Pengertian Nikah
Kata Nikah berasal dari kata bahasa arab, yaitu - -- yang artinya "pertemuan" atau "penggabungan". Kata an-nikh bisa juga disebut azziwaj, Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalah pasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat diartikan sebagai pernikahan. Namun secara istilah Nikah adalah untuk suatu akad atau ikatan yang membutuhkan perlengkapan dalam pernikahan berupa mahar dan nafkah. Perkawinan yang dalam syariat agama disebut "Nikah" ialah melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan wanita untuk menghalalkan hubungan kelamin antara kedua belah pihak untuk mewujudkan suatu hidup berkeluarga yang diliputi rasa kasih saying dan ketentraman (mawaddah wa rahmah) dengan cara-cara yang diridhai oleh Allah SWT. Sedangkan menurut istilah lain juga dapat berarti akad nikah (Ijab Qobul) yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim sehingga menimbulkan hak dan kewajiban diantara keduanya yang diucapkan oleh kata-kata, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam.Â
Menurut Abu Zahrah mengartikan nikah sebagai akad yang menghalalkan seseorang untuk bersenang-senang diantara masing-masing pihak atas dasar agama. Sedangkan menurut Imam Syafi'i pengertian nikah adalah suatu akad yang dengannya menjadi halal hubungan seksual antara pria dengan wanita sedangkan menurut bahasa nikah adalah hubungan seksual. Syarifuddin juga berpendapat arti nikah ini adalah akad yang mengandung rukun-rukun serta syarat-syarat yang telah ditentukan untuk berkumpul. Dari pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa inti pokok dari pernikahan adalah akad, yaitu serah terima antara wali calon mempelai perempuan dengan calon mempelai laki-laki. Penyerahan dan penerimaan tanggungjawab dalam arti yang luas untuk mencapai satu tujuan. Nikah merupakan awal kehidupan baru bagi dua insan yang semula hidup sendiri-sendiri kemudian hidup bersama. Dengan menikah akan lahirlah generasi baru untuk melanjutkan generasi sebelumnya. Dalam pandangan Islam, nikah di samping sebagai perbuatan ibadah, juga merupakan sunnah Allah dan sunnah Rasul-Nya. Sebagai sunnah Allah, Pernikahan merupakan qudrat dan irodat Allah dalam penciptaan alam semesta.
Ayat-Ayat Nikah Dalam IslamÂ
Q.S Al-Baqarah Ayat 235
"Dan tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu dengan sindiran atau kamu menyembunyikan (keinginan mengawini mereka) dalam hatimu. Allah mengetahui bahwa kamu akan menyebut-nyebut mereka, tetapi janganlah kamu mengadakan janji kawin dengan mereka secara rahasia, kecuali sekadar mengucapkan (kepada mereka) perkataan yang baik. Dan janganlah kamu ber'azam (bertetap hati) untuk beraqad nikah, sebelum habis iddahnya. Dan ketahuilah bahwasanya Allah mengetahui apa yang ada dalam hatimu; maka takutlah kepada-Nya, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyantun." (Q.S. Al-Baqarah: 235)
Q.S Al-Baqarah Ayat 221
Artinya: Janganlah kamu menikahi perempuan musyrik hingga mereka beriman! Sungguh, hamba sahaya perempuan yang beriman lebih baik daripada perempuan musyrik, meskipun dia menarik hatimu. Jangan pula kamu menikahkan laki-laki musyrik (dengan perempuan yang beriman) hingga mereka beriman. Sungguh, hamba sahaya laki-laki yang beriman lebih baik daripada laki-laki musyrik meskipun dia menarik hatimu. Mereka mengajak ke neraka, sedangkan Allah mengajak ke surga dan ampunan dengan izin-Nya. (Allah) menerangkan ayat-ayat-Nya kepada manusia agar mereka mengambil pelajaran.
3. Q.S An-Nisa' Ayat 19
             > " "
Artinya:"Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengharamkan wanita-wanita yang telah kamu nikahi, sebelum kamu menceraikan mereka, kecuali jika mereka telah melakukan perbuatan keji..."
(Surah An-Nisa' 4:19)
Asbabun Nuzul Dari Ayat Tersebut
Asbabun Nuzul dari Surah Al-Baqarah Ayat 235
Asbabun Nuzul: Ayat ini diturunkan setelah ada sahabat yang bertanya kepada Rasulullah SAW tentang hukum melamar wanita yang sedang menjalani masa iddah. Wanita yang baru saja ditinggal mati oleh suaminya berada dalam masa iddah selama empat bulan sepuluh hari, dan mereka tidak boleh menikah atau dilamar secara resmi dalam periode ini. Namun, seorang pria boleh memberi isyarat secara halus bahwa ia tertarik untuk menikahinya setelah masa iddah selesai, tanpa langsung melamar atau mengungkapkan janji menikah secara langsung.
Dengan turunnya ayat ini, Allah memberikan bimbingan bahwa seorang laki-laki diperbolehkan mengisyaratkan keinginannya untuk menikahi seorang janda yang masih dalam masa iddah, tetapi harus dilakukan dengan sopan dan tidak secara terang-terangan hingga masa iddahnya berakhir.
Asbabun Nuzul dari Surah Al-Baqarah Ayat 221Â
As-Suddi mengatakan ayat ini turun berkenaan dengan Abdullah bin Rawahah yang mempunyai seseorang budak wanita berkulit hitam. Suatu ketika Abdullah marah dan menamparnya, lalu ia merasa takut dan mendatangi Rasulullah saw dan menceritakan peristiwa yang terjadi di antara mereka berdua (Abdullah dan budaknya). Maka Rasulullah bertanya: "Bagaiman budak itu?" Abdullah bin Rawahah menjawab: "Ia berpuasa, shalat, berwudhu' dengan sebaik-baiknya, dan mengucapkan syahadat bahwa tidak ada Ilah yang hak selain Allah dan engkau adalah Rasul-Nya." Kemudian Rasulullah bersabda: "Wahai Abu Abdullah, wanita itu adalah mukminah." Abdullah bin Rawahah. mengatakan: "Demi Allah yang mengutusmu dengan hak, aku akan memerdekakan dan menikahinya." Setelah itu Abdullah pun melakukan sumpahnya itu, maka beberapa orang dari kalangan kaum muslimin mencelanya serta berujar: "Apakah ia menikahi budaknya sendiri?" Padahal kebiasaannya mereka ingin menikah dengan orang-orang musyrikin atau menikahkan anak-anak mereka dengan orang musyrikin, karena mengingingkan kemuliaan leluhur mereka. Maka Allah swt menurunkan ayat )Sesungguhnya wanita budak yang beriman itu lebih baik daripada wanita musyrik walaupun ia menarik hatimu( )Sesungguhnya budak yang mukmin lebih baik daripada orang musyrik walaupun dia menarik hatimu) (Katsir, 2004)
Asbabun Nuzul dari Surah An-Nisa' Ayat 19
Asbabun Nuzul: Ayat ini turun ketika beberapa sahabat yang baru saja masuk Islam mengharamkan diri mereka untuk menikahi wanita yang sudah mereka nikahi sebelumnya, atas dasar kebiasaan jahiliyah yang menganggap hubungan tersebut tidak sah jika mereka memeluk Islam. Ayat ini mengingatkan bahwa pernikahan itu sah dan tidak boleh dihukum hanya karena perbedaan agama jika mereka masih dalam pernikahan yang sah.
Hadits-Hadits yang Berkaitan Dengan Nikah
Hadits dari Imam Muslim
Artinya: Telah menceritakan kepada kami Abu Bakar bin Abi Syaibah dan Abu Kuarib menceritakan kepada kami Abu Mawiyah dari al-A'masy dari Umarah bin Umair dari Abdurrahman bin Yazid dari Abdullah berkata, Rasuliah bersabda kepada kami: wahai para pemuda, barangsiapa di antara kalian telah mempunyai kemampuan dalam hal basah, kawinlah. Karena sesungguhnya, pernikahan itu lebih mampu menahan pandangan mata dan menjaga kemaluan. Dan, barangsiapa belum mampu melaksanakannya. hendaklah ia berpuasa karena sesungguhnya puasa itu dapat menjadi tameng (gejolak hasrat seksual). ( H.R.Muslim).Â
Hadits dari Imam Tirmidzi
Dari Abu Huraira, Rasulullah saw. bersabda, "Apabila datang kepada kalian siapa yang kalian ridhai akhlak dan agamanya, maka menikahlah ia. Jika tidak kalian lakukan, niscaya akan menjadi fitnah di muka bumi dan terjadi kerusakan yang besar." (H.R.Tirmidzi).
Hadits dari Imam Bukhari
:
" ."
( )
Dari Aisyah r.a, Rasulullah SAW bersabda : "Jadikanlah pernikahan itu tampak nyata dan rayakanlah dengan suka cita, karena sesungguhnya Allah menyukai hal itu." (H.R. Bukhari).Â
Pendapat Ulama mengenai surah di atas
Pendapat ulama terkait surat al Baqarah ayat 235 menurut mazhab Hanbali dan Hanafi
Dari mazhab Hambali bersependapat sama dengan mazhab syafi'i boleh melihat wajah dan kedua telapak tangan, karena wajah adalah pusat segala keindahan objek pandangan, dan bukti kecantikan, sedangkan telapak tangan adalah bukti kesuburan. Dikalangan ulama mazhab Hanbali yang paling benar adalah melihat anggota tubuh yang biasanya sering terlihat, seperti leher, dua tangan, dan dua kaki.
Ulama Hanafiyah dan Hanabilah yang masyhur mazhabnya berpendapat, kadar anggota tubuh yang diperbolehkan untuk dilihat adalah wajah, kedua telapak tangan dan kedua kaki, tidak lebih dari itu. Memandang anggota tubuh tersebut dinilai cukup bagi orang yang ingin mengetahui kondisi tubuhnya. Menyingkap dan memandang wanita lebih dari anggota tersebut akan menimbulkan kerusakan dan maksiat yang pada umumnya diduga maslahat. Dalam khitbah wajib dan cukup memandang anggota tubuh tersebut saja sebagaimana wanita boleh terbuka kedua tumit, wajah, dan keduatelapak tangannya ketika dalam sholat dan haji.
Menurut Quraish Shihab ayat ini yang menegaskan bahwa kepada para pria yang ingin nikah, ditunjukan tuntunan berikut, yakni tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita yang telah bercerai dengan suaminya dengan perceraian yang bersifat bain, yakni yang telah putus hak bekas suaminya untuk rujuk kepadanya kecuali dengan akad nikah baru sesuai syarat-syaratnya. Tidak ada dosa bagi kamu meminang wanita-wanita itu pada saat masa tunggu (..iddah) mereka, dengan syarat pinangan itu disampaikan dengan sendirian, yakni tidak tegas dan terang-terangan menyebut maksud menikahinya. Ayat ini tidak secara mutlak melarang para pria mengucapkan sesuatu kepada wanita-wanita yang sedang menjalani masa iddah, tetapi kalau ingin mengucapkan kata-kata kepadanya, ucapankanlah kata-kata yang ma'ruf, sopan dan terhormat, sesuai dengan tuntunan
Pendapat ulama terkait surat al Baqarah ayat 221 menurut ibn Katsir
Menurut Ibnu Katsir (w. 1373) dalam tafsirnya, avat ini merupakan pengharaman dari Allah SWT kepada kaum mukminin untuk menikahi perempuan-perempuan musyrik dari kalangan para penyembah berhala. Kemudian jika makna yang dikehendaki bersifat umum,
maka termasuk ke dalamnya setiap perempuan musyrik dari; dari kalangan Ahlul kitab,maupun penyembah berhala. Ahlul kitob, orang-orang yang mempunyai kitab adalah sebutan bagi komunitas yang mempercayai dan berpegang kepada agama yang memiliki kitab suci yang berasal dari Tuhan selain al-Quran. Berdasarkan petunjuk al-Quran, ulama tafsir dan fiqih sepakat menyatakan komunitas Yahudi dan Nasrani adalah ahlul kitab, sedangkan komunitas lainnya diperselisihkan. Al-Quran menyebut kaum Yahudidan Nasrani dengan panggilan ahlul kitab untuk membedakan mereka dan kaum penyembah berhala. Dalam tafsirnya mengenal ayat ini, al-Maraghi (w. 1952) menjelaskan ) bahwa janganlah kalian menikahi perempuan-perempuan musyrik yang tidak memiliki kitab, sehingga mereka mau beriman kepada Allah dan membenarkan Nabi Muhammad SAW, kemudian kata "musyrik" dalam al-Quran yang mempunyai makna senada dengan ayat ini ialah firman Allah berikut ini:
"Orang-orang kafir dari ahlul kitab dan orang-orang musyrik tidak menginginkan diturunkannya kepadamu suatu kebaikan dari Tuhanmu" (QS. Al-Baqarah: 105).
Pendapat ulama terkait surat an-Nisa' ayat 19 menurut ibnu katsir dan qutrubiÂ
Ibnu Kathir dalam tafsirnya menyatakan bahwa ayat ini berfungsi untuk melarang praktik yang ada pada masa Jahiliyah di mana suami-suami di zaman itu sering mengharamkan atau melepaskan istri mereka hanya karena alasan tertentu seperti perbedaan agama atau ketidakcocokan. Ayat ini datang untuk menegaskan bahwa seorang suami tidak boleh sembarangan mengharamkan istri yang telah sah dinikahinya tanpa alasanyang dibenarkan oleh hukum Islam. Dalam pandangan ini, ayat ini juga menunjukkan kewajiban untuk memperlakukan wanita dengan baik dan tidak semena-mena dalam hubungan pernikahan. sedangkan menurut Al-Qurtubi menafsirkan ayat ini dengan menekankan bahwa Allah memerintahkan suami untuk menjaga dan menghormati hak-hak istri mereka. Ulama ini menjelaskan bahwa ayat ini bukan hanya mengharamkan perbuatan menjatuhkan talak tanpa alasan yang jelas, tetapi juga melarang suami untuk tidak memberikan hak-hak istri, seperti mahar, nafkah, dan perlakuan yang adil, yang merupakan kewajiban dalam pernikahan. Dalam pandangannya, ayat ini merupakan peringatan bagi suami agar tidak sewenang-wenang dalam memutuskan hubungan rumah tangga
Surat al baqarah ayat 221 menjelaskanÂ
 mengenai larangan bagi umat Islam untuk menikahi orang-orang yang musyrik (yang menyekutukan Allah) baik itu wanita musyrik yang menikah dengan pria Muslim, maupun sebaliknya, pria musyrik yang menikahi wanita Muslim. Larangan ini bertujuan untuk menjaga keimanan dan keharmonisan dalam rumah tangga serta untuk menghindari pengaruh buruk dari keyakinan yang bertentangan dengan Islam larangan Menikah dengan Musyrik:, karena perbedaan akidah yang mendalam akan menyebabkan ketidaksefahaman dalam rumah tangga, yang pada akhirnya bisa merusak iman. Allah menekankan bahwa lebih baik menikah dengan seorang Muslim (walaupun seorang budak atau orang yang memiliki status sosial rendah) daripada dengan orang musyrik.
Pernikahan merupakan ibadah mulia yang bertujuan untuk menjaga nasab dan terhindar dari perbuatan yang diharamkan Allah, seperti zina.Â
 Pernikahan juga dianggap sebagai jalan menuju surga Allah Perintah menikah dalam Surat An Nur ayat 32 ditujukan kepada orang tua/wali, sehingga menunjukkan pentingnya peran dan restu orang tua/wali dalam pernikahan anaknya.Â
Ajaran Islam tidak membolehkan memaksa kaum perempuan untuk menikah. Allah SWT berjanji akan memberikan kemampuan kepada mereka yang miskin dengan karunia-Nya.
Pernikahan dalam Islam dianggap sebagai ikatan suci yang melibatkan tanggung jawab dan komitmen antara pria dan wanita. Terdapat beberapa hukum pernikahan: wajib, sunnah, haram, makruh, dan mubah, tergantung pada kondisi individu13. Prosesnya meliputi lamaran, ijab kabul, dan akad nikah, yang harus dilakukan dengan niat baik dan memenuhi syarat tertentu Selain itu, pernikahan bertujuan untuk membangun keluarga, menjaga moralitas, dan memperbanyak  adalah pernikahan yang sesuai dengan Nikah adalah akad yang menghalalkan pergaulan antara laki-laki dan perempuan yang bukan muhrim-nya sehingga menimbulkan kewajiban dan hak di antara keduanya melalui kata-kata secara lisan, serta diikat oleh peraturan-peraturan secara Islam. Islam sangat menganjurkan pernikahan yang baiknya sebelum melaksanakan pernikahan harus dimulai dengan pinangan. Yang dimaksud meminang atau khitbah adalah permintaan seorang laki-laki kepada seorang perempuan untuk menikahinya, baik dilakukan oleh laki-laki,secara langsung maupun oleh pihak yang dipercayainya. sesuai dengan aturan agama Islam. Pernikahan yang dianjurkan adalah pernikahan yang sesuai dengan ajaran agama Islam. Adapun cakupan pernikahan yang dianjurkan dalam Islam yaitu adanya rukun pernikahan, hukum pernikahan, syarat sebuah pernikahan, perminangan. Islam sangat membenci sebuah perceraian, tetapi dalam pernikahan itu sendiri terkadang ada hal-hal yang menyebabkan kehancuran dalam sebuah rumah tangga.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H