Mohon tunggu...
chandra krisnawan
chandra krisnawan Mohon Tunggu... SWASTA -

pekerja logistic di Surabaya

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cak Gepeng Nanggap Petruk (Tersandung Kuitansi Blong)

29 Desember 2016   12:58 Diperbarui: 29 Desember 2016   13:12 83
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

“Jangan Sengkuni, Mbah. Kasihan tokoh satu ini. Dalam Baratayudho sudah dijelek-jelekkan, apa tega di zaman twitteran masih kebagian yang jelek-jelek.

“Jadi, Mbah, begini pesanku. Jika diajak mengerjakan proyek, jangan ditolak. Itu namanya rezeki. Tapi kalau diminta menyerahkan kuitansi blong atau kuitansi kosong, jangan mau. Semoga selalu diberi keselamatan. Semoga esok orang-orang menjadi sadar, jika menyerahkan kuitansi penagihan itu yang bisa dibaca oleh orang banyak, alias diisi dengan nilai nominal yang jelas. Jangan hanya bisa dibaca oleh orang yang sudah tinggi ilmunya, alias tulisannya tidak kelihatan.”

Begitu kalimat terakhir Gareng yang ditutup dengan tawa. Lalu setelah menyeruput kopinya yang penghabisan, dia pamit pada Cak Gepeng. Kemudian melesat terbang, kembali ke alam pewayangan.

Sepeninggal Gareng Cak Geoebg berpikir. Kalau perbuatan korupsi tidak disudahi mulai sekarang, mulai detik ini, kapan korupsi benar-benar hilang dari negeri ini? Revolusi mental mutlak diperlukan. Tapi harus ada yang bisa dijadikan sebagai tuladha. Sebagaimana kata pepatah, ing ngarso sung tuladha. Kalau tidak, percuma saja revolusi mental digaungkan di mana-mana. Sebab jika tuladha yang digunakan sebagai simbol perlawanan terhadap korupsi ternyata terbukti melakukan korupsi, siapa lagi yang bisa dijadikan tuladha. Apalagi kalau sampai dipolitisasi dan dikriminalkan.

Atau, jangan-jangan korupsi adalah anak jadah kebudayaan negeri kita. Dia merupakan hasil persetubuhan kemajuan, kebutuhan, dan kesempatan. Dan sekian motif-motif lain yang dapat dilekatkan padanya. Maka ketika ada yang menuding si anak jadah itu, orang dapat berkata: itu adalah jerih payah kekilafan manusia. Tapi ketika dibutuhkan, si anak diberi makan kenyang dan disuruh ini-itu untuk keuntungannya sendiri.

Cak Gepeng menggeleng-gelengkan kepalanya yang mulai berat memikirkan hal itu. Dia tidak sadar ketika pamit tadi tangan Gareng menyahut sebungkus rokoknya yang ditaruh di atas meja. Ketika hendak menyalakannya sebatang Cak Gepeng baru sadar dan memaki: sontoloyo!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun