Mohon tunggu...
Cataleya Arojali
Cataleya Arojali Mohon Tunggu... Buruh -

Selanjutnya

Tutup

Dongeng

Kucing Melly yang Cemumut (1, 2, dan 3)

16 April 2016   22:01 Diperbarui: 4 Mei 2016   18:53 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Alkisah diceritakan. Hiduplah seekor kucing betina yang sedang berteduh di bawah bale yang terbuat dari anyaman bambu, karena hujan semakin deras dan suara guntur selalu menggelegar membuat si kucing betina itu merungkuk ketakutan.

Kucing itu mengeong ketika kilatan petir mencelat membuat bulu tengkuknya berdiri dan ekornya mengibas getar. "Duhai hujan! Hentikanlah gunturmu dan jauhkanlah kilatanmu!" batinnya penuh harap.

Prepet ... Prepet ... Clat ...Duaaar..

Sontak kucing itu terperanjat. "Sue! Malah dibesarin!" rutuknya sambil menatap nanar kelangit lalu kembali ekornya mengibas keras.

"Wahai penggenggam malam, aku takut!" Seraya berdo'a. "Sungguh besar kekuasaanmu Tuhan. Engkau ciptakan makhluk begitu dahsyat."

Meoong ...

Tiba-tiba terdengar suara mengeong dari jurusan depan. Suara itu adalah meongan sang Jantan yang sedang mencari tempat berlindung. Rupanya dia baru saja berlari cepat dari bawah pohon ketika guntur itu menggelegar. Terbukti bulu-bulunya yang sudah basah terkena air hujan yang semakin lebat.

Matanya menguarkan sinar mencelat ketika melihat sang betina berada di hadapannya. Begitupun sang Betina, ia menatap nanar ketika sama-sama bertatapan mata..

Si Betina menggereng ....

Rupanya si Betina tidak suka jika kucing Jantan berada di depannya. "Jangan mendekat!" bentak sang Betina.

"Hai manis!" sang Jantan dibentak malah menyeringai menggoda. "Bulu-buluku sudah basah terkena hujan. Bolehkah aku kesana, kita sama-sama berteduh?!"

Eeengggg.....

Si Betina menggereng. Bulu-bulunya kembali berdiri. Cuma berdirinya bukan karena takut guntur, tapi karena menampakkan wajah jutek pada si jantan.

"Aku tidak suka sama kamu. Kamu sudah tua!" kembali sang Betina menyentak. "Cari tempat yang lain, untuk kamu berteduh." Sang Betina menoleh kekiri, karena sekilat ada suara gegusrakan di sampah yang berceceran di kubang tanah.

"Tikus!!!" batinnya.

Duaaar .....

"Eh copot. Eh copot!" latah betina terkejut ketika guntur kembali menggelegar tiba-tiba.

Sang Jantan melihat itu jadi tertawa mengikik. "Xixixixi... Kaget nih yee ...!" kelakar sang jantan tertawa sambil memegang perutnya karena gelitik melihat kelakuan sang betina ketika latah mendengar guntur. "Muda-muda sudah punya penyakit latah loe xixixi...."

"Eh jelek! Sana pergi dari hadapanku!" usir sang Betina semakin kesal melihat sang Jantan malah menertawakannya. "Eh kucing tua! Seharusnya tau diri sama umur. Tampangmu sudah beberapa kali kawin, masih genit aja!" Sang Betina menghardik dengan sinis. Ia duduk dengan perutnya. Ia tahu, kalau sang Jantan tidak akan menghampirinya, karena hujan semakin deras. 

Melly .... Melly ... dimana kamuu ... ?

Terdengar suara manusia berkelamin wanita sedang celingak-celinguk di depan pintu sambil memanggil nama Melly.

"Siapa Melly?" gumam kucing Betina yang masih duduk di atas perutnya dengan tangan disilangkan lalu ditindih.

Lalu tak lama lamat-lamat terdengar suara mengeong lembut. Suara itu berasal dari balik tembok rumah itu. Rupanya Melly itu juga seeokor kucing. Warnanya hitam berbaur dengan kuning dan putih. Matanya sayu lentik dan biru ketika sedang menatap. Sepertinya kucing yang bernama Melly itu berusia lebih muda dari kucing Betina yang sedang berlindung di kolong bale.

"Alangkah senangnya Melly, ada yang merawatnya. Sedangkan aku ... aku hanyalah kucing liar selalu di benci oleh manusia jika aku mencuri lauk ikan. Padahal, aku juga ingin sekali makan enak. Mungkiin ... mungkin si Melly selalu diberi makan dengan ikan. Oh ... malangnya nasibku. Di malam yang gelap hujan pula, aku kedinginan. Sedangkan Melly ... ia selalu hangat dalam pelukan manusia yang merawatnya." 

Si kucing betina itu menyesali nasibnya. Semenjak kecil, dia selalu di benci. Bahkan ketika baru mangkat besar, ia dibuang oleh manusia yang tidak suka dengan kelahirannya. Ia dibawa jauh oleh manusia untuk dibuang jauh-jauh. Bahkan yang paling menyedihkan, ia dipisahkan oleh Bundanya dan kedua saudaranya. Sehingga ia menjadi anak kucing yang telantar. 

Bagus untung ia diajari oleh sang Bunda bagaimana cara manangkap seekor Tikus yang akan menjadi makanan utamanya dan makanan alternatif jika tidak ada yang memungutnya sebagai kucing peliharaan. Dia sebagai kucing jalanan tampa ada yang memperhatikan dari manusia.

Bahkan dia pernah dipukul hanya karena mencuri ikan asin, lalu menjatuhkan piringnya hingga pecah. Sang Manusia itu lalu bangun dan melihatnya ketika sedang menyantap ikan asin. 

Prak ...

Pukulan dengan menggunakan sendal bakyak yang terbuat dari kayu mengenai punggungnya. Dia pun kabur secepatnya melewati sela-sela jendela. Tapi dia tak bisa keluar.

Ngeek ...

Tubuhnya kena cengkram oleh manusia itu. Dia dibawa keluar rumah lalu dilemparkan sekuat-kuatnya. Hingga tubuhnya terpelanting ke tanah yang setengah basah, sehingga bulu-bulu lembutnya kotor.

Dia bergegas membersihkan bulu-bulu kotor dengan lidahnya. Kukunya yang tampak hitam turut pula dijilati. Dia melihat sesuatu yang bergerak. Dengan instingnya, bersiap menerkam. Didalam ajaran sang bunda dalam mencari buruan, harus mempunyai kuda-kuda yang baik agar sergapan tepat mengenai sasaran. Dan itu pun berhasil. Seekor Tikus tak bisa berbuat banyak ketika sang Kucing betina itu telah menggigit lehernya. 

Dengan lahapnya dia memakan. Sang Bunda telah banyak mengajarinya menghadapi kehidupan dan hidup mandiri ketika sesama makhluk tidak saling perduli. Apabila hukum rimba terjadi, Dia siap menghadapi dengan lapang dada. Mengerahkan segenap ketangkasan dan kelihaiannya.

"Hai! Kok bengong!" tiba-tiba sang Jantan berkata seperti itu membuat kucing Betina itu tersentak kaget lalu menyorotkan matanya yang tajam bersinar.

"Ih ... siapa yang bengong!" kilah sang Betina. "Ada juga kamu tuh, ngapain coba di sana." Betina itu kembali duduk manis di atas perutnya sembari menjilati bulu lengannya.

***

Di sudut ruang kucing Melly sedang asik memainkan kuku-kukunya yang bersih. Mangkok berisi air susu sudah habis diseruputnya. Ia merasa kenyang lalu menjilati sisa susu itu yang membasahi rongga mulut yang mungil. Melly kucing Cemumut selalu dibelai oleh yang merawatnya, sehingga bulunya begitu halus dan lembut.

Hanya saja sang pemelihara itu mengekangnya agar tidak keluar rumah. Mereka takut jika kucing Melly dipikat oleh sang Jantan. Mereka tidak mau kucing Melly hamil dan punya anak, takut jika Melly pudar kecantikannya.

Pagi menanjak naik. Mentari pun menyinari bumi dengan sentuhan hangatnya. Di atas kandang ayam milik Pak Badrun, kucing pejantan tidur pulas melingkar. Ia sangat lelah semalaman begadang hanya untuk memburu tikus. Semalam pun turun hujan sehingga sang kucing pejantan terjaga. Dan juga, ia ingin memikat kucing betina yang sedang berlindung di kolong bale itu.

Pernah ia ingin memikat hati kucing Melly. Tapi sayang, manusia yang memeliharanya selalu menghardiknya. Bahkan pukulan selalu dilayangkan ketika ia mau Pede Kata. 

Kucing Melly sebenarnya memberi respon kepada pejantan itu. Tapi sayang, dipingitnya ia, tak bisa untuk tebar pesona. Karena sang manusia yang memeliharanya selalu memangku ketika sang Jantan berada di depannya.

"Ingat! Jangan coba-coba tebar pesona!" kata sang pemelihara. "Aku tak suka kamu kawin. Kalau kamu hamil, dan punya anak, lalu menyusui, pasti kecantikanmu memudar. Perut kamu melember. Dan malas mempercantik diri lagi!" Sang Pemelihara berujar panjang-lebar.

Kucing Melly hanya mengeong. Ia mengerti apa yang di maksud Noni. Noni nama wanita yang selalu menyayanginya. Nonilah yang memberi makan dan minuman susu segar kepadanya. Noni sangat sayang kepada kucing Melly. Jika tidur pun selalu bersama-sama.

Suatu ketika kucing Melly sedang membuang kotorannya, yang seharusnya seekor kucing itu buang ar besar di pasir atau tanah. Ia akan membuat lubang lalu ia nongkrong sebagaimana seperti manusia. Setelah selesai, ia lalu menguruk kotorannya itu dengan pasir atau tanah yang semulania gali. Setelah teruruk, dicium lagi urukan tanah itu, agar kotorannya tidak dapat terendus oleh makhluk lainnya terutama seekor Anjing.

Tidak halnya denga kucing Melly. Ia sangat mengerti seperti dilakukan oleh Noni sang majikan. Karena sering sekali melihat Noni membuang hajat di WC, kucing Noni pun terbiasa membuang kotorannya di WC seperti halnya Noni.

***

Pejantan kucing liar itu selalu mencoba mendekati kucing Melly. Ia selalu cari perhatian berpura-pura mengeong di halaman rumah Noni. Ia tahu pasti suaranya yang berkharisma, membuat kucing Melly terpikat. Apalagi kucing Melly belum pernah dikawin oleh pejantan manapun. Kucing Melly masih single dan masih perawan. Tentu akan sulit bagi pejantan untuk merenggut kegadisannya.

Bukk ...

Pejantan terkejut dan punggungnya merasa sakit. Ia melompat segera lalu berlari sambil menoleh kebelakang untuk melihat siapa yang memukulnya. Ternyata Noni sang majikan kucing Melly.

"Us ... pergi sana!" bentak Noni sambil mengangkat gagang sapu untuk memukul kembali. Sontak pejantan pun lari Tunggang-langgang. "Awas! Datang lagi!" ancam Noni.

"Aduuh ... uuh ... sakit juga pukulannya!" meringis pejantan di bawah kolong motor matic tetangga Noni. "Tapi aku harus terus berusaha untuk mendapatkan cintanya Melly!" Pejantan bergumam sambil menjilati tangan dan kukunya. Lalu kembali memandang dengan tatapan tajam kearah rumah Noni.

Kucing Betina tertawa termehek-mehek mehek melihat ringisan pejantan. Di dalam hatinya kucing betina berkata, "Dasar kucing badot. Udah tua-tua masih suka sama gadis aja!"

Tiba-tiba kucing pejantan melihatnya. Telinganya bergerak-gerak petanda sedang mau mendumel. Ekornya dikibas-kibaskan.

"Waduh ... ketahuan dah aku sedang menertawakan dia, hi ... hi ... hi ..." ujar kucing betina.

Lantas kucing betina itu lekas membalikan badannya untuk lari sambil mengibas-ngibaskan ekornya.

"Uh dasar, sok cantik!" umpat pejantan, setelah kucing betina telah jauh. Dia sebenarnya suka juga kucing betina tadi, tapi sayang bulunya yang terkesan kotor dan warnanya kurang menarik. Tidak seperti kucing Melly yang selalu bersih dan terawat. Maklum Kucing Melly adalah kucing piaraan.

Bukk ...

Ngeoong..(Adaw...)

Sekali lagi kucing pejantan kena pukul kali ini berupa timpukan. Tapi bukan berasal dari Noni. Timpukan itu berasal dari Mad Badrun pemilik rumah sebelah rumah Noni.

"Berisik gue mau tidur!" bentak Mad Badrun sambil mengambil kembali sendal yang ia timpukan pada kucing pejantan itu yang lari tunggang langgang kearah lain. "Sialan gangguin orang mau tidur!"

Sementara itu kucing betina sedang melamun di tepi kolam ikan milik Kang Asep. Ia adalah manusia yang benci terhadap kucing jika memakan ikan hasil dari kolamnya. Tapi ada juga sisi baiknya, yaitu suka memberi daging ikan meskipun sisa darinya. Tapi cukup lumayan untuk kucing betina mengganjal perutnya sampai malam nanti.

"Tuh makan!" kata Kang Asep melempar tulang ikan mujair. Tentu kucing betina senang sekali. Sambil mengeong ia lantas memakannya dengan lahap. Ketka sudah habis tulang ikan itu, kucing betina kembali menunggu pemberian dari Kang Asep dengan mengeong dan berjalan bulak-balik di bawah kaki Kang Asep yang sedang asik menyantap makan sore di atas bale bambu.

Rasa syukur dirasakan oleh Kucing Betina itu. Walaupun bukan kucing peliharaan, namun masih ada manusia yang baik hati padanya. "Terima kasih wahai Kang Asep atas ikannya!" gumamnya mengeong. 

Baru saja bergumam begitu. Tiba-tiba ada yang menangkapnya. "Khuuf ..." Seorang anak usia 8 tahun mencengkramnya. "Hai lepaskan aku!" teriak Kucing Betina itu mengeong. Ia berusaha meronta dari cengkraman anak itu. Tangannya sangat kuat, bahkan kepalanya sampai dipelintir lalu ditenteng membuat Kucing Betina itu hampir tercekik tak ada nafas.

"Ujang... jangan main kucing. Nanti kamu bengek kena bulunya!" yang berteriak wanita paruh baya. 

"Kucing ini lucu Bu!" jawab anak itu sambil menggendong ditelentangkan. 

Memang benar apa yang dikatakan wanita paruh baya itu. Bulu Kucing Betina pada telepas sehingga rontok menodai baju anak bernama Ujang. Wanita paruh baya yang tidak lain adalah Ibunya kembali menyentak. Tapi kali ini agak keras.

"Lepasin gak! Nanti dicakar kamu Jang!"

Ngeoong...

Kucing Betina itu terus meronta. Matanya menatap nanar dengan wajah menunjukan ketakutan yang amat sangat. Tapi tak lama dilepaskan kembali.

***

Malamnya Kucing Melly asik bermain di sisi jendela. Ia tak melihat dua pasang mata sedang memperhatikannya dari bawah jendela itu.

"Cantik ... sungguh cantik kamu Melly." kata Kucing Jantan dengan suara pelan mendayu.

Kucing Betina yang sedang berdiri di sampingnya hanya mesem-mesem melihat Kucing Jantan memandang Kucing Melly penuh buncah. Tatapannya seolah-oleh keluar sinar berbentuk hati. Yah, hati yang utuh penuh cinta terpesona dengan kecantikan dan kelembutan Kucing Melly yang belum pernah tersentuh oleh Jantan manapun. 

Bulunya yang lembut tak berkutu itu, terlihat harmoni dengan keindahan tiga warna membaur menyatu dengan parasnya yang cemumut. Kucing Melly belum pernah merasakan cinta. Terkekang penuh perhatian dari sang pemelihara. Bersih, lembut dan cantik serta pesona.

"Gak seperti betina di sampingku. Ia bau, jorok, bulunya berkutu juga kumel. Oh ... sampai kapan pun aku tak bernafsu padamu."

"Jadah ..." bentak Kucing Betina tiba-tiba. "Loe tuh ye, makin ngerunjak ama gue. Bilang aja gak demen ama gua, jangan ngatain begitu dong! Emangnya gue gak punya hati apa." 

Kucing Jantan hanya nyengir mendengar Kucing Betina berkoar memarahinya, sambil terus melihat kucing Melly yang sedang asik bermain di pinggir kaca jendela.

"Eh, gue biar jelek-jelek gini, hidup mandiri. Bisa nyari makan sendiri. Sedangkan Si Melly walaupun cantik, gak bakal hidup kalau di lepas."

"Meoong....au-ah gelap!" pungkas Kucing Jantan sambil melangkah pergi ketika Kucing Melly kembali turun dai balik jendela itu.

Kucing Jantan mengibas-ngibaskan ekornya. Sambil berucap, "Sudah ah, jangan cemburu gitu, mendingan kita cari makan buat malam ini!"

"Yeee ... GR ... capa yang cemburu ama loe. Ngaca...!" pekik Kucing Betina mencela ketika Kucing Jantan hilang ditengah malam yang pekat.

Kemudian Kucing Betina pun beranjak dari tempat itu kearah lain. Ia merasa sakit dengan perkataan Kucing Jantan tadi. Merasa terhina. Tiba-tiba Kucing Betina itu menguarkan air mata. 

"Hikz ...hikz ...hikz ... Hidup ini tak adil. Aku semenjak kecil selalu sendiri tak ada yang mengurus ... Jahaaat.... Semuanya jahat... hikz ... hikz ... hikz ..."

Air mata berderai membasahi pipi dan kumisnya. Kucing Betina merasa paling buruk dengan takdir hidupnya. Semenjak bayi ia dipisahkan oleh Bunda dan kedua saudaranya. Ia di buang jauh-jauh oleh manusia, yang tak suka dengan kehadirannya.

Ia tahu jika hidup ini memang pahit. Hidup harus berjuang sebisa mungkin untuk menyambung umur yang hanya sementara ini. "Tapi ... Kenapa kesenangan itu tidak berpihak kepadaku?!"

Kucing Betina terus menangis ngeong sedu. Ia pandang rembulan yang mulai tertutup awan mendung berarak memapas sinar indahnya. Suara simfoni angin mendayu lembut diiringi suara kekresekan dahan tertepa angin semilir.

Terbayang kilas balik ketika ia masih dalam asuhan sang Bunda. Ketika ia mempunyai saudara kembar dua. Kakak dan Adik, sedangkan ia di tengah karena lahirnya pun ia keluar merojol keras ketika Kakaknya keluar, itupun sedikit sulit karena terlahir nyungsang. Disusul dengan adiknya yang hanya mempunyai satu warna bulunya yaitu kuning. Sedangkan ia dominan putih dengan campuran kuning.

Canda ria dengan kedua saudaranya itu sangat mengasikkan. Saling menggigit, menjilat, membanting bahkan bermain Smack Down dengan cara dipiting, diapit, dibekep, dibekek dan ditekuk.

Versi POV 1 Curhat Kucing Betina.

Pada saat kami sedang tidur pulas bergumul dengan Kakak dan Adikku. Ibuku pulang dengan wajah sumringah karena telah berhasil menangkap Tikus untuk mengajarkan kepada kami sebagai makanan Alternatif kelak jika kami tak ada yang memberi makan.

Bundaku lebih dulu menelan kepala tikus itu. Sedangkan aku dan kedua saudaraku hanya disuruh mengendus aroma bau tikus, agar kami bisa melacak keberadaan tikus di manapun mereka bersembunyi.

"Hayo makan, Nak!" kata Ibuku. "Ini adalah makanan terlezat. Kelak kalian akan menikmatinya jika sudah besar nanti." ujar Ibu panjang-lebar.

Ibu adalah bagiku seorang pahlawan yang selalu menjaga anak-anaknya. Ibu tidak kenal jijik. Ketika kami membuang kotoran, alat kelamin kami dijilati olehnya. Bahkan Ibu rela menyuskan anak-anaknya siang dan malam hingga lupa makan.

Setelah kami sudah bisa berjalan dan melihat. Ketika kami tidur lelap malam, ibu dengan rajinnya memburu tikus hanya untuk makanan kami. Bahkan tidak jarang ketika Ibu kami mendapatkan seekor tikus dengan digondolnya. Manusia yang melihat Ibu kami membawa tikus langsung menghardiknya dan pukulan tak jarang dilayangkan sehingga tikus itu diambil lalu dibuang kembali oleh manusia. Akhirnya Ibu kami sedih, namun Ibu tak putus asa, ia terus memburu kembali sampai kami bisa merasakan aroma seekor Tikus nyinying.

Oh yah, yang paling indah adalah ketika Ibu kami mengajarkan kami berkelahi dan menerkam. Kami saling menggigit, menerkam dan bergulat. Ibu kami mengajarkan kuda-kuda untuk sigap dalam memburu. Itulah kelebihan ibu kami.

Tapi setelah kami dirasa sudah meresahkan manusia karena kenakalan kami dan jorok kata mereka, karena tubuh kami bau amis. Kami pun dipisahkan oleh Ibu kami. Kami bertiga dibungkus pakai kantong kresek, dan dibawa entah kemana. Tahu-tahu kami sudah berada ditempat yang asing bagi kami.

Kami berteriak-teriak mengeong memanggil Ibu kami. Tak ada jawaban, karena memang kami dipisahkan oleh Ibu kami. Kami bingung, akhirnya aku pun berpisah dengan saudara-saudaraku. Bahkan aku pernah lihat Kakakku sudah tak bernyawa lagi, entah apa yang membuat Kakakku merenggang nyawa. Hingga tampak tubuhnya membusuk dan hampir dikerumunin belatung yang menjijikan.

Kembali ke POV Tiga.

Setelah mengenang masa lalunya. Kucing Betina itu mengeong sendu terdengar menyayat hati. Erangannya menggambarkan kedukaan dan kesukaran yang sangat dalam. Karena malam penuh keheningan, sehingga erangan Kucing Betina terdengar Kucing Melly yang sedang terpulas tidur melingkar di box khusus buatnya. "Duhai ... suara siapa itu, sangat menyayat hati?!" batin Kucing Melly.

Ia berdiri sambil merenggangkan urat-uratnya lalu menguap lebar. Setelah itu ia beranjak dari Box itu sebagai tempat tidurnya dan menuju jendela yang tidak jauh dari Box itu. Ia coba buka kordeng dan melongok kebawah dimana suara erangan yang menyayat hati itu berasal.

Tampak Kucing Betina sedang duduk dengan pantatnya dan kaki depan sebagai penopangnya. Ia terlihat sangat sedih. 

"Meong ..." sapa kucing Melly, tapi suaranya tidak terdengar karena rapatnya kaca jendela. "Duhai Kucing Betina yang malang. Seandainya aku bisa keluar dari sini. Aku akan menemuimu dan menjadi tempat curhat keresahanmu. Tapi sayang aku tak bisa keluar dari sini, karena aku selalu dijaga oleh majikanku." gumam Kucing Melly sambil memandang Kucing Betina yang sedang bermuram durja di keheningan malam.

 Kerajaan Tikus

Terdengar suara menggereng di kejauhan. Suara Pejantan sedang adu argumen. Nadanya sangat panjang dan berisik membuat Pak Badrun terbangun. Mitos mengatakan jika ada kucing berkelahi, maka keesokannya akan ada manusia yang berantem. Dan juga membuat kegaduhan ditengah malam.

Pak Badrun beranjak dari tidurnya lalu menuju ke kamar mandi. Diambilnya air seember dan gayung lalu dibawa ke tempat di mana Para Kucing berkelahi.

"Hus ... woe!" bentak Pak Badrun bersiap menyiramkan kedua kucing itu. "Gangguin orang tidur aja loe!" Sehabis berujar begitu Pak Badrun segera menyemprotkan air itu ke arah dua pejantan yang sedang berkelahi.

Byyurrr...

Kedua kucing itu melompat sebat. Lalu kocar-kacir terkena siraman Pak Badrun yang bertampang bringas.

Kucing paling takut jika terkena air. Konon katanya, jika seeokor kucing dipandikan, akan turun hujan. Oleh karenannya kucing paling takut dengan air.

Kucing Melly paling takut jika mendengar para Kucing Jantan berkelahi. Ia terus merungkut dengan bulu punggungnya berdiri seperti kesetrum. 

"Aku paling benci mendengar keributan!" gumamnya.

Beru saja bergumam begitu, tiba-tiba terdengar suara preketekan di atas loteng. Kucing Melly terkejut lalu melototkan mata.

Tampak anak tikus sedang konvoi berjalan dari satu tempat ketempat yang lain. Mereka sangat unik jika berjalan beriringan. Anak tikus yang berjalan paling depan, ekornya digigit oleh anak tikus yang kedua, dan seterusya anak tikus yang kedua, ekornya digigit sama anak tikus yang ketiga, sampai ketiga yang terakhir, ia hanya menggigit.

Maksud jalan konvoi seperti itu adalah agar mereka tidak kehilangan tali ikatan keluarga. Juga untuk menghindari serangan buasnya seekor kucing. Karena anak tikus berprinsip "Bersatu kita teguh, berpisah kita lumat dimakan kucing." Itulah ajaran kedua orang tua mereka.

Bahkan mereka terdoktrin oleh kedua orangtuanya. "Untuk bertahan hidup kita harus menjadi pencuri makanan. Tapi jika tidak ada yang dicuri harus berani makan sabun mandi." 

Itulah doktrin kedua orangtua mereka kepada anak-anaknya. Bukan hanya doktrin yang ditanamkan di otak mereka, tapi juga bagaimana cara menjadi pencuri yang handal dan mumpuni serta sigap jika terjadi sesuatu seperti serang balik dan gigit cepat jika terinjak.

Di dalam lobang gorong-gorong rumah Noni. Sang ibu Tikus asik bergumul dengan ketiga anaknya yang sudah mangkat besar. Dalam gumulan itu sang Bunda berkata memberikan wejangan semacam dongeng kekuatan seekor Tikus.

"Dengar anak-anakku! Pada zaman dahulu kita mempunyai raja yang sangat ditakuti dan disegani oleh para bangsa manusia terutama para petani. Mereka dibuat kalang-kabut jika penen tiba di sawah yang mereka kelola. Sang raja memerintahkan prajurit-prajuritnya ketika musim panen tiba untuk merampok padi mereka. Semua prajurit tunduk dengan suka ria membabat habis seluruh padi yang mereka tanam sehingga tak tersisa sebijipun!"

Ketiga anaknya mendengarkan dengan tazim. Tapi ada satu anaknya yang hanya cengar-cengir menguarkan dua giginya.

"Tapi sayang anakku!" lanjut sang Bunda bercerita. "Ada salah satu prajurit yang rakus sehingga berbuat korupsi. Ngakunya dapat dua karung, ketika di selidiki oleh pengadilan anti korupsi, prajurit itu memakan padi hingga dua karung lebih. Sehingga prajurit itu di hukum pancung. Lalu kepalanya gelinding dan jatuh di jerami. Tak lama seekor kucing datang dan memakan kepala prajurit tikus ini. (Sampai sekarang Kucing paling suka dengan kepala tikus)

"Lalu???" kata salah satu anak Tikus bernama Nyising.

"Setelah itu." lanjut cerita sang Bunda. "Raja Tikus tewas mengenaskan di pematang sawah dengan isi perut terburai, seperti ditebas denga menggunakan parang. Nah, semenjak itu para prajurit kehilangan komando sehingga harus mencari makan sendiri-sendiri walaupun dengan cara mencuri dan korupsi." "Tapi Motto Tikus sang Pencuri sampai di abadikan oleh Manusia dengan istilah 'Tikus kantor, seperti lirik lagu Bung Iwan Fals'".

Sejenak sang Bunda terdiam. Lalu menitikan air mata.

Melihat sang Bunda menitikan air mata, anak Tikus yang pertama bertanya, "Kenapa Ibu menangis?!"

Sang Bunda menjawab, "Ibu teringat ayahmu, Nak!"

"Ayah kami di mana, Bu??" semua berkata serempak.

"Ayah kamu ... Ayah kamu ...hikz ... hikz ... hikz ..."

"Ayah kami kenapa Ibu?" seru Anak Tikus ke 3.

"Ayah kamu kelindes mobil, Nak sampai mejret ketika menyebrang jalan! hikz ... hikz ... hikz ..."

Sontak semua anak Tikus yang mendengarkan itu pada menangis...

"Ayah .... hikz ... hikz ... hikz ..."

"Sudah Nak, Ayahmu sudah tenang di alam sana!" ujar sang Bunda sambil menciumi moncong bibir anak-anaknya.

Tiba-tiba anak Tikus yang kedua sedikit menyeleneh, "Ibu, aku nangis bukan karena Ayah!" 

Sang Bunda berkerenyit, "Lalu apa, yang membuatmu nangis anakku?"

"Perutku lapar, Bu!" jawab anak Tikus ke 2.

"Dasar Rakus!" celetuk anak Tikus Ke 3 menghardik.

Lalu sang Bunda berkata dengan bijak. "Ya sudah, ibu carikan makanan dulu yah. Ibu mau intip dulu apakah laci tempat Noni nyimpan makanan masih ada makanan yang akan ibu curi."

Mendengar itu, Anak Tikus ke 2 tersenyum sumringah sambil angguk-anggukan kepala lalu bola matanya dimainkan memutar-mutar. "Hore ...."

Malam memang sangat dingin dan sejuk sehingga membuat isi rumah terutama keluarga Noni pemilik Kucing Melly terlelap dalam mimpinya, begitupun dengan Noni. Ia tidur sangat lelap sekali. Kesempatan itu digunakan oleh sang Tikus mengendap menuju rak makanan yang berada di dapur. Rak makanan itu berisi makanan yang akan  di santroni sang Tikus.

"Aku harus hati-hati agar tidak menjatuhkan sesuatu!" batin sang Tikus sembari celalingak-celinguk dengan mata terbelalak lebar. "Ah- aku harus lewat kolong rak itu. Aku akan merambat melalui tembok lalu naik ke atas tempat penyucian piring lalu menuju rak itu."

Khuf ... Cukcukcukcuk...

Sang Tikus merayap ke tembok dengan cepat. Ketika mau melompat, ketempat penyucian, ia hampir terperanjat jatuh 'pssst...' saking terkejutnya mau jatuh, sang Tikus menguarkan kentut curut. "Sialan!" rutuknya dalam hati sambil terus bertahan agar tidak jatuh dan menyebabkan suara gaduh.

Kucing Melly yang belum tidur pulas mencium bau curut. Walaupun Kucing Melly tak pernah keluar rumah, tapi sudah fitrahnya diberikan penciuman yang sangat tajam, terutama dalam mencium bau curut alias tikus.

"Meoong ... bau tikus!" batin Kucing Melly. Dengan mata nanar ia menajamkan pandangan dan penciuman. 

Lanjutannya

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
Mohon tunggu...

Lihat Dongeng Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun