Mohon tunggu...
Reinhard Hutabarat
Reinhard Hutabarat Mohon Tunggu... Wiraswasta - Penikmat kata dan rasa...

Menulis untuk senang-senang...

Selanjutnya

Tutup

Bola Pilihan

Kisah Liverpool dengan Rem Blongnya

22 Februari 2020   02:00 Diperbarui: 22 Februari 2020   02:04 824
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Logo klub Liverpool, sumber: pinterest.com/jamesheinkelein

Daniel Farke dengan pasukan The Cannaries-nya tak kuasa menjinakkan Liverpool dalam laga lanjutan Liga Inggris pekan ke-26 yang berlangsung di Carrow Road Stadium, Norwich pada Ahad kemarin .

Norwich "tewas" lewat gol semata wayang Sadio Mane lewat asis Henderson pada menit ke-78. Gol itu pun menjadi gol ke-75  Mane sejak berseragam Liverpool.

Kemenangan atas Norwich tersebut juga menorehkan berbagai rekor bagi Liverpool.

Liverpool masih tetap menjadi satu-satunya klub yang belum terkalahkan, dan sekaligus juga menjadi satu-satunya klub yang sudah mengalahkan semua kompetitornya di Liga Inggris sepanjang musim 2019-2020.

"Apesnya" lagi, Liverpool menjadi satu-satunya klub Inggris yang sudah memastikan tempatnya di Liga Champion musim depan, sekalipun mereka "dipaksa" untuk kalah di sisa pertandingan musim ini.

Kemenangan atas Norwich ini juga sekaligus meneruskan rentetan 17 kemenangan beruntun Liverpool di Liga inggris, menyamai rekor mereka sebelumnya. Kini Liverpool sudah melewatkan 43 pertandingan tanpa terkalahkan, hanya kurang dari 6 pertandingan lagi untuk menyamai rekor fenomenal tak terkalahkan Arsenal dulu. 

Liverpool kini meninggalkan Manchester City 22 angka di belakang (setelah City kemarin berhasil mengalahkan West Ham 2-0)

***

Apakah yangmembuat Liverpool sedemikian hebatnya sehingga terlihat begitu digdaya di Liga Inggris, Eropa dan dunia? Liverpool sebelumnya juga berhasil menyegel tiga trofi paling bergengsi, yakni trofi Liga Champion Eropa, trofi Super Eropa dan teranyar trofi Juara Dunia antar klub dalam satu tahun.

Kehebatan Liverpool ini tentu saja tidak datang secara tiba-tiba.

Sebenarnya Manchester City adalah pihak yang paling bertanggungjawab atas prestasi Liverpool ini. Tanpa disadari Manchester City telah memberi pelajaran penting kepada Liverpool tentang arti sebuah kompetisi tingkat tinggi, dimana sebuah kelengahan kecil saja bisa menjadi pembeda antara seorang pecundang dan seorang pemenang.

Musim 2013/2014 pelajaran penting itu dimulai. Terpelesetnya sang kapten Steven Gerrard ketika bersua Chelsea, membuat Liverpool harus merelakan gelar juara kepada City yang terus memburu Liverpool.

Pada Musim 208/2019 kisah lama itu pun terulang kembali. kali ini sang juragan, Jurgen Klopp adalah pelakunya. Klopp "terpeleset" karena dengan naifnya tetap mengandalkan skuad seadanya (padahal banyak pemain cedera) untuk bersaing dengan City.

Pep Guardiola yang mempunyai kedalaman skuad dan variasi strategi kemudian melibas Liverpool pada bulan Januari 2019 (masa krusial dimana kompetisi berlangsung padat dan "gila," yang dimulai sejak boxing day sehabis Natal)

Pada saat Liverpool keteteran menghadapi padatnya jadwal kompetisi dan pemain cedera, City justru berhasil mendulang angka secara maksimal. Liverpool kemudian berhasil dilewati, dan kemudian menjadi penonton di akhir musim untuk melihat Sergio "Kun" Aguero mengangkat trofi juara.

Musim 208/2019 itu pun membuat torehan baru, bukan saja bagi Liga Inggris, tetapi juga Liga Top-top Eropa. City menjadi kampiun dengan perolehan 98 poin. Liverpool kemudian menjadi runner-up dengan perolehan 97 poin!

Gila benar! Belum pernah ada tim dengan perolehan angka setinggi 97 cuma menjadi runner-up! Padahal Leicester City dengan bermodalkan 81 poin saja bisa menjadi juara pada musim 2015/2016!

Musim 208/2019 itu pun memberi pelajaran penting bagi Klopp dan anak asuhnya. Selangkah lagi mereka akan bisa menjuarai Liga Inggris dan Liga Champion sekaligus. Namun hal itu urung terjadi.

Ternyata ada satu hal penting lagi yang lupa ditanamkan Klopp ke dalam sanubari anak-anak asuhnya itu agar mereka bisa berhasil, yaitu mental pemenang.

Mental "pemenang" yakni motivasi untuk selalu berusaha memenangkan sebuah pertandingan sekalipun ketika itu mereka bermain buruk! Itulah resep keberhasilan Liverpool musim ini!

Hal itu jelas terlihat ketika Liverpool berhadapan dengan tuan rumah, Tottenham Hotspur pada laga pekan ke-22, 12 Januari 2020 lalu. Sekalipun melakukan banyak kesalahan dan lawan memiliki banyak peluang emas (terutama di babak kedua) namun Liverpool tetap bisa memenangkan pertandingan itu.

Dalam sepakbola, tim terbaik bukanlah tim yang hanya bisa menang ketika mereka bermain menawan.

Tim terbaik itu tetap bisa menang meskipun mereka tampil di bawah standar dan kerap melakukan blunder.

Liverpool sudah membuktikan hal itu. Bukan hanya sekali tetapi berkali-kali. Sebab pertandingan terbaik Liverpool musim ini yang saya ingat hanya sekali saja, yakni ketika mereka berhasil membantai tuan rumah Leicester City dengan skor 4-0 di King Power stadium.

Secara umum penampilan Liverpool musim ini tidak jauh berbeda dengan musim lalu. Dua tahun berturut-turut Liverpool selalu menjadi juara paruh musim.

Musim lalu, melewati 19 pertandingan Liverpool menggapai 51 poin lewat 16 kemenangan dan 3 seri. Musim ini, dengan 19 pertandingan Liverpool mendulang 55 poin lewat 18 kemenangan dan 1 seri. Artinya prestasi mereka sebenarnya tidak begitu jauh berbeda.

Bahkan kalau dibandingkan dengan gaya bermain Liverpool dua tahun lalu (musim pertama Moh. Salah di liverpool) gaya bermain Liverpool musim ini cenderung lebih kalem dan membosankan.

Dua tahun lalu Liverpool tampil dengan gaya "full gegenpressing" menekan lawan, tapi kemudian sering "kehabisan bensin" di lima belas menit akhir babak kedua.

Musim ini Klopp cenderung memakai pendekatan pragmatis. Sebab untuk memenangkan sebuah pertandingan, yang dibutuhkan adalah menjaga gawang tetap clean sheet sembari menceploskan sebiji atau dua biji gol saja ke gawang lawan. Dan itulah yang dilakukan Liverpool ketika berhadapan melawan Norwich.

Kemenangan "hanya" sebiji gol atas klub semenjana itu pun tidak lantas mengurangi suka cita Klopp dan para pemain Liverpool, sebab mereka itu menghormati para pemain Norwich selayaknya mereka menghormati para pemain Barcelona atau Chelsea misalnya.

Itu juga salah satu rahasia kesuksesan Liverpool musim ini, karena mereka itu tidak pernah meremehkan siapapun lawan yang mereka hadapi.

Sebenarnya tidak ada yang rahasia dengan pola permainan Liverpool. Pola bermain mereka sudah baku dengan pakem 4-3-3 plus gegenpressing yang konsisten dimainkan Klopp sejak ia pertama kali datang ke Liverpool.

Perbedaannya adalah para pemain kini sudah paham betul dengan skema ini plus fisik para pemain juga kini jauh lebih prima untuk memainkan pola ini secara konsisten selama 90 menit.

Lantas apalagi yang berbeda dengan Liverpool dua tahun terakhir ini?

Dua tahun lalu, di musim pertama kedatangan Moh. Salah, lini depan Liverpool dengan sebutan trio Firmansah (Firmino, Mane dan Salah) ini menjadi momok yang menakutkan lawan.

Salah kemudian membuat beberapa rekor dan menjadi top skorer Liga Inggris. Namun celakanya lini belakang Liverpool ketika itu sangat rapuh sehingga membuat Liverpool menderita.

Tahun lalu lini belakang menjadi kekuatan utama Liverpool setelah mereka menghamburkan triliunan rupiah untuk mendatangkan kiper Alisson Becker dan bek tengah Virgil van Dijk.

Liverpool juga beruntung mendapatkan Andrew Robertson dan Joe Gomez plus pemain binaan sendiri TA Arnold, yang membuat lini belakang Liverpool menjadi yang terbaik di Inggris, bahkan juga termasuk di Eropa.

Kedua bek sayap Liverpool ini (Robertson dan Arnold) memberi sumbangan 23 asis musim lalu.

Namun musim ini ada yang berbeda dengan Liverpool. Lini depan dan belakang Liverpool adalah yang terbaik dengan pemain yang nilainya kini mencapai triliunan rupiah.

Akan tetapi kunci kesuksesan Liverpool musim ini justru ada di lini tengah yang begitu solid untuk menjaga keseimbangan pemainan Liverpool. Anehnya lini tengah Liverpool justru dihuni oleh pemain-pemain biasa yang tidak bernilai mahal.

Henderson, Lallana, Shaqiri, Milner, Chamberlain dan Wijnaldum kini bahkan turut menjadi penentu kemenangan Liverpool lewat gol-gol krusial mereka kala trio Firmansah gagal mencetak gol.

Sebaliknya Fabinho, Henderson dan Milner justru sering menjadi tembok terakhir pertahanan Liverpool pada saat-saat kritis, ketika van Dijk, Robertson dan Arnold terlambat turun.

Solidnya lini tengah dalam mengendalikan aliran bola membuat pertahanan yang dikawal duet van Dijk dan Gomez tidak perlu bekerja terlalu keras untuk membantu Alisson membuat clean sheet.

Akan tetapi tidak ada gading yang tak retak, dan tak ada pula gundul yang tak botak! Liverpool juga punya kelemahan pada sisi pertahanan dan penyerangan!

Van Dijk, Robertson dan Arnold adalah tipe bek yang sering naik membantu menyerang dalam sistim pertahanan Liverpool yang memasang garis tinggi. Praktis hanya Gomez yang selalu disiplin berada di area pertahanan. Gomez memang punya kecepatan dan tak pernah ragu untuk menghentikan laju lawan, walaupun untuk itu ia harus diganjar kartu dari wasit.

Celah antara van Dijk dan Robertson, Gomez dan Arnold maupun van Dijk dan Alisson adalah celah yang bisa dimanfaatkan oleh striker pemberani untuk masuk dari celah itu.

Marcus Rashford, Diego Costa, Erling Braut Haaland, Adama Traore maupun Richarlison adalah tipe penyerang yang sangat berbahaya ketika mendapat bola di celah pertahanan Liverpool itu.

Sebuah serangan balik cepat lewat celah itu akan langsung menghancurkankan pertahanan Liverpool.

Trio Firmansah, sumber: https://hercrochet.com/
Trio Firmansah, sumber: https://hercrochet.com/
Lini serang Liverpool adalah salah satu lini serang terbaik di dunia. Mayoritas gol Liverpool dicetak oleh trio Firmansah yang sejatinya bukanlah tipe penyerang murni melainkan gelandang serang.

Firmino, Mane dan Salah adalah ruh dari konsep gegenpressing. Ketika kehilangan bola, mereka seketika berubah menjadi seperti bek di area pertahanan lawan sendiri.

Mereka juga bisa mengkreasi serangan dan sekaligus mengeksekusinya untuk menjadi sebuah gol.

Akan tetapi sekali lagi catat ya, mereka ini bukan penyerang murni yang punya naluri mencetak gol hanya berbekal sebuah kesempatan atau keberuntungan belaka.

Penyerang murni itu terlahir bak "belut kecebur di oli bekas." Licin, licik, usil, provokator, bisa mengintimidasi, diving, dan tentu saja harus bisa mencetak gol (baik secara legal maupun illegal)

Trio Firmansah ini sangat jauh dari kriteria diatas. Mereka ini mengkreasi banyak peluang, dan dari banyak peluang itu mereka pun kemudian bisa mencetak satu dua buah gol.

Kalau dibandingkan dengan penyerang murni, persentasi peluang dan gol yang tercipta dari trio Firmansah ini terbilang buruk.

Akan tetapi kalau dibandingkan dengan penyerang murni lainnya, kemampuan membuat peluang trio Firmansah ini terbilang sangat baik. Akan tetapi sekali lagi catat ya, peluang itu tidak sama dengan gol!

Kemampuan trio Firmansah ini akan terlihat ketika lawan bermain terbuka. Namun ketika lawan bermain ultra defensif, maka mereka akan mati gaya.

Itulah yang diperlihatkan Atletico Madrid ketika berhasil menjinakkan Liverpool pada laga pertama babak 16 besar Liga Champion di stadion Wanda Metropolitano Rabu dini hari kemarin.

Gol cepat dari Saul di awal-awal pertandingan membuat Atletico leluasa mengatur tempo pertandingan.

Di Madrid trio Firmansah tampil seperti mobil yang terbenam di kubangan. Pemain-pemain Atletico tidak memberi sedikit ruang pun bagi mereka. Akhirnya mereka hanya "menggelepar" dan semakin terbenam di "lumpur hidup Wanda Metropolitano"

Trio Firmansah ini kurang kreatif dan "terlalu polos" di kotak penalti lawan. Mane memang terkadang mau melakukan diving, tetapi ia gampang ketahuan...

Pada situasi tertentu, seorang "Filippo Inzaghi ternyata lebih berbahaya daripada trio Firmansah ini."

***

Jurgen Klopp, sumber: LFCPersian
Jurgen Klopp, sumber: LFCPersian
Laga di Wanda Metropolitano kemarin itu belumlah mengakhiri kiprah Liverpool di Liga Champion, karena mereka itu masih akan bersua kembali di Anfield, markas Liverpool.

Musim lalu Liverpool dipermak Barcelona 3-0 di Camp Nou. Akan tetapi ketika kemudian bermain di Anfield, Messi dan kawan-kawan dibantai dengan skor tidak masuk di akal, 4-0!

Banyak pengamat percaya kalau pasukan Diego Simeone kali ini pun akan dilibas Liverpool juga di Anfield.

Kembali ke Liga Inggris, laju Liverpool untuk menjuarai musim ini rasanya mustahil terhadang oleh siapapun, kecuali oleh mereka sendiri.

Ibarat truk Unimog marinir buatan Daimler Benz yang meluncur dari puncak, sedari awal Klopp memang sengaja tidak memasang rem pada truk itu.

Unimog itu awalnya meluncur perlahan, terseok-seok, tapi kemudian tak terkendali menghantam apa saja yang merintanginya. Bahkan Klopp yang kini tertawa bahagia itu pun tak mampu untuk menghentikan laju Unimog itu....

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun