Setelah percakapan itu, Anna mulai merasakan keanehan pada ingatannya. Potongan-potongan kecil mulai muncul, tetapi semuanya terasa asing. Ia mulai meragukan siapa dirinya sebenarnya. Dia teringat papan panjat dinding itu...
Samar-samar ada potongan-potongan penglihatan. Kirana menarik tangannya kencang, hampir membantingnya ke trotoar. Kinan menjerit melihat sebuah mobil menyambar tubuh Kirana di hadapannya.
Tubuhnya limbung, terhuyung. Ingatan yang muncul kemudian adalah rumah kos putri yang dilewatinya dalam ambulance. Rumah putih itu tampak cantik sekali, sementara tubuh Kirana terkulai di atas blankar menuju ruang gawat darurat rumah sakit.
Dudi. Anna melihat ada Dudi di sana, sedang berbincang dengan ayahnya yaitu dokter Hasan.
Di mana Dirga?
---
Anna duduk di tepi ranjang, tubuhnya terasa lemas setelah semua kenyataan yang ia ingat. Perasaan bersalah semakin mencekiknya, tetapi ada sesuatu dalam tatapan Dirga yang membuat hatinya gelisah. "Dirga," katanya pelan, memecah keheningan. "Kenapa kamu selalu terlihat... merasa bersalah padaku? Apa ada sesuatu yang tidak aku ingat?"
Dirga terdiam, sorot matanya gelap. Ia menunduk, seolah sedang bergulat dengan pikirannya sendiri.
"Aku tahu Kirana meninggal karena menyelamatkanku," lanjut Anna, suaranya bergetar. "Tapi kenapa aku merasa... ini lebih buruk dari itu?"
Dirga menghela napas panjang, lalu berdiri dari tempatnya. Ia berjalan ke jendela, memandang keluar tanpa melihat apa pun. "Kamu tidak perlu tahu," katanya akhirnya, nadanya datar.
"Tapi aku harus tahu!" sergah Anna. "Aku sudah cukup lama hidup dalam kebingungan. Aku berhak tahu kenapa aku tidak bisa mengingat Kirana... kenapa aku merasa ada sesuatu yang sangat salah antara aku dan kamu."