“Innalilahi wainailaihi roji’un , saya turut berduka cita atas kepergian beliau.Semoga di tempatkan disisi terbaik disamping Allah.” Ucap dokter itu.
“Iya dok aamiin, terimakasih.” Jawab Mama disusul dengan mematikan telepon.
Setelah mendapat kabar itu dari Mama yang lagi ada disana. Orang rumah pun panik dan menangis histeris, tidak menyangka semua itu bisa terjadi. Seakan ada pedang yang menusuk dadaku, sakit sekali rasanya ditinggal orang terkasih untuk kedua kalinya. Enin meninggalkan kami semua , menyusul kepergian Abah beberapa tahun lalu.
/////
Sepanjang jalan, aku hanyut dalam lamunan melihat kearah kemacetan didepan mata. Mengingat kembali kejadian beberapa tahun lalu dengan terlalu dalam membuatku tak sadar bahwa sebentar lagi aku sampai tujuan. Sepulang sekolah aku sudah menaiki bus damri arah Cibabat dengan seragam SMA yang sudah berantakan ini. Ini pertama kalinya aku menaiki bus sendirian ke tempat yang lumayan jauh. Ketika busnya tiba dihadapanku, aku segera menaikinya dan menempati bangku kosong. Tidak terlalu ramai kala itu, beberapa siswa lain juga menaiki bus ini.
Ya, aku menaiki bus ini untuk menjenguk dan merawat Mama di RSUD Cibabat. Mama divonis terkena penyakit berbahaya. Pada saat itu saya mengantar Mama untuk periksa ke dokter.
“Hasil tes nya sudah keluar,dengan berat saya harus mengatakan bahwa anda terkena penyakit Carcinoma Mammae atau yang biasa kita sebut kanker payudara.” Ucap dokter itu sambil menghela napas. Aku dan Mama terbelalak. Kaget dan takut mengisi dadaku seakaan diisi asap hitam panas yang menggebu.
“Stadium berapa dok?” tanya Mama.