Mohon tunggu...
Rofatul Atfah
Rofatul Atfah Mohon Tunggu... Guru - Guru Tidak Tetap

Seorang guru biasa dan Ibu dari anak-anaknya yang istimewa.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Tuhan, Jangan Jadikan Aku Gay (Bagian I)

28 Desember 2012   16:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   18:53 2095
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

“Belum mang,” Trisman menjawab lemas.

“Hari ini mamang capek sekali, bisa pijitin mamang kan Tris ?” mamangnya lalu duduk di tepi dipan dan tanpa menunggu jawaban Trisman, dia segera mencopot sepatunya dan tidur di sebelah Trisman.

Trisman pun beranjak dengan malas. Dia selalu bisa memastikan ini yang akan dikerjakan. Dia juga bersiap menghadapi yang seperti biasa terjadi. Trisman hampir tidak bisa menolak permintaan mamangnya, apapun itu. Walaupun setelah itu, setelah mamangnya meninggalkannya dan masuk ke rumah, Trisman akan menangis menahan perih.

Mamangnya yang bernama Kuni, entah kenapa dinamakan demikian, mulanya waktu Trisman masih kecil sesaat setelah bapaknya meninggal, menganggap sebagai bapak pengganti. Trisman kecil tentu saja sangat disayang oleh mang Kuni. Selalu diajak kemana-mana dan berada dekat dengannya. Trisman pun merasa aman di bawah lindungan mamangnya itu.

Mang Kuni yang waktu Trisman kecil masih sebagai petani, sangat telaten merawat Trisman.  Setiap hari memandikan pagi dan sore, bahkan kalau melihat Trisman kotor sedikit saja. Juga memakaikan baju Trisman dan menyisir rambutnya. Hanya saja kalau Trisman makan atau buang air, mang Kuni tidak mau menangani. Baru saat Trisman mau tidur, mang Kuni akan menemani Trisman sampai mereka sama-sama tertidur berdua.

Entah apa yang kemudian meracuni pikiran mang Kuni, Trisman mulai merasakan ada hal yang aneh dengan perlakuan mang Kuni. Mang Kuni bila memandikan, memakaikannya baju, atau menemaninya tidur, membelainya dengan lembut dan seringkali menyentuh bagian tubuh yang sensitive. Cuma karena Trisman masih kecil, dia masih berpikiran bahwa hal itu adalah biasa.

Baru setelah usia Trisman sepuluh tahun, saat dia duduk di kelas lima SD, malam Jum’at itu mang Kuni pertama kalinya menyuruhnya memijati dia. Trisman pun menuruti. Saat mang Kuni memintanya untuk memijat bagian tubuh tertentu, Trisman mau saja. Bahkan saat mang Kuni ganti memperlakukannya seperti itu, Trisman masih belum mengerti.

Trisman baru mengerti setelah setiap malam Jum’at, mang Kuni memintanya untuk memijat. Trisman pun terlambat menyadari ketika sudah duduk di kelas tujuh SMP, mang Kuni meniduri dirinya dan mencumbunya. Trisman tidak bisa melawan kemauan mang Kuni. Biarpun mang Kuni sebenarnya sudah punya anak lima orang, dan perempuan semua, istri mang Kuni pun ada, Trisman masih tetap didatangi mang Kuni, kapanpun dia mau.

Lama-kelamaan Trisman pun terlihat gemulai. Trisman yang sehari-hari rajin membantu ibunya, baik masak, cuci baju, setrika, ataupun belanja, adalah anak yang penurut. Trisman sebenarnya juga bisa kerja sambilan mengangkut batu kali ke atas truk, ataupun memulung botol plastik bekas minuman. Namun itu tidak merubah gerakan tubuhnya yang tetap saja terlihat gemulai.

Trisman tidak tahu, apakah dia harus mengutuk nasibnya ataukah bunuh diri saja. Sementara mang Kuni sehari-harinya terlihat biasa saja. Tidak ada kesan orang jahat ataupun licik. Namun Trisman sangat membencinya. Biarpun ibunya selalu membela mamangnya, Trisman sebenarnya ingin melawan, bahkan dengan nyawa sebagai taruhan.

Mang Kuni, mamangnya, adalah orang yang membuat dirinya dan keluarganya menderita. Kuni juga orang yang sangat serakah, licik, dan munafik. Trisman ingin rasanya meludahi muka Kuni. Hanya saja karena ibunya, Trisman berusah menahan bara api di hatinya. Menurut ibunya, berkat mang Kunilah, mereka bertiga bisa selamat setelah bapaknya meninggal.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun