Pemain Abroad sebagai Agen Perubahan Sepak Bola
Belum lama ini setelah gelaran AFF Suzuki Cup 2020 berakhir, muncul isu-isu bernada positif soal beberapa pemain Timnas Indonesia yang dilirik dan didekati oleh Klub-klub dari Liga di luar Indonesia.Â
Bahkan salah satu petinggi klub di Indonesia, sempat melontarkan statement tentang Pemainnya yang sedang di dekati oleh klub-klub dari Liga luar. Yoyok Sukawi, CEO klub Liga 1 Indonesia, PSIS Semarang, berujar bahwa ada beberapa klub dari Liga luar yang sedang mendekati 2 pemain PSIS, Alfeandra Dewangga dan Pratama Arhan.
Yoyok, yang sudah malang melintang mengelola PSIS Semarang sejak era Divisi Utama Liga Indonesia ini, mengatakan bahwa dirinya dan Klub siap untuk "mengawal" dan mendukung proses perekrutan Dewangga dan Arhan oleh beberapa klub Luar negeri yang tertarik pada keduanya.Â
Yoyok menambahkan sekaligus menggaris bawahi, bahwa PSIS hanya akan melepas Dewangga dan Arhan ke Klub luar, namun tidak untuk Klub-klub di Liga 1 Indonesia meskipun dibayar dengan harga yang selangit. Walaupun saya termasuk penggemar PSIS Semarang sejak era Bonggo Pribadi, namun bukan berarti setiap statement Yoyok saya amini. Tapi untuk kali ini, saya satu pendapat dengan Yoyok.Â
Buat saya, statement Yoyok tersebut adalah angin segar bagi para pesepakbola di Indonesia yang ingin berkarir di Luar Negeri (Abroad). Karena yang sering terjadi, pada umumnya pemain-pemain di Liga Indonesia, seolah "dihalang-halangii" oleh klubnya sendiri jika ingin berkarir dan bergabung dengan klub di Luar Negeri. Ntah apa alasannya, yang jelas kejadian semacam ini cukup banyak kita temui di era-era Liga Indonesia sebelumnya.
"Penghalangan" oleh Klub terhadap karir pemain yang ingin ke luar negeri, adalah trend negatif yang seharusnya diputus dan ditinggalkan. Apalagi jika dihadapkan dengan kenyataan bahwa Kompetisi Liga Indonesia punya banyak keterbatasan, dan bahkan bukan termasuk Liga terbaik di Kawasan regional ASEAN sekalipun.Â
Untuk saat ini saja, menurut update terakhir, Kompetisi Liga 1 indonesia ada di peringkat 26 dalam Rangking Kompetisi AFC. Masih ada dibawah beberapa negara ASEAN seperti Thailand (9), Vietnam (14), Filipina (19), Malaysia (20), dan Singapura (24).
Jika alasan "penghalangan" tersebut adalah soal Prestasi Klub, maka ini adalah sebuah pemikiran yang sangat tertinggal -jika tidak bisa disebut primitif- dalam Dunia Sepak bola yang modern saat ini. Prestasi Klub dalam sebuah kompetisi tidak hanya ditentukan oleh pemain-pemain yang dianggap berbakat dan potensial.
(Baca juga: "Duri dalam Daging" dan "Kambing Hitam" Timnas Indonesia)
Karena ada banyak faktor yang menentukan prestasi klub dalam sebuah kompetisi Liga. Justru dengan adanya pemain yang dilirik dan direkrut Klub Liga luar, maka hal ini akan sedikit banyak memberikan eksposur terhadap klub-klub di Liga Indonesia yang pemainnya diminati oleh klub dari Liga luar.
Dari segi bisnis, apalagi di era sosial media seperti sekarang, eksposur terhadap sebuah klub adalah modal penting untuk melebarkan basis fans sekaligus menjangkau "pasar jualan" yang lebih luas. Belum lagi kerjasama antar dua klub yang berhasil melakukan persetujuan transfer pemain. Baik dalam hal bisnis atau pengembangan pemain muda, sangat bisa dijalin dan dikembangkan.
Kita bisa mengambil contoh bagaimana Klub-klub di Liga Brazil, yang para pemainnya dikontrak oleh Klub dari Liga-liga Top di Eropa. Klub-klub semacam Santos FC, Sao Paulo FC, SC Corinthians, Gremio, Atletico Mineiro, Fluminense FC, dan lainnya, punya eksposure tinggi ketika berhasil "mengirim" pemain-pemainnya ke Liga-liga Top Eropa.Â
Publik sepak bola tentu mengenal para Pemain Abroad dari Brazil seperti Diego Ribas, Neymar Junior, Carlos Dunga, Robinho, Ronaldo Nazario, Nelson Dida, Ronaldinho, Diego Costa, Marcelo, Thiago Silva, dll. Mereka adalah para pemain kelas dunia yang mampu menaklukkan Liga-liga Top Eropa, dan banyak diantara mereka mampu meraih juara UEFA Champions League bersama klub yang dibela.
Para pemain Abroad dari Brazil ini, tidak hanya berjasa terhadap klub-klub Liga Brazil yang mereka tinggalkan. Kenyataanya mereka mampu melambungkan nama Negara Brazil sebagai "Pabrik Pesepakbola" terbaik di dunia. Bahkan mereka juga mampu beberapa kali menempatkan Timnas Brazil sebagai Timnas terbaik di level kompetisi tertinggi antar negara di dunia, FIFA World Cup.
Pada kenyataannya, klub-klub Brazil yang mengirimkan pemain-pemain potensialnya ke Liga luar, nyatanya tetap mampu bersaing di dalam kompetisi Liga mereka. Bahkan mereka mampu unjuk gigi dalam Kompetisi Antar Klub Dunia, FIFA Club World Cup.
Klub-klub Indonesia mungkin harus belajar banyak kepada klub di Liga-liga Amerika Selatan (CONMEBOL), yang banyak mengirimkan Pemain Abroad ke Liga-liga luar, bahkan Liga-liga Top di Eropa.
Dikontraknya pemain-pemain berkualitas dari dalam negeri oleh klub-klub luar negeri, bukanlah sebuah hambatan bagi sebuah klub yang ditinggalkan pemainnya dalam mencapai prestasi terbaik di Kompetisi Domestik. Klub-klub di Indonesia pun harus realistis terhadap kualitas pengelolaan klub mereka, dan juga keterbatasan-keterbatasan di Kompetisi dalam negeri sendiri.
Sejatinya, Para pemain Abroad ini bisa dianggap sebagai Agen Perubahan bagi sepak bola Indonesia. Kita harus sadar akan kualitas sepak bola dalam negeri saat ini.
Dari segi kompetisi, pengelolaan klub, pengembangan pemain muda, bahkan filosofi dan Teknik sepak bola kita sangat rendah jika dibandingkan negara-negara di amerika latin atau afrika sekalipun.
Para pemain Abroad ini, pada akhirnya diharapkan mampu memberikan sumbangsih dan membawa ekosistem sepak bola yang baik ke Indonesia, tentunya lewat pengalaman-pengalaman mereka selama berkarir di Luar Negeri.
Cerita Pemain Sepak Bola dari Indonesia yang berkarir di Luar Negeri (Abroad), khusunya di Liga-liga Eropa, memang tidak sebanyak pemain-pemain abroad yang berasal dari wilayah Afrika ataupun Amerika Latin. Jangankan Indonesia, jika kita bicara Sepak Bola di wilayah Regional Asia Tenggara, atau bahkan Benua Asia sendiri, "jejak-jejak" pemain abroad dari Asia di Liga-liga Top Eropa, yang dianggap kiblat Sepak bola Dunia, tidak sebanding dengan jumlah para Pemain Abroad dari Afrika atau Amerika Latin.
Bicara soal Pemain Abroad asal Asia di Liga-liga Eropa, Indonesia masih tertinggal sangat jauh dibandingkan negara-negara di Asia lain semacam Jepang, Korea Selatan, Iran, dan China.
Dari beberapa negara yang saya sebut tadi, beberapa Pemain Abroad-nya bahkan sudah mampu menembus Liga-liga top Eropa semacam Liga Inggris, Liga Spanyol, Liga Italia, Liga Jerman, Liga Belanda, dan Liga Prancis. Diantaranya bahkan berhasil mendapatkan label 'Pemain Kelas Dunia.
Publik sepak bola Asia umumnya pernah mendengar nama-nama seperti Hidetoshi Nakata, Shunsuke Nakamura, Park Ji-Sung, Son Heung-Min, Ali Karimi, Javad Nekounam, Sun Jihai, dan Hao Haidong. Beberapa nama yang saya sebut tadi, adalah bukti bahwa para Pemain Abroad asal Asia sebenarnya punya kualitas dan potensi untuk bersaing di Liga-liga Top Eropa, sekaligus bisa dilabeli sebagai pemain Kelas Dunia.
Sedangkan di wilayah Regional Asia Tenggara sendiri, Indonesia pun masih tertinggal jauh dari Negara-negara seperti Thailand, Singapura, Malaysia dan Vietnam. Meskipun hanya sedikit Pemain Abroad dari Asia Tenggara yang berhasil menembus Liga-liga Top di Eropa, namun banyak juga pemain-pemain abroad dari Asia Tenggara yang terbilang cukup sukses menembus Liga-liga di luar wilayah Asia Tenggara sendiri.
Mereka- mereka yang pernah Merantau ke Luar Negeri
Sebelum era 2000-an, ada beberapa nama-nama pemain abroad dari ASEAN yang mampu menembus Liga-liga terbaik di Eropa. Ada nama Fandi Ahmad, yang pernah populer di Liga Belanda (Eredivisie) saat berseragam FC Groningen (1983-1985).
Bagaimana tidak, Fandi bisa dikatakan sebagai pemain Singapura pertama yang berhasil menembus Liga Eropa sekaligus bermain di Piala UEFA. Bersama FC Groningen, Fandi mampu menciptakan 11 Gol dari 36 Caps bersama Trots van het Noorden, sebelum akhirnya berlabuh ke Liga Yunani dan bergabung Bersama OFI FC di Tahun 1990.
Selain Fandi Ahmad dari Singapura, Thailand punya Gelandang Legendaris yang pernah bermain di Liga Jerman (Bundesliga), Witthaya Laohakul. Witthaya pernah menggemparkan Pubik sepak bola Thailand dan Asia Tenggara ketika dirinya bergabung dengan Hertha Berlin SC (1979-1981).
Bersama Die Alte Dame, Witthaya mencatatkan 33 Caps plus 1 Gol, sebelum akhirnya pindah ke Kasta ke dua Liga Jerman (Bundesliga 2) bersama FC Saarbrucken.
Mengikuti jejak Witthaya, ada juga nama Lim Teong Kim dari Malaysia yang bergabung dengan Hertha Berlin SC (1987). Lim yang hanya setahun bermain dengan Hertha Berlin, ternyata mampu membuktikan kualitasnya sebagai Gelandang dengan mencatatkan 8 Gol dari 29 Penampilan. Lim Teong Kim adalah pemain abroad pertama dari Malaysia yang mampu menembus "Belantara Eropa".
Di era 200an, ada nama Teerasil Dangda, penyerang tajam Timnas Thailand ini pernah berlaga bersama UD Almeria (2014-2015) di Liga Spanyol. Bersama Almeria, Teerasil tercatat bermain dalam 10 pertandingan meski hanya menorehkan 1 Gol.
Dari beberapa nama yang saya sebutkan tadi, sebelum era 2000-an, masih ada beberapa nama yang berkarir juga di Liga-liga Eropa, meskipun bukan di Liga yang punya Label Top. Nama seperti Varadaraju Sundramoorthy dari Singapura, pernah bergabung dengan klub Liga Swiss, FC Basel (1988-1989).Â
Ada juga Vorawan Chitavanich dari Thailand, yang pernah bergabung dengan klub divisi bawah Liga Denmark, Frederikshavn fI (1986--1987), dan klub Liga Utama Denmark, Viborg FF (1987--1990). Dan masih dari Thailand juga, siapa tak kenal Kiatisuk Senamuang?
Mantan Penyerang Legendaris Timnas Thailand ini juga pernah berkarir di salah satu Liga Eropa, yaitu di Kasta ke dua Liga Inggris (Championship Division), bersama Huddersfield Town, pada 1999-2000.
Dari Indonesia sendiri, ada beberapa nama yang sempat melanglang buana di Liga-liga Eropa sebelum era 2000an. Bersamaan dengan Proyek PSSI Primavera yang diluncukan PSSI pada 1993, ada nama seperti Bima Sakti Tukiman.
Bima sebagai salah satu generasi pertama Primavera, pernah membuat lompatan bersejarah dalam karirnya ketika bergabung dengan Klub Liga Swedia, Helsingborg IF (1995-1996).
Selain Bima, ada Kurniawan Dwi Yulianto, Kurniawan yang juga salah satu punggawa di proyek Primavera, bahkan pernah direkrut oleh Sampdoria, klub Liga teratas Italia (Serie A) yang saat itu dilatih oleh Sven-Goran Eriksson. Bersama Il Samp, Kurniawan hanya mampu tampil di Tur Asia dan tak mampu menembus skuad utama Sampdoria di Serie A.
Â
(Baca juga: Kurniawan dan Jejak Para Pelatih Indonesia di Mancanegara)
Dari penampilannya bersama skuad pra-musim Sampdoria, Kurniawan berhasil memikat salah satu klub Liga Swiss, FC Luzern, pada 1994. Bersama Luzern, dengan status pinjaman dari Sampdoria, Kurniawan hanya mampu bermain satu musim dan mencatatkan 3 Gol dari 13 Penampilan. Beberapa tahun kemudian, Kurniawan juga sempat "merantau" ke Malaysia, dan tampil bersama Sarawak FA selama satu musim (2005-2006). Bersama Skuad Ngap Sayot, Kurniawan mencatatkan 29 Gol dari 31 Pertandingan.
Selain Bima dan Kurniawan, proyek PSSI Primavera juga memunculkan satu nama lagi yang waktu itu dianggap cukup bersinar dan potensial, nama itu adalah Kurnia Sandy. Kurnia Bahkan disebut-sebut sebagai Penjaga Gawang pertama dari Asia Tenggara yang direkrut oleh Klub Liga Top Eropa.
Kurnia Sandy berhasil mencuri perhatian Sven-Goran Eriksson, yang saat itu menjabat sebagai pelatih kepala Sampdoria. Meskipun ditempatkan sebagai Penjaga Gawang Ke Empat di Tim Sampdoria, karir Kurnia Sandy di Sampdoria mendapatkan respon positif dari publik sepak bola Indonesia dan Asia Tenggara.
Eriksson bahkan pernah mencoba mempromosikan Kurnia Sandy ke Tim Utama, sebagai pelapis dari Matteo Sereni di salah satu laga di Serie A. Karena penjaga gawang utama Sampdoria waktu itu, Fabrizio Ferron, harus menepi karena kartu merah. Namun permasalahan Dokumen terkait izin bermain Sandy di Serie A ternyata belum diselesaikan oleh Manajemen. Dengan demikian, masuknya Kurnia Sandy di Tim Utama Sampdoria ditolak oleh Federasi Sepak Bola Italia (FIGC).
"Adik Tingkat" Kurniawan di Diklat Salatiga, Bambang Pamungkas, juga pernah menjejakkan kakinya di Eropa sebagai Pemain Abroad.
Di Tahun 2000, tepatnya setahun setelah Bambang memulai karir Seniornya di Liga Indonesia bersama Persija Jakarta, ia berhasil menempatkan dirinya sebagai Top Skorer Liga Indonesia dengan torehan 24 Gol. Hal ini ternyata menarik minat dan perhatian salah satu Klub Divisi Tiga Liga Belanda, EHC Norad.
Bambang bergabung dengan EHC Norad dengan status Pinjaman dari Persija Jakarta. Namun yang sangat disayangkan adalah Bambang hanya bertahan bersama EHC Norad selama 4 bulan saja, untuk kemudian kembali pulang ke Persija Jakarta. Meskipun hanya 4 bulan, Bambang berhasil mencatatkan 7 Gol dari 11 Penampilannya bersama EHC Norad.
Kisah Abroad Bambang kemudian berlanjut ke Negara Jiran, Malaysia. Meskipun bukan termasuk Liga Top di Asia, namun penampilan Bambang bersama Selangor FA menorehkan beberapa prestasi yang Gemilang. Di musim pertamanya bersama Selangor, Bambang berkontribusi banyak terhadap 3 gelar Juara yang diraih Selangor, yaitu Premier League Malaysia, FA Cup Malaysia, dan Malaysia Cup.
Di musim pertamanya pula, Bambang berhasil menorehkan gelar Individu sebagai Top Skor Liga Primer Malaysia dengan torehan 23 Gol dari 24 Pertandingan. Dari 2 musim perjalanannya bersama Selangor FA (2005-2007).
Kisah petualangan Bambang Pamugkas di Malaysia bersama Selangor, juga diiringi oleh kompatriotnya di Timnas Indonesia, Elie Aiboy. Penyerang Sayap asal Papua ini, pernah berkarir bersama Bambang Pamungkas di Selangor FA dari 2005 hingga 2007. Di musim pertamanya berseragam Gergasi Merah, Elie bersama Bambang menjadi tulang punggung dari keberhasilan Selangor meraih 3 Gelar Juara. Bersama Selangor, total Elie mencatatkan 5 Gol dari 42 Penampilan.
Setelah era Bambang dan Elie di Malaysia, ada nama Ilham Jaya Kesuma. Mantan Penyerang Timnas Indonesia dan Persita Tangerang ini, juga pernah berkarir di Liga Malaysia. Ilham pernah bermain bersama MPPJ Selangor di tahun 2006 sampai 2007, meskipun hanya satu musim, Ilham mencatatkan 7 Gol dari 18 Caps bersama The Black Widows.
Bersamaan dengan "merantaunya" Ilham di Negeri Jiran, ada juga nama Ponaryo Astaman. Mantan Gelandang sekaligus Kapten Timnas Indonesia ini pernah bergabung bersama Melaka TMFC (Telekom Malaysia). Sama seperti Ilham, Ponaryo hanya satu musim bermain di Liga Malaysia. Bersama Telekom Malaysia dari tahun 2006 hingga 2007, Ponaryo mencatatkan 12 Gol dari 20 Penampilan.
Bicara soal Liga Malaysia, Indonesia memang cukup banyak "mengirim" para pemainnya untuk Abroad di Negeri Jiiran tersebut. Jika kita bicara siapa pemain pertama dari Indonesia yang berlaga di Liga Malaysia, maka Pelopornya adalah Ristomoyo Kassim. Ristomoyo bergabung dengan Selangor FC dari 1985 hingga 1987, untuk kemudian berlabuh ke Selangor Public Bank FC (1987-1988), dan terakhir bergabung bersama MAFFA (1988-1989).
Setelah Ristomoyo, ada Robby Darwis, Legenda Persib Bandung ini pernah bergabung dengan Kelantan FC pada 1989. Robby hanya berkarir satu musim bersama Kelantan setelah kemudian "pulang kampung" ke Persib Bandung. Berikutnya ada Fakhri Husaini, mantan pelatih Timnas Indonesia U-16 ini pernah berlabuh ke Klub Liga Malaysia, yaitu Kuala Lumpur FA.Â
Selain itu, di Tahun 1996 ada nama Eri Irianto, Gelandang sekaligus Legenda Persebaya Surabaya. Eri pernah bermain bersama Kuala Lumpur FA selama satu musim, dengan mencatatkan 23 penampilan plus 2 Gol. Kemudian setelahnya ada nama-nama seperti Budi Sudarsono di PDRM FA (2007-2008), Hamka Hamzah di PKNS (2013-2014), Patrich Wanggai di T-Team (2014), Dedi Kusnandar di Sabah FC (2016), Andik Vermansyah di Selangor FC (2014-2017) dan Kedah FC (2018).Â
Lalu ada beberapa nama lagi seperti Evan Dimas di Selangor FC (2018), Ilham Udin Armaiyn di Selangor FC (2017-2018), David Laly di Felcra FC (2018), Steven Imbiri di MISC-MIFA (2017), Ferdinand Sinaga di Kelantan FA (2018), Achamd Jufriyanto di Kuala Lumpur FA (2018), Zoubairou Garba di Perak FC (2020-2021), dan Ryuji Utomo di Penang FC (2021-2022).
Hingga saat ini, ada beberapa pemain Indonesia yang masih bermain di Liga Malaysia, diantaranya adalah Natanael Siringoringo di Kelantan FA (2020-Sekarang), Saddil Ramdani di Pahang FA (2018-2019) dan Sabah FC (2021-Sekarang), kemudian ada Syahrian Abimanyu yang bermain di Johor Darul Ta'zim (2020-Sekarang ). Syahrian bahkan sempat dipinjamkan ke klub Liga Australia (A-Leauge), yaitu Newcastle United Jets (2020-2021).
Selain di Liga Malaysia, di Liga Thailand pernah ada beberapa nama Pemain Abroad dari Indonesia yang "merantau" ke Negeri Gajah Putih tersebut. Salah satunya adalah Irfan Bachdim, Irfan sendiri dua tahun bermain di Liga Thailand bersama Chonburi FC (2012-2014) dan sempat dipinjamkan ke Nakhon Ratchasima United (2013-2014). Kemudian ada juga nama Sergio Van Dijk, pemain Naturalisasi Indonesia asal Belanda ini, juga pernah berkarir di Liga Thailand bersama Suphanburi FC (2014-2015).
Setelah Irfan dan Sergio, ada nama Victor Igbonefo, Pemain Naturalisasi Indonesia asal Nigeria ini, pernah malang melintang di Liga Thailand dan pernah membela beberapa klub, diantaranya adalah Chiangrai United (2012), Super Power FC (2015), Navy FC (2015-2016), Swat Cat (2016-2017), dan terakhir di PTT Rayong (2018-2019).
Selain tiga nama tersebut, ada nama Terens Puhiri yang pernah bermain di Port FC (2017-2018), Ryuji Utomo di PTT Rayong (2017-2018), dan terakhir ada nama Yanto Basna yang juga malang melintang seperti Victor di Liga Thailand. Yanto pernah bermain bersama Khon Kaen FC (2017-2018), Sukhothai FC (2018-2019), dan PT Prachuap FC (2019-2022).
Beralih ke Jazirah Arab, ada beberapa pemain Indonesia yang pernah dan sedang bermain di Liga-liga Timur Tengah tersebut. Di Liga Bahrain, ada Adam Alis yang pernah bergabung dengan East Riffa (2015), dan Ryuji Utomo di Al-Najma (2015).
Selain dua nama tersebut, ada nama Farri Agri yang malang melintang di Liga Qatar bersama Al-Khor SC (2015-2016), Al-Ahli SC (2016-2018), dan Al-Mesaimeer SC (2020-Sekarang). Kemudian ada Ahmad Al-Khuwailid Mustofa, yang juga bermain di Liga Qatar bersama Al-Duhail Reserves (2020) dan Qatar SC (2020-Sekarang).
Kembali lagi ke wilayah Asia Tenggara, ada Dedi Gusmawan yang pernah membela klub Liga Myanmar, Zeyar Shwe Myay FC (2015-2016). Dan di Liga Brunei ada nama Iner Sontany yang pernah membela Indera SC (2017-2019).
Sementara di Liga Timor Leste, di Kompetisi yang belum lama terbentuk ini, ada banyak pemain Indonesia yang pernah dan sedang berkarir di Negeri Lorosae tersebut. Diantaranya ada Boaz Solossa di Carsae FC (2015), Oktovianus Maniani di Carsae FC (2015), Imanuel Wanggai di Carsae FC (2015), Titus Bonai di Karketu Dili FC (2015-2016), dan kemudian Iner Sontany yang pernah bermain bersama DIT FC (2016-2017) dan Lalenok United (2019-2020). Kemudian di 2021, klub Liga Timor Leste lainnya, Assalam FC, mendatangkan 4 pemain dari Indonesia, diantaranya adalah Wahyu Surya Pratama, Riki Nata Permana, Andrew Jeremy Boediono, dan Theryl Thernaldo Theny.
Jika kita bergeser ke wilayah Asia Timur, ada beberapa pemain Indonesia yang pernah ataupun sedang bermain di Liga-liga semacam Liga Hongkong, Liga Jepang, Liga Taiwan, dan Liga Korea Selatan. Publik sepak bola Indonesia pasti mengenal Rochy Putiray, mantan penyerang andalan Timnas Indonesia nan nyentrik ini pernah malang melintang di Liga Hongkong.Â
Rochy pernah bergabung bersama Instan-Dict (2000), Double Flower (2001), Happy Valley (2001-2002), South China (2002-2003), dan terakhir bersama Kitchee (2003-2004).
Di Liga Hongkong, Rochy total menorehkan 14 Gol dari 29 Penampilannya dari keseluruhan 5 Klub yang dibelanya. Jauh sebelum ke Liga Hongkong, Rochy bahkan pernah dipinjamkan oleh Arseto Solo, ke klub Divisi bawah Liga Kroasia yaitu Dukla Prague (1990-1991).
Bicara Liga Hongkong, jauh sebelum era Rochy, pada 1974 ada 4 pemain asal Indonesia yang bermain untuk MacKinnon MacKenzie. Diantaranya adalah Surya Lesmana, Risdianto, Jeffrey, dan Gunawan. Keempat pemain yang berlabuh ke Liga Hongkong ini, dibawa oleh mantan Kipper Persija Jakarta di era 60-an, Kwok Tak Sin. Kwok saat itu sudah pensiun sebagai pemain, dan berprofesi sebagai Agen serta telah menetap di Hongkong.
Sementara di Liga Taiwan, ada beberapa pemain asal Indonesia yang kebanyakan adalah Tenaga Kerja dan berprofesi sampingan sebagai Pesepakbola di sana. Beberapa nama yang bermain di Divisi 2 Liga Taiwan, diantaranya adalah Edi Rintoko dan Agustinus Wiranto yang bermain di Inter Taoyuan, serta Andika yang bermain di Ming Chuan University.
Kemudian di Liga Jepang, ada beberapa pemain Indonesia yang pernah berkarir di Negeri Sakura ini. Bahkan di era 80-an, sudah ada nama Ricky Yacob, atau yang lebih dikenal dengan nama Ricky Yacobi. Legenda Timnas Indonesia ini pernah berkarir bersama Matsushita SC (Sekarang Gamba Osaka) di Tahun 1987. Sayangnya Ricky hanya mampu bertahan satu musim di Matsushita dengan hanya mencatatkan 1 Gol dari 6 Pertandingan, sebelum akhirnya kembali ke Klub Galatama, Arseto Solo.
Puluhan tahun setelah era Ricky Yacobi, ada beberapa pemain Indonesia yang mengikuti Jejaknya di Liga Jepang. Diantaranya adalah Irfan Bachdim yang pernah membela kasta ke dua Liga Jepang (J2 League), yaitu Ventforet Kofu (2013) dan Hokkaido Consadole Sapporo (2014-2016) yang juga saat itu masih ada di J2 League.
Bersama Ventforet, Bachdim hanya mencatatkan 2 Pertandingan tanpa Gol. Sedangkan bersama Consadole, Bachdim mencatatkan 10 Pertandindang dan juga tanpa Gol. Setelah Bachdim, kemudian menyusul pula salah satu pemain Naturalisasi Indonesia asal Belanda, Stefano Lilipaly. Steffano pun pernah bermain bersama Hokkaido Consadole Sapporo (2013-2014), dengan hanya mencatatkan 1 pertandingan saja.
Selain nama Irfan dan Stefano, saat ini ada nama Ryu Nugraha yang masih berkarir di Jepang bersama Nagano Parceiro, di J3 League (Kasta ke tiga Liga Jepang). Sebelumnya, Penjaga Gawang yang memiliki darah Indonesia ini pernah dipinjamkan oleh Nagano Parciero ke Klub Divisi Lima Liga Jepang, Fukui United.
Dari Jepang, kita bergeser sedikit ke Korea Selatan. Ada nama Asnawi Mangkualam Bahar, yang mencatatkan Namanya sebagai pemain Indonesia pertama yang berkarir di Korea Selatan. Meskipun masih bermain di kasta ke dua kompetisi Liga Korsel (K League 2), namun perjalanan Asnawai bersama Ansan Greeners diharapkan mampu menjadi pembuka jalan untuk pemain-pemain Indonesia lainnya yang ingin berkarir di Korea Selatan. Asnawi bergabung dengan Ansan Greeners pada tahun 2020, dan sejauh ini sudah mencatatkan 14 penampilan di K League 2, dan 1 penampilan di Korean FA Cup.
Menyusul Asnawi di Korea Selatan, ada nama Muhammad Iqbal, yang pernah bergabung bersama salah satu klub di Divisi ke tiga Liga Korea Selatan, yaitu Cheongju FC. Iqbal hanya satu musim berkarir di Cheongju yaitu dari 2020 hingga 2021. Bersama Cheongju FC, Iqbal hanya mampu bermain di 3 pertandingan tanpa perolehan satu Gol pun, sebelum akhirnya berlabuh ke Persita Tangerang.
Sedangkan jika kita melihat ke Australia, selain Syahrian Abimanyu, yang sempat dipinjamkan oleh Johor Darul Ta'zim ke Newcastle United Jets, ada nama Sergio Van Dijk. Sergio sempat membela beberapa Klub A League, diantaranya adalah Brisbane Roar (2008-2009), dan Adelaide United (2010-2012). Sebelum akhirnya berkarir di Liga Iran bersama Sepahan FC (2013-2014), dan kemudian kembali lagi ke Adelaide United (2015).
Tentunya, kita tidak boleh lupa juga dengan Para Pemain Abroad yang pernah ataupun sedang Berkarir di Liga-liga Eropa. Meskipun bukan di Liga Topnya, para pemain ini tersebar ke beberapa Liga di Wilayah Eropa Timur maupun Eropa Barat. Selain nama-nama yang sudah saya sebut sebelumnya, masih ada beberapa nama yang patut kita ingat, karena bagaimanapun sekali lagi, mereka adalah Agen Perubahan untuk Sepak Bola Indonesia.
Jika kita ke Liga Belanda beberapa tahun yang lalu, ada Nama Sergio Van Dijk. Sebelum berpaspor Indonesia, ia pernah berkarir di FC Groningen (1999-2002), Helmond Sport (2003-2005), dan Emmen FC (2006-2008). Selain Sergio, ada nama Raphael Maitimo yang saat masih bepaspor Belanda pernah membela NAC Breda (2004), FC Dordrecht (2005), dan VV Capelle (2013).
(Baca juga: Naturalisasi Pemain dan Pemain Keturunan - Jalan Terjal Membangun Tim Nasional Sepak Bola Indonesia)
Ada juga nama Johny Van Beukering yang sebelum di-naturalisasi sebagai WNI, pernah malang melintang membela beberapa klub di Belanda, diantaranya Vitesse (2002 dan 2004), FC Zwolle (2003), De Graafschap (2004-2007 dan 2009-2010), NEC Nijmegen (2010), Go Ahead Eagles (2010), Feyenoord (2010-2011), FC Dordrecht (2012), FC Presikhaaf (2013), MASV (2014). Dan terakhir, ketika Johny sudah berpaspor Indonesia, ia sempat membela AFC Arnhem (2014-2016), dan SP Silvolde (2019).
Nama berikutnya adalah Diego Michiels, yang ketika masih berpaspor Belanda pernah membela Go Ahead Eagles (2009-2011). Selain itu, ada nama Stefano Lilipaly, yang sebelum jadi WNI juga pernah bergabung bersama Almere City (2012-2014). Dan kemudian ketika berpaspor Indonesia, sempat bergabung dengan Telstar (2015-2017), dan SC Cambuur (2017).
Ada pula Ezra Walian, yang pernah membela Almere City (2017-2018 dan 2019) serta RKC Waalwijk (2018-2019). Sedangkan Irfan Bachdim, juga pernah bermain bersama Haarlem (2009) dan SV Argon (2010). Terakhir ada nama Bagus Kahfi yang saat ini sedang bermain bersama Jong Utrecht.
Bergeser ke Jerman, meskipun belum ada pemain asal Indonesia yang berhasil menembus Budesliga, namun ada nama Kim Kurniawan yang pernah bermain untuk FC Heidelsheim (2009-2010) di kasta ke enam Liga Jerman. Dan untuk saat ini, ada nama Kelana Mahesa yang masih bermain untuk klub kasta ke lima, Frechen 20 sejak 2021. Sebelumnya Kelana sempat bergabung bersama Bonner SC (2020), Klub divisi ke empat Liga Jerman.
Sementara di Spanyol, ada nama-nama dari Indonesia yang pernah dan sedang berkarir di sana. Meskipun bukan di kasta teratas, namun para pemain ini cukup beruntung dalam menapaki karir sebagai pesepakbola. Ada beberapa nama seperti Mahir Radja di Alcudia (2017), Dallen Doke di Racing Algemesi (2017), lalu ada Imam Zakiri di Polillas Ceuta (2020) dan CP Villarrobledo (2021-Sekarang).
Beberapa tahun lalu, di Klub kasta ke dua Liga Belgia, CS Vise. Pernah ada 4 pemain asal Indonesia, diantaranya Yandi Sofyan (2011-2013), Syamsir Alam (2013-2014), Alfin Tuasalamony (2011-2014), dan Manahati Lestusen (2013-2014). Sedangkan di Divisi Dua Liga Bosnia, ada dua pemain Indonesia yang sedang bermain untuk FK Zeljeznicar Banja Luka, yaitu Iner Sontany dan Ahmad Yani yang bergabung sejak 2021.
Lalu di Inggris, meskipun belum ada pemain Indonesia yang berhasil menembus Premiere League, namun ada Elkan Baggott yang bermain untuk Klub Kasta ke Tiga Liga Inggris (League One), yaitu Ipswich Town FC. Sementara di Kroasia, ada Brylian Aldama dan David Maulana yang bermain untuk HNK Rijeka (2021-Sekarang) klub Liga Utama Kroasia, setelah sebelumnya mereka sempat dipinjamkan ke NK Pomorac Kostrena yang berlaga di Divisi 3 Liga Kroasia.
Dan yang paling menyedot perhatian Publik Sepak Bola Indonesia adalah Egy Maulana Vikri. Wonder Kid yang tampil brilian bersama Timnas U-19, U23, dan Timnas Senior ini, sempat menjadi buah bibir ketika dikontrak oleh Klub kasta teratas Liga Polandia (Ekstraklasa). Bersama Lechia Gdansk (2018-2021), Egy hanya memperoleh kesempatan 11 kali tampil, setelah pada akhirnya berlabuh ke klub kasta teratas Liga Slovakia (Fortuna Liga), yaitu FK Senica. Bergabung bersama Senica sejak 2021, hinga saat ini Egy perlahan mampu membuktikan kualitasnya, dengan mencatatkan 15 Penampilan dengan 2 Gol dan 4 Assist.
Menyusul Egy, ada nama Witan Sulaeman yang juga bergabung dengan Lechia Gdansk sejak 2021 hingga sekarang. Namun di Lechia, Witan belum pernah sekalipun melakukan debutnya. Witan berlabuh ke Lechia setelah sebelumnya bermain dengan Klub Divisi Pertama Liga Serbia (Super Liga Serbije), yaitu FK Radnik Surdulica (2020-2021). Bersama Radnik, Witan hanya mencatatkan 5 kali penampilannya.Â
Jauh sebelum kisah-kisah Pemain Abroad asal Indonesia yang sudah saya sebutkan, kisah tentang pemain-pemain Indonesia yang berkarir di Luar Negeri, setidaknya bisa kita lacak hingga ke era kejayaan Kompetisi Perserikatan Indonesia. Legenda Besar Timnas dan Persija Jakarta, Iswadi Idris, tercatat sebagai Pemain Indonesia pertama yang berkarir di Luar Negeri.Â
Hampir bersamaan dengan kedatangan 4 Pemain Indonesia di Klub Hongkong, MacKinnon MacKenzie pada 1974. Iswadi direkrut oleh klub semi-profesional yang bernama Western Suburbs Club (WSC) asal Sidney, Australia. Penampilan Iswadi bersama Timnas Indonesia dalam ajang Kualifikasi Piala Dunia 1974 di Australia, membuat Pihak WSC tertarik akan kemampuan Iswadi. Namun bersama WSC, Iswadi hanya mampu tampil selama satu musim dari 1974-1975.
(Baca juga: "Paradoks" Belanda dalam Sejarah Sepak Bola Indonesia)
Pada Akhirnya, memang akan ada banyak faktor yang melatarbelakangi "kegagalan" para pemain Abroad asal Indonesia di Luar Negeri. Diantarnya adalah faktor Cuaca, faktor keluarga, faktor gaji, dan yang paling sering di sorot adalah faktor Teknik dan Filosofi Bermain.
Tentang Teknik dan filosofi sepak bola, harus diakui bawa banyak pemain Indonesia yang tidak mendapatkan kemampuan yang baik. Hal ini seolah menjadi gambaran bahwa ada banyak hal yang harus dilakukan untuk mendongkrak dan memperbaiki kualitas sepak bola kita, berikut kompetisi-kompetisi di dalamnya.
Memasuki era Sepak bola modern, akan makin banyak lagi pemain abroad dari Asia Tenggara, termasuk dari Indonesia, yang berkarir dan mencoba peruntungannya di Liga-liga di Luar Negeri.
Namun kembali lagi, hingga saat ini masih belum ada Pemain abroad asal Indonesia yang mampu menembus Liga-liga Top di Eropa.
Sekali lagi, Demi kemajuan Sepak bola Indonesia, Klub-klub lokal di Indonesia tidak boleh menghalang-halangi karir seorang Pemain. Dan bagaimanapun, dengan pengalaman para Pemain Abroad ini, maka sudah seharusnya mereka punya andil sebagai Agen Perubahan untuk Sepak Bola Indonesia yang lebih baik.Â
(Sumber: transfermarkt.com, footyrangking.com, indosport.id, bola.net, bola.com, skor.id, goal.com, bolasport.com, sport.detik.com)
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI