Mohon tunggu...
Bunga Kania
Bunga Kania Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Bunga Kania Khoerunnisa

Bunga Kania Khoerunnisa

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Carcinoma Mammae

25 Februari 2022   13:35 Diperbarui: 25 Februari 2022   14:01 307
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

“...

tabārakallażī biyadihil-mulku wa huwa 'alā kulli syai`ing qadīr

allażī khalaqal-mauta wal-ḥayāta liyabluwakum ayyukum aḥsanu 'amalā, wa huwal-'azīzul-gafụr

allażī khalaqa sab'a samāwātin ṭibāqā, mā tarā fī khalqir-raḥmāni min tafāwut, farji'il-baṣara hal tarā min fuṭụr

...”

Suara lantunan ayat suci yang dibacakan oleh Enin sayup - sayup terdengar di telingaku. Aku terbangun dan melihat Enin di pojokan kamar sedang berdoa seusai shalat tahajud. Ini sudah menjadi rutinitas Enin di tengah malam. Ya, rutinitas ini sangat sulit untuk saya tiru karena rasa kantuk dan malas saya sulit dikalahkan oleh apapun. Kata Enin gapapa yang penting jangan pernah tinggalkan shalat fardhu , jika sudah besar nanti baru bisa ditambahkan shalat sunnahnya.  

 

Mengingat kalimat tersebut keputusanku semakin mantap untuk kembali tidur.Keesokan harinya saya  dibangunkan untuk bersiap pergi sekolah. Seusai siap, aku diantar kedepan oleh Abah untuk memesan ojek pangkalan. Ya begiinilah kehidupan anak SD dipagi hari. Abah tak pernah absen untuk mengantar cucunya ini pergi sekolah meskipun hanya kedepan rumah untuk memesan ojek. Abah sudah terlalu tua untuk mengendarai motor.

Aku tinggal bersama Enin dan Abah sedari kecil. Mereka merawatku dengan penuh kasih sayang dan didikan agama islam yang kuat. Aku tinggal dirumah Enin ini bersama Ayah , Mama dan Abang tapi Enin meminitaku untuk tidur sekamar dengannya dari kecil.

“Bunga harus tidur sama Enin sampe Enin meninggal, Bunga baru boleh tidur sama yang lain.” Itu yang diucapkan Enin ketika aku mencoba kabur untuk tidur dengan sepupu. Sampai sekarang aku gak paham kenapa Enin mengharuskan aku tidur bersamanya.   

Dimulai dari makan , biaya hidup, biaya sekolah dan apapun yang aku inginkan pasti Enin dan Abah kabulkan. Rasa sayangku untuk mereka itu seluas benua eropa dan aku harap mereka masih ada sampai aku sukses nanti.

 

Tapi kenyataannya tidak. Aku tidak bisa menahan mereka untuk tinggal selamanya. Tidak ada satupun yang bisa melawan takdir Allah....

 

                                  //////

 

Di depan ruang ICU sudah dipenuhi oleh beberapa anggota keluarga besarku. Semua orang disana tertunduk seakan kehilangan harapan berharga. Saya tahu persis suasana seperti apa ini. Mereka sudah bergiliran masuk untuk melihat kondisi Abah. Sekarang giliranku. Suara alat bantu medis menyeruak di ruanagan Abah. Terlihat dari lawang pintu badan Abah dipasangi berbagai macam alat medis itu. Di bagian dada Abah harus dilubangi untuk dimasukkan selang.Dadaku sesak tak karuan, sakit sekali hati ini rasanya ketika melihat Abah harus seperti itu.

Kuhamppiri Abah yang terbaring tak berdaya. Ia menoleh dan menatapku haru.

"Bungaa..." Suara lirih Abah terdengar parau. Berusaha untuk berbicara lagi meskipun sulit. Tak kuasa ku menahan tangis.

“Abah.." Kuhanya bisa menjawab itu. Abah balas hanya dengan senyuman. Akhirnya pertahanan ku runtuh juga. Sudah tak bisa kubendung lagi air mata ini. Dokter tidak mengizinkan kami untuk berlama-lama disii jadi kuputuskan utuk pamit.

“Bah... bunga pulang duluu yaa. Abah cepet sembuh biar bisa marahin bunga yang bandel ini lagi hehe..” ucapku lirih.

Abah hanya membalas dengan anggukan dan melambaikan tangan yang penuh dengan infusan.

 

                                 //////

Ketika sesampainya dirumah kita hendak beristiarahat namun ada kabar buruk dari rumah sakit. Mereka mengabarkan bahwa nyawa abah sudah tidak tertolong lagi. Abah berpulang duluan meninggalkan Enin dan kami semua. Abah divonis terkena penyakit paru-paru. Beliau menghempaskan napas terakhir di rumah sakit Siloam Purwakarta. Tak kusangka itu adalah percakapan singkat terakhirku dengan Abah.

 

                                   //////

 

Hari hari berlalu, rasanya pasti sulit bgi enin karena ditingal belahan jiwanya. Berat menjalani hari, semuanya terasa hambar dan sepi. Meskipun kami semua sudah brusha mnhibur enin namu tetap saja tidak ada yg bisa mengagantikan posisi Abah dalam hidupnya. Semenjak itu, kesehatan Enin menurun , semangat Enin sedikit demi sedikit berkurang. Enin jadi sering sakit sakitan dan bulak balik masuk RS, Enin mnegidap penyakit kanker payudara dah gula darah. Enin sudah mengalaminya beberapa tahun.

Segala macam pengobatan sudah enin coba. Dimulai dari terapi kemo, akupuntur dan pengobatan tradisional lainnya. Itu pengobatan bukan untuk penyakit kankernya karena penyakit kanker itu sampai saat ini belum ditemukan obatnya jadi sebelah payudara Enin harus dibuang sel kankernya dan diangkat karena sudah stadium 4. Pengobatan yang Enin jalani itu untuk penyakit gula darahnya. Sempat tidak bisa berjalan dan lemas tak berdaya.

 Ini bukan Enin yang aku kenal. Kemana Enin yang dulu selalu cerewet dan ceria? 

                              *******

Malam hari ketika aku sedang sibuk belajar untuk Ujian Nasional di sekolah. Mama dan anak Enin yang lainnya berkumpul dikamar Enin. Enin lemas tak berdaya dan mereka semua berencana untuk membawa Enin kerumah sakit. Aku mengintip ke kamar dan melihat Enin sudah tak berdaya dan mengucapkan beberapa kalimat untuk mengingat Allah. "Ya allah Enin kenapa, cepet sembuh in Enin Ya Allah. Bunga kangen Enin yang dulu." ucapku dalam hati lalu kembali untuk belajar. 

 

Setelah beberapa menit berlalu, terdengar sedikit kegaduhan dari kamar. Mereka semua terdengar panik. Ternyata Enin jatuh pingsan ketika bersiap untuk dibawa kerumah sakit, ketika digantikan baju Enin tiba-tiba tidak sadarkan diri.

"Asep tolong siapin mobil, ini mamah pingsan. Mau langsung dibawa kerumah sakit" ucap Tanteku kepada adik iparnya di telepon.

Ketika sampai dirumah sakit , Enin dibawa ke UGD terlebih dahulu untuk diperiksa. Hanya ada perawat disana , dokter yang biasa menangani Enin sedang dalam perjalanan menuju kerumah sakit hanya untuk memeriksa Enin.

“Sus tolong ini Mama saya pingsan sedari rumah tadi.” Tanteku meminta kepada suster itu.

“Baiklah akan segera saya periksa.” Jawab suster itu. 

Semua mata tertuju pada suster itu, penasaran bagaimana kondisi Enin. Namun anehnya suster itu seperti kebingungan bagaimana cara menjelaskannya. Mereka semua saling memandang satu sama lain. 

“Maaf, tapi nyawa ibu ini sudah tidak ada.” Jelas suster itu dengan pelan.

Semua mata membelalak.

“Sus gak lucu deh bercandanya” Jawab Mama sambil sedikit tertawa.

”Iya sus gimana sih orang tadi Mama saya pingsan doang.” Tanteku menambahkan.

“Maaf tapi hasilnya sudah akurat.” Jelas suster itu.

 

Suster menunjukan layar alat pendeteksi detak jantung. Ya, itu menunjukan hanya garis lurus saja yang artinya benar, Enin sudah meninggal.  Mama dan Tanteku masih melongo tidak percaya.

“Apa perlu saya lakukan tindakan dengan alat setrum jantung (Defiblator)?” Tanya suster itu.

“Gak usah sus, kasian Mamah takut nambah sakit ntar.” Ucap Mama dengan lemas.

Mama terkulai lemas jatuh dilantai, menyadari bahwa Enin kini sudah benar-benar tiada.Seakan masih tidak percaya dengan apa yang terjadi , Mama melamun agak lama.

“Silahkan urus administrasinya di loket ya bu.”Ujar Suster itu kepada Tante.

Tante segera pergi ke tempat administrasi dan meninggalkan Mama.

Mama segera menelepon dokter “Halo dok, Mama saya sudah tidak ada. Dokter tidak usah jadi kesini karena mama saya sudah tidak ada.” Jelas Mamaku dengan lemas.

“Hah?! Tidak ada gimana maksud kamu? Tadi sore kan masih sadar. Saya sebentar lagi sampai.” Jawab dokter itu dengan kaget.

“Ya dokter, Mama saya sepertinya sudah meninggal sejak masih dirumah. Kami semua mengira tadi itu hanya pingsan.” Balas Mamaku.

“Innalilahi wainailaihi roji’un , saya turut berduka cita atas kepergian beliau.Semoga di tempatkan disisi terbaik disamping Allah.” Ucap dokter itu.

“Iya dok aamiin, terimakasih.” Jawab Mama disusul dengan mematikan telepon.

Setelah mendapat kabar itu dari Mama yang lagi ada disana. Orang rumah pun panik dan menangis histeris, tidak menyangka semua itu bisa terjadi. Seakan ada pedang yang menusuk dadaku, sakit sekali rasanya ditinggal orang terkasih untuk kedua kalinya. Enin meninggalkan kami semua , menyusul kepergian Abah beberapa tahun lalu.

 

                                    /////

 

Sepanjang jalan, aku hanyut dalam lamunan melihat kearah kemacetan didepan mata. Mengingat kembali kejadian beberapa tahun lalu dengan terlalu dalam membuatku tak sadar bahwa sebentar lagi aku sampai tujuan. Sepulang sekolah aku sudah menaiki bus damri arah Cibabat dengan seragam SMA yang sudah berantakan ini. Ini pertama kalinya aku menaiki bus sendirian ke tempat yang lumayan jauh. Ketika busnya tiba dihadapanku, aku segera menaikinya dan menempati bangku kosong. Tidak terlalu ramai kala itu, beberapa siswa lain juga menaiki bus ini. 

Ya, aku menaiki bus ini untuk menjenguk dan merawat Mama di RSUD Cibabat. Mama divonis terkena penyakit berbahaya. Pada saat itu saya mengantar Mama untuk periksa ke dokter.

 

“Hasil tes nya sudah keluar,dengan berat saya harus mengatakan bahwa anda terkena penyakit Carcinoma Mammae atau yang  biasa kita sebut kanker payudara.” Ucap dokter itu sambil menghela napas. Aku dan Mama terbelalak. Kaget dan takut mengisi dadaku seakaan diisi asap hitam panas yang menggebu.

“Stadium berapa dok?” tanya Mama.

“Stadium 4, harus segera dibawa sel kankernya dan terpaksa harus saya angkat seluruh bagian payudaranya agar tidak terjadi penyebaran sel kankernya terhadap organ lain.” Jawab dokter itu.

Beberapa tahun lalu memang ada benjolan di area payudara Mama setelah di cek , dokter memastikan itu hanya benjolan biasa yang tidak berbahaya.

Itu percakapan antara dokter dan kami seminggu lalu. 

Ya, Mamaku mengidap penyakit yang sama seperti Enin. Kanker payudara stadium 4.  

Seketika aku memikirkan hal yang tidak-tidak “Ya Allah jangan ambil Mama dariku secepat ini." Pikiranku sangat kalut. 

“Ah sudahlah jangan terlalu tenggelam dalam kesedihan. Yang harus kamu lakukan fokus buat Mama bung! Fokus gimana caranya supaya mama cepet pulih.”  Aku menyadarkan diri dan bersiap untuk turun dari bus. 

 

Setelah sampai, aku langsung menyusuri gedung di rumah sakit tersebut. Mencari ruangan yang Mama tempati sekarang. Sampai didepan kamar Mama kulihat dari kaca kecil dipintu. Terlihat mama dikasur terbaring. 

 

Kuhampiri Ayah yang sedang menunggu Mama dipinggirnya. 

"Loh kok kamu pulang sekolah langsung kesini?" tanya Ayah heran. 

"Iya hehehe, penasaran soalnya." jawabku sambil menyalami Ayah lalu menyimpan tas di sofa. 

"Gimana yah, lancar operasi nya?" tanya ku penasaran. Aku beranjak dari sofa dan mendekati mama untuk melihat mama lebih dekat. Tak tega rasanya melihat Mama seperti ini. Mama  sesekali bangun dan berbicara dengan kurang jelas karena masih dalam pengaruh anestesi.

“Lancar alhamdulillah cuman ya Mama lumayan lama sadarnya.” Jelas Ayah.

“Ohh gitu ya. Yah besok Bunga jaga disini yaa nginep pliss.” Aku membujuk Ayah

“Tapi kan besok kamu harus sekolah.” Jawab Ayah.

“Iya tapi bisa izin kan , Ayah juga besok harus kerja jadi ya gantian aja jagain mamanya.” Jelasku dengan memberi alasan logis.

“Yauda d eh iya, tapi izin nya sehari ajaa yaa.” Ayah meng-iya kan.

“Okayyy.” Jawabku sambil mengacungkan jempol.

Beberapa jam kemudian akhirnya Mama sadar dan meminta untuk diberikan minum.

“Mama haus banget.” Ucap mama dengan lemah.

Aku segera memberinya air minum dan membantunya untuk minum.

“Ada yang sakit gak mah badannya?” Tanyaku.

“Semuanya sakit, pegel.” Mama menjelaskan. Mungkin itu semua pengaruh dari anestesi. Tak banyak yang bisa kulakukan selain menyuruh mamah untuk istirahat lagi.

 

Seteleah beberapa minggu , alhamdulillah keadaan Mama sudah mulai membaik. Mama sudah kembali seperti biasa namun dilarang untuk melakukan kegiatan yang berat. Saya bersyukur Mama sehat sampai saat ini dan semoga diberikan kesehatan seterusnya. Ya meskipun kadang rasa nyeri di badan sering muncul tapi mama kembali sehat lagi.

“Ya Allah tolong jangan biarkan Mama pergi duluan. Aku tak sanggup jika harus ditinggal orang terkasih untuk ketiga kalinya."itu yang selalu menjadi doaku.

Apapun yang terjadi kedepannya , itu adalag urusan Allah namun kita jangan penah berhenti berdoa dan berikhtiar supaya mendapatan kehidupan yang lebih baik lagi. Saya harap si Circanoma Mamae ini tidak menurun ke saya karena biasanya penyakit kanker itu bisa turun ke keturunannya atau bersifat genetik. 

Seusai menceritakan kisah yang sudah di rangkum menjadi singkat dan sedemikian rupa. Sekarang saya jadi merindukan sekali mereka berdua, kehadiran mereka membuatku tenang dan mengerti apa arti kasih sayang. Siapapun yang membaca ini sampai selesai, minta doanya untuk mengirimkan al- fatihah sejenak, terimakasih. Semangat untuk semua pejuang kanker di dunia ini. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun