Eh, ndilalah kok lagi-lagi Bu Bayan datang meminta tolong pada saya. Beliau bilang masih kekurangan personel, jadi musti mendatangi orang-orang yang pernah jadi KPPS untuk melengkapi formasi.
Saya jadi tersenyum kecut. Soalnya, ketika Bu Bayan woro-woro informasi pendaftaran anggota KPPS di grup dusun, saya abaikan karena memang tidak berniat ikut.
Namun, apa boleh buat. Karena diminta secara personal saya pun mengiyakan.
Jadilah saya kembali bertugas, lagi-lagi sebagai KPPS 3 seperti di Pilgub Jateng 2018. Momen di mana saya turut merasakan betapa kerasnya Pemilu yang menewaskan banyak anggota KPPS itu.
Sesuai perhitungan saya, proses perhitungan surat suara baru rampung sekitar pukul setengah dua dini hari. Ditambah waktu menunggu mobil PPS mengambil kotak suara.
Percaya atau tidak, saya pulang ke rumah pukul setengah tiga waktu itu. Lelahnya bukan main. Sampai rumah saya cuma cuci muka dan kaki-tangan, lalu langsung tidur. Baru bangun setelah anak-anak berangkat sekolah.
Kami masih mending bisa pulang jam segitu. Di sejumlah TPS lain ada yang penghitungannya berlangsung sampai subuh.
Akhirnya, Inisiatif Mendaftar Sendiri
Seperti saya katakan tadi, menjadi anggota KPPS itu bikin ketagihan. Capek memang, tapi ada perasaan lega dan puas yang luar biasa ketika tugas-tugas telah dirampungkan.
Makanya begitu KPU membuka pendaftaran calon anggota KPPS untuk Pemilu 2024, saya ikut mendaftarkan diri. Tidak seperti sebelum-sebelumnya yang sebetulnya tidak mau ikut tapi dimintai tolong oleh perangkat desa.
Karena mendaftar sendiri, saya merasa prosesnya terhitung rumit. Maklum saja, sebelum-sebelumnya saya cukup menyerahkan berkas-berkas kepada Pak Bayan dan kemudian Bu Bayan. Seingat saya tak perlu tes ini-itu.
Ya, yang sempat bikin malas adalah tes kolesterol. Saya sempat heran, kenapa surat keterangan dokter Puskesmas tidak cukup? Apalagi pemeriksaan di Puskesmas itu difasilitasi oleh KPU via PPS/PPK.