Mohon tunggu...
Eko Nurhuda
Eko Nurhuda Mohon Tunggu... Penulis - Pekerja Serabutan

Peminat sejarah dan penikmat sepak bola. Tulisannya pernah dimuat di Tabloid BOLA, BOLAVaganza, FourFourTwo Indonesia, detikSport, juga Jambi Ekspres, Telusuri.id dan Mojok.co. Sempat pula menelurkan beberapa buku seputar blog-internet. Kini berkecimpung di dunia novel online dan digital self-publishing.

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih Artikel Utama

Menjadi Petugas KPPS, Kontribusi Kecilku Turut Menyukseskan Pemilu 2024

13 Januari 2024   12:46 Diperbarui: 14 Januari 2024   00:21 512
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sama halnya ketika ditawari bertugas di Pilbup 2015, saya langsung mengiyakan saja ketika dimintai tolong oleh Bu Bayan. Ya, kepala dusunnya sudah ganti, dari seorang bapak ke seorang ibu muda.

Karena banyak veteran KPPS yang tidak bisa bertugas, saya jadi ketiban sampur. Dari sebelum-sebelumnya cuma sebagai penjaga kotak suara dan tinta, di Pilgub 2018 menjadi KPPS 3.

Cuma ternyata jadi KPPS 3 pegelnya bukan main di tangan. Sekalipun menulis adalah hal biasa buat saya, tapi menuliskan hal yang sama berulang-ulang pada surat suara bikin puyeng. Belum lagi ketika tiba waktunya rekapan.

Syukurlah, semuanya berjalan lancar. Kami semua bisa pulang sebelum gelap karena seluruh tugas sudah selesai bakda Ashar.

Di tahun sama pula saya merasakan pengalaman mengawal pemilihan elektronik pertama sepanjang sejarah Republik Indonesia. Momennya adalah Pemilihan Kepala Desa Serentak 2018.

Harus diakui, pemilihan elektronik sangat meringankan pekerjaan KPPS. Kami hanya memastikan pemilih yang datang sudah terdaftar di DPT, lalu mengarahkan mereka ke bilik suara dan selesai.

Tak ada proses penghitungan dan rekapitulasi surat suara yang sangat menguras energi lagi memakan waktu lama. Siapa kepala desa terpilih bahkan sudah bisa diketahui hari itu juga.

Menurut saya, sudah seharusnya Indonesia menerapkan pemilihan elektronik. Selain lebih cepat, sepintas saja terlihat jika model ini lebih hemat biaya.

Ini saya hanya membandingkan jumlah anggota KPPS di TPS, ya. Juga ketiadaan proses rekapitulasi berjenjang. Untuk biaya secara keseluruhan, saya tidak paham apakah justru lebih tinggi atau tidak.

Pemilu Paling Melelahkan

Saya sama sekali tidak berniat menjadi anggota KPPS di Pemilihan Umum Serentak 2019. Bukan apa-apa, saya sudah terbayang bakal pulang ke rumah jam berapa kalau surat suaranya ada lima.

Di Pileg 2014 yang surat suaranya empat saja, saya pulang ke rumah tengah malam. Jadi, bisa dipastikan di tahun 2019 bakal memakan waktu lebih panjang.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun