“Wurry, kamu tahu apa yang harus kamu lakukan selanjutnya.”
“Ya, ayah. Aku akan mencari pasangan Nirvaku!”
“Ya. Dan tentang pasangan itu, sudah saatnya ayah menceritakan sesuatu padamu.”
Berceritalah ayahnya tentang Wurry yang balita. Bercerita dan mata berkaca-kaca.
Wurry anak yang menyedihkan dan sakit-sakitan. Tapi ia adalah anugerah terindah bagi ayah dan ibunya. Mereka merawatnya dengan penuh cinta. Tak ada kata putus asa untuk mencari penawar sakitnya, tak ada kata letih untuk menempuh segala perjalanan ke sana, tak ada kata boros untuk mengganti semua biayanya. Segala cara telah ditempuh, segala usaha telah dilakukan. Wurry kecil masih menyedihkan dan sakit-sakitan.
Hari itu ayah dan ibu membawa Wurry ke Planet Marr. Bukan perjalanan yang mudah dan menyenangkan. Tapi setelah segala macam perjalan yang mereka sasar selama ini, berangkat ke Marr hanya sedikit lebih sulit dari biasanya. Itu memang menjadi perjalanan mereka paling berbahaya, tapi itu juga akan menjadi perjalanan terakhir mereka. Dan pesawat mereka tidak pernah mendarat di Marr.
Segerombolan perompak menghadang pesawat mereka. Pertempuran tak terelakkan. Pertempuran yang tidak seimbang. Pesawat mereka telah dibuat lumpuh. Makhluk-makhluk aneh menerobos masuk, memperagakan hal-hal mengerikan dan menjijikkan, dan mereka jadikan para tawanan sebagai alat peraganya. Wurry telah berada di tempat aman, di dalam kapsul rahasia, siap untuk otomatis dilarikan pulang. Ketika itulah muncul dia, makhluk tak kalah mengerikannya. Tapi ayah bisa sedikit menjadi lega karena sengeri apapun, makhluk itu adalah manusia sepertinya. Dan makhluk itu memberantas semua perompak menjijikkan.
“Manamu yang sakit?” tanya makhluk itu akhirnya.
“Bukan saya, Tuan,” jawab ayah masih ketakutan. “Anak saya.”
“Bawa ke sini, dan setelah ini katakan pada semua yang kamu temui, Marr itu planet bangsat, bukan tempat mencari obat!”
Ayah ragu. Ia tidak yakin dengan maksud sebenarnya makhluk mengerikan itu.