Mas Agus tidak datang juga, sekalipun jarum jam dinding bergerak ke angka berikutnya. Selama berbincang, Romeli merasakan, tepatnya, menampak kelebatan-kelebatan acak menyerupai sosok wanita. Kecerdasan Romeli kemudian bekerja. Tak lama terasa bahwa mulut bergerak, seperti hendak menyampaikan sesuatu.
Tanpa dapat ditahan, sebab sesuatu yang hendak disampaikan bisa jadi menyinggung perasaan pria tersebut, mulut mengeluarkan tanya, "Ada masalah di rumah? Misalnya, dengan istri?"
Pria tersebut menutupi keterperanjatannya dengan berkata, "Ah, sok tahu si Bapak ini!'
Romeli tak perduli, ia terus mencerocos. Menyebut ciri fisik sang wanita, sampai letak andeng-andeng di antara buah dadanya. Sontak, pria itu lemas. Sejenak. Kemudian ia menumpahkan segala rahasia.
Pengungkapan atas sifat dan desakan sang istri, agar pria tersebut segera mencari jalan keluar atas kesulitan keuangan sedang dihadapi, membuat pria itu tersedu-sedu.
Merasa berada di perahu sama, Romeli menunjukkan empati dan memberikan nasihat-nasihat, belum berupa solusi. Kelegaan perlahan memancar, lalu pria tersebut berpamitan tanpa meninggalkan amplop. Tak mengapa, batin Romeli.
Tidak lama kemudian Mas Agus datang sambil senyum-senyum, "Sudah beres?"
Setelah dirasa cukup, tiba waktu untuk permisi. Romeli mengucapkan terima kasih dan berjanji datang kembali. Juga tidak meninggalkan amplop.
Dalam perjalan pulang ia mampir ke kantor temannya. Ada tamu lain di ruangan kerja, sepertinya mereka ngobrol santai sehingga kedatangan Romeli bukanlah gangguan.
Bertiga berbincang seru, sampai mendadak Romeli melihat kelebatan-kelebatan di sekitar pria baru dikenalnya, namanya Salim.
Mulut mencerocos tanpa dapat ditahan, membongkar rahasia sang tamu, tanpa temannya mengetahui makna dan memahami sebagai gurauan biasa. Wajah Salim merah padam, sesekali menunduk. Ia gelisah hingga perjumpaan usai.