“ Tapi, ….sebaiknya berusahalah, Mas. Demi kebahagiaanmu”.
Aku terdiam. Kali ini, angin laut yang kembali menggoda helai-helai rambutnya. Ia biarkan sebagian menyisir lehernya yang jenjang. Sampaikan padaku aroma parfum yang tujuh tahun lalu akrab menyejukkan penciumanku.
“ Sudah mulai malam, Mas. Istirahatlah..”
Aku tak hendak memperpanjang gundah rasa kami lagi, hingga larut dalam suasana ini. Kami sama-sama tahu. Sisi romantis tempat ini, bisa menipu kami hingga terbawa dalam emosi jiwa. Yang bisa saja menjadi tidak jujur karenanya.
“Rit. Nanti kau turunkan aku di warung depan wisma saja, ya..”
“ Kenapa, Mas?”
“ Mau beli kopi “
“ Astaga! Di wisma tak ada kopi, ya? Duh! Maaf, ya Mas. Aku lupa”.
“ Sudahlah, nggak papa, Bu Rita. Rileks saja..”
Dan malam itu untuk pertama kalinya kami tertawa lepas bersama. Setelah semingguan ini kami terkungkung kebekuan.
***