Rita menggeleng.
“Lalu, kenapa Rita? Kenapa? Sekian tahun ini kita telah tersiksa. Kumohon…”
“ Masalahnya ada di aku, Mas?”
“ Oh,…kau sudah benar-benar melupakanku?”
“..Hampir,..mas…”
Kali ini, Rita tak sanggup arahkan wajahnya padaku. Dia memilih menatap ke jendela besar wisma ini. Pipinya mulai membasah, oleh anak sungai kecil yang mengalir dari sudut matanya. Bahunya terguncang oleh isakan yang tak sanggup lagi ia tahan. Seekor kupu-kupu putih hinggap di jendela, hampir saja terbang memasuki ruangan ini, namun kemudian pergi. Mungkin berubah pikiran, karena tertarik oleh bunga-bunga di taman samping. Aku menunggu, sebab kulihat bibirnya bergetar, hendak mengucapkan sesuatu. Aku yakin, inilah jawaban yang menjadi alasan utama, agar aku melupakannya.
“ Aku,..aku tak pantas lagi untukmu, Mas Surya…”