“Saya sering sholat kok bu di rumah,” Trisman masih menolak.
“Tapi ibu ingin melihatmu sholat sekarang di sekolah,” bu Restu membujuk.
“Di rumah aja bu, saya sudah ditunggu di rumah, kasihan adik saya gak ada yang jaga,” Trisman masih berusaha menolak.
“Bukankah ada anak-anak dari keluarga mamangmu ?” bu Restu juga berusaha keras membujuk.
“Tapi……saya tetap mau sholatnya di rumah bu, maaf ya bu, saya harus segera pulang,” Trisman pun segera beranjak berdiri.
Melihat itu, bu Restu tidak bisa mencegah lagi. Setelah mencium punggung tangan kanan bu Restu, Trisman berlari-lari kecil meninggalkan bu Restu. Bu Restu hanya bisa trenyuh memandangi langkah kaki Trisman. Tampak jelas Trisman tidak bisa melangkah layaknya anak laki-laki. Trisman memang lebih terlihat gemulai seperti anak perempuan. Apalagi wajahnya yang manis dengan hidungnya yang mancung, membuatnya terlihat cantik dan bukan ganteng.
================
Malam itu Trisman tidur agak gelisah. Ibu dan adiknya masih menonton televisi di dalam rumah. Trisman sendirian di dipan belakang, yang menjadi tempat tidur mereka bertiga selama ini. di luar sesekali terdengar suara jangkrik berisik. Trisman pun masih harus menghadapi gerombolan nyamuk yang datang dengan rajin itu.
Setiap malam Jum’at Trisman memang selalu gelisah. Bukan karena ada hantu yang siap selalu menerornya. Melainkan sesosok lelaki kurus dengan kumis tipis dan selalu menghisap rokok paling tidak sebungkus sehari. Lelaki itu sebenarnya adalah mamangnya sendiri, adik kandung ibunya.
Mamangnya setiap malam Jum’at selalu mengajaknya ngobrol sehabis pulang main kartu. Kenapa malam Jum’at ? Karena di hari Kamis itu mamangnya dapat jatah libur setelah enam hari kerja sebagai sopir mobil Container di sebuah pabrik di Citeureup. Seperti biasanya pula mamangnya tidak pulang ke rumah dulu, melainkan main kartu, dan baru malam pulang ke rumah.
“Belum tidur, Tris ?” tegur seseorang mengagetkan Trisman.